Agenda 'Bersih-Bersih' di Era Prabowo Perlu Didukung oleh Peran Publik

JAKARTA, suarapembaharuan.com - Peneliti Pusat Riset Politik dari Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN) Syafuan Rozi menegaskan bahwa agenda 'bersih-bersih' di era pemerintahan Presiden Prabowo Subianto dan Wakil Presiden Gibran Rakabuming Raka perlu didukung oleh peran dan partisipasi publik. 



Hal itu disampaikannya, saat menjadi salah satu pembahas dalam diskusi publik yang digelar oleh Lembaga Pemilih Indonesia (LPI), di Jakarta, pada Senin, 10 Maret 2025. Kegiatan itu sendiri mengusung tema, "BERSIH-BERSIH DI ERA PRABOWO" dan Launching Survei "Pandangan Publik Terhadap Peran Wantimpres Dalam Kinerja Pemeirntah." 


"Ini gebrakan sangat bagus dan sangat baik sekali. Komitmen Presiden Prabowo dan Wakil Presiden Mas Gibran ini perlu didukung oleh semua pihak, tak terkecuali oleh masyarakat sipil. Keterlibatan dan partisipasi publik menjadi penting untuk memberikan dukungan, baik berupa kritik yang konstruktif, masukan yang objektif dan solutif," ujarnya. 


Ia melanjutkan bahwa diksi 'bersih-bersih' ini seyogyanya dapat diperluas, tidak hanya pada ranah hukum semata. Tetapi juga pada aspek pelayanan publik yang melibatkan unsur birokrasi. 


"Patut kita apresiasi, bahwa langkah bersih-bersih setidaknya telah ditunjukkan di ranah supremasi hukum, terutama pemberantasan korupsi. Nah, kalau ini telah mampu memberikan efek jera yang harus disertai oleh kultur aparatur, nantinya bisa diperluas ke agenda reformasi birokrasi dan pelayanan publik," sambungnya. 



Ia turut mengapresiasi survei LPI tentang wantimpres. Ia berharap agar nantinya, wantimpres dapat memperkuat arah pembangunan sekaligus dapat memberikan penguatan terhadap visi maupun agenda yang telah dicanangkan sebelumnya. 


Di tempat yang sama, Analis Ekonomi Politik, Mardiyanto berharap agar agenda bersih-bersih di era Presiden Prabowo dan Wakil Presiden Gibran Rakabuming Raka ini dapat menumbuhkan citra positif Indonesia di mata investor, baik dalam maupun luar negeri. 


"Ya harus kita akui, bahwa kita masih tertatih untuk memperkuat citra diri kita di mata investor. Kita membutuhkan investasi dalam skala besar, baik yang sifatnya domestik maupun Foreign Direct Investment (FDI) atau Penanaman Modal Asing (PMA) yang paralel dengan penciptaan lapangan kerja dan optimalisasi kapasitas produksi nasional. Nah, sayangnya, masih banyak pertimbangan dari investor untuk berinvestasi di Indonesia. Ya salah satunya, mata rantai birokrasi, korupsi dan penegakan hukum," ulasnya. 


Ia juga berharap agar agenda bersih-bersih tidak berhenti di tengah jalan oleh sebab kompromi dan sisi lain, negara perlu memberikan stimulasi khusus terhadap investor, baik dalam maupun luar negeri. 



"Harapan saya, agar langkah presiden ini tidak berhenti di tengah jalan oleh sebab kompromi politik bisnis. Upaya untuk menumbuhkan citra ini memang tidak mudah. Selain itu, diperlukan kebijakan yang kreatif untuk mendorong kapasitas produksi domestik ini tumbuh, sehingga daya saing produk kita juga kompetitif dan terserap di pasar internasional," tukasnya. 


Merespon survei LPI, Mardiyanto berharap agar peran wantimpres ke depan dapat lebih dioptimalkan terutama di sektor ekonomi nasional sekaligus memperkuat citra positif Indonesia terhadap pertumbuhan investasi dalam negeri. 


Survei terbaru LPI menunjukkan, sebanyak 80,05 responden menilai Jokowi merupakan sosok yang tepat menjadi Ketua Wantimpres. Lalu disusul oleh tokoh lain, seperti Wiranto 4,41 persen; KH Said Aqil Siradj 4,32 persen; KH Ma'ruf Amin 3,37 persen; Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) sebanyak 3,27 persen; Luhut Binsar Pandjaitan 2,55 persen; responden yang tidak tahu atau tidak menjawab sebanyak 2,03 persen.


Sejumlah alasan yang membuat publik menilai Jokowi layak menjadi ketua Wantimpres, yakni dapat bersinergi dengan Presiden Prabowo Subianto sebanyak 26,45 persen; memperkuat pencapaian Asta Cita 24,57 persen; Jokowi berpengalaman dan populer di publik 20,21 persen; orientasi Indonesia 2045 sebanyak 17,65 persen; memperkuat peran publik dan pemerintah 8,34 persen; dan jaringan domestik maupun internasional 1,05 persen; serta responden yang tidak tahu atau tidak menjawab sebanyak 1,73 persen.


Survei LPI ini dilakukan pada 1-7 Maret 2025 di 25 provinsi di Indonesia terhadap 1.200 responden. Metode survei yang digunakan adalah face to face interview dan online interview. Pengambilan sample responden menggunakan multistage sampling (kombinasi dari simple random sampling dan cluster sampling). Error sampling dalam survei ini ± 2,83 persen pada interval kepercayaan 95 persen.


Hadir di kegiatan itu, Direktur LPI Boni Hargens, Wakil Direktur LPI Ali Ramadhan, Pakar Kebijakan Publik dari Wellbeing Institute, Asep Kususanto, dan Pengamat Politik dari UIN Febri Digantara.


Kategori : News


Editor.     : AHS

Post a Comment

Lebih baru Lebih lama