Oleh Imam Nur Suharno
Ramadhan segera tiba. Bulan Ramadhan sebagai sarana untuk penempaan diri manusia dengan berbagai fasilitas dan program ibadah yang telah dipersiapkan agar selesai ditempa lahir menjadi manusia yang bertakwa, sebagaimana tujuan disyariatkannya puasa.
Allah SWT berfirman, “Hai orang-orang yang beriman, diwajibkan atas kamu berpuasa sebagaimana diwajibkan atas orang-orang sebelum kamu agar kamu bertakwa.” (QS Al-Baqarah [2]: 183).
Apakah setelah ditempa sebulan penuh, maka seseorang akan secara otomatis berhasil menjadi manusia bertakwa pasca Ramadhan? Keberhasilan seseorang dalam menjalani proses pendidikan dan pelatihan selama Ramadhan akan tampak hasilnya setelah selesai Ramadhan.
Berkaitan dengan hal itu, A’idh al-Qarni dalam kitabnya yang berjudul Aqbalta Ya Ramadhan menyebutkan tipologi manusia dalam menyikapi Ramadhan. Nah, kita termasuk tipologi yang mana.
Pertama, manusia yang mengenal Allah hanya pada bulan Ramadhan. Selama sebelas bulan mereka menjauhi tilawah Alquran dan berbuat kemaksiatan. Jika mendengar Ramadhan telah tiba, bergegas ke masjid, berpuasa, khusyuk beribadah, dan mengiba seakan mereka (bisa) menipu Allah. Begitu selesai Ramadhan, selesai pula kebiasaan baik itu, dan kembali seperti semula sebagaimana sebelum Ramadhan.
Kedua, manusia yang bersemangat dan berbondong-bondong datang ke mesjid untuk melaksanakan shalat Tarawih berjamaah dan mendengarkan ceramah Ramadhan. Namun, apabila Ramadhan telah berlalu, mereka tinggalkan shalat berjamaah di masjid.
Ketiga, manusia yang pada bulan Ramadhan selalu tidur pada setiap harinya atau sebagian besar harinya digunakan untuk tidur. Malam hari Ramadhan dilalui untuk begadang, obrolan yang sia-sia, dan siang harinya dihabiskan dengan tidur dan bermalas-malasan. Lantas, di manakah substansi keimanan pada Ramadhan.
Tentu tidak seperti itu yang diharapkan. Islam menghendaki agar kita kaum Muslimin menjadi hamba yang Rabbani, bukan hamba Ramadhani. Untuk mengetahui tipe seperti apakah kita, maka lihatlah seperti apa kualitas ibadah kita setelah selesai Ramadhan.
Hamba Rabbani, adalah seorang hamba yang senantiasa semangat dan istikamah dalam menjalankan ibadah hanya karena Allah semata. Sebelum Ramadhan ia semangat ibadah, begitu bulan Ramadhan tiba ia lebih semangat lagi. Dan, semangat tersebut dipertahankan pada sebelas bulan berikutnya hingga bertemu lagi dengan Ramadhan tahun berikutnya.
Hamba Ramadhani, adalah seorang hamba yang hanya rajin dan semangat ibadah hanya pada bulan Ramadhan. Ia rajin beribadah karena Ramadhan, rajin ke masjid untuk shalat berjamaah, semangat mengikuti kajian Islam, bahkan terdepan dalam berbagi. Selain bulan Ramadhan, ia bermalas-malasan dalam beribadah, dan hilang semua kebiasaan baik itu seakan tidak pernah melakukan kebaikan.
Oleh karena itu, kun Rabbaniyyan, wala takun Ramadhaniyyan (jadilah kalian hamba-hamba Allah yang Rabbani, bukan menjadi hamba-hamba bulan Ramadhan). Maksudnya, jika ingin taat menghamba kepada Allah, maka jangan hanya di bulan Ramadhan saja, tetapi terus istikamah menjaga ketaatan tersebut di sepanjang bulan, di sepanjang tahun dan di sepanjang hidup hingga ajal menjemput.
Semoga Allah membimbing kita kaum Muslimin agar dijauhkan dari ketiga tipologi manusia dalam menyikapi Ramadhan, dan menjadikan kita sebagai hamba yang Rabbani bukan Ramadhani. Amin.
Penulis merupakan Kepala Divisi Humas dan Dakwah Pesantren Husnul Khotimah, Kuningan, Jawa Barat.
Kategori : News
Editor : AHS
Posting Komentar