JAKARTA, suarapembaharuan.com - Ketua PBHI Nasional Julius Ibrani menilai revisi UU Polri, RUU TNI dan RUU Kejaksaan mengancam demokrasi, hukum dan HAM di Indonesia. Dia menilai terjadinya absolutisme di berbagai lembaga negara saat ini, termasuk lembaga penegak hukum dengan minta kewenangan yang berlebihan melalui revisi undang undang, seperti Polri, TNI dan Kejaksaan.
Hal ini disampaikan Julius di acara Diskusi Publik Koalisi Masyarakat Sipil dengan Fakultas Hukum Universitas Brawijaya, Jum’at 28 Februari 2025. Selain Julius, hadir sebagai narasumber adalah Peneliti Senior Imparsial dan Ketua Badan Harian Centra Initiative, Dr. Al Araf; Guru Besar Fakultas Hukum Universitas Brawijaya Prof. Dr. Ali Syafaat, S.H., M.H dan dan Saut Situmorang (Pimpinan KPK 2015-2019)
"Undang undang Kejaksaan saja bermasalah karena intelijen kejaksaan punya kewenangan penyelidikan. Harusnya intelijen tidak memiliki kewenangan itu karena tugas intelijen deteksi dini. Ini kewenangan berlebihan dan potensial disalahgunakan," ujar Julius.
Selain itu, kata Julius, hak imunitas yang dimiliki jaksa yang diatur UU Kejaksaan bermasalah karena tidak sesuai dengan asas persamaan di hadapan hukum. Kewenangan hak imunitas jaksa ini, kata dia, kembali akan di perluas dalam RUU kejaksaan, karena itu ini masalah serius.
"Terkait dengan penambahan kewenangan TNI, menurut Julius RUU TNI bermasalah karena akan mengembalikan dwi fungsi ABRI. RUU tni akan memberi ruang tni dapat duduk di jabatan sipil seperti masa orde baru dan ini berbahaya," pungkas Julius.
Kategori : News
Editor : AHS
Posting Komentar