Revisi UU Kejaksaan Dinilai Berbahaya bagi Demokrasi

JAKARTA, suarapembaharuan.com - Dosen Fakultas Hukum Universitas Trisakti, Bhatara Ibnu Reza menilai revisi UU Kejaksaan bisa berbahaya bagi demokrasi. Terutama, kata Bhatara, karena adanya perluasan kewenangan intelijen kejaksaan.



Hal ini disampaikan Bhatara dalam diskusi bertajuk 'Memperluas Kewenangan Vs Memperkuat Pengawasan (Kritik RUU Kejaksaan, RUU Polri dan RUU TNI)' di Universitas Trisakti, Jakarta, Kamis (13/3/2025).


"Rencana perubahan terhadap UU Kejaksaan hendak menjadikan Kejaksaan sebagai pusat otoritas dalam penanganan perkara pidana,  berisiko bagi sistem peradilan pidana terpadu. Selain itu, perluasan kewenangan Intelijen Kejaksaan dinilai berbahaya bagi demokrasi karena bertentangan dengan prinsip dasar intelijen," ujar Bhatara dalam diskusi tersebut.


Menurut Bhatara, seharusnya intelijen bekerja dalam ruang rahasia tanpa berinteraksi langsung dengan objek. "Pemberian hak imunitas kepada Jaksa juga melanggar prinsip kesetaraan di hadapan hukum," tandas dia.



Bhatara juga menyampaikan konsep dominus litis yang memberikan kewenangan mutlak kepada jaksa dalam penyidikan sebagaimana dimuat dalam RUU Kejaksaan. Menurut dia, konsep tersebut bisa menimbulkan kekhawatiran akan terjadinya konflik kepentingan dalam sistem peradilan pidana.


"Jika jaksa diberikan kewenangan penuh dalam penyidikan, mereka tidak hanya bertindak sebagai penuntut dalam perkara pidana, tetapi juga memiliki kendali atas proses penyelidikan yang sebelumnya menjadi ranah kepolisian. Hal ini dapat mengurangi prinsip check and balance dalam sistem hukum, di mana sebelumnya terdapat pembagian kewenangan antara penyidik (kepolisian) dan penuntut umum (kejaksaan) dari aspek independent of judiciary," jelas Bhatara.


Selain itu, kata Bhatara, jika jaksa memiliki otoritas absolut dalam penyidikan dan penuntutan, maka ada potensi penyalahgunaan wewenang, terutama dalam kasus-kasus yang melibatkan kepentingan negara. Dia mencontohkan, dalam uji materi terhadap suatu peraturan atau kebijakan pemerintah di Mahkamah Konstitusi (MK), jaksa akan bertindak sebagai Pengacara Negara yang mewakili kepentingan pemerintah. 


"Di sisi lain, jika dalam kasus yang sama kejaksaan juga memiliki peran sebagai pihak yang menegakkan hukum terhadap individu atau kelompok yang menggugat negara; di sini lah muncul pertanyaan mengenai independensi kejaksaan dan keadilan dalam sistem peradilan, karena jaksa akan mewakili 2 entitas yang memiliki kepentingan berbeda," pungkas Bhatara.


Kategori : News


Editor      : AHS

Post a Comment

Lebih baru Lebih lama