JAKARTA, suarapembaharuan.com - Direktur Eksekutif Lingkar Madani Indonesia (LIMA) Ray Rangkuti menegaskan aneh jika publik mengaku puas dengan kinerja aparat penegak hukum khususnya Polri dan KPK. Pasalnya, kata Ray, fakta di lapangan kinerja Polri dan KPK sangat buruk menyusul muncul berbagai kasus yang melibatkan polisi, mulia dari kasus pemerasan tersangka, penembakan polisi dengan polisi atau warga sipil, polisi menganiaya warga, dan aktivis, dugaan polisi jadi alat politik dan dugaan melindungi kepentingan pengusaha.
"Karena bertolak belakang dengan realitas di lapangan. Sebab, pada realitasnya kedua lembaga tersebut (Polri dan KPK), kinerjanya sangat buruk," ujar Ray saat menjadi narasumber di acara launching hasil survei Civil Society for Police Watch soal 'Pandangan Publik Terhadap Wacana Reposisi Polri' di Hotel Ibis Budget Menteng, Jakarta Pusat, Minggu (9/2/2025).
Menurut Ray, Polri tidak saja dilakukan reposisi, melainkan reformasi terhadap institusi Polri. Pasalnya, reformasi Polri merupakan langkah perbaikan terhadap kultur dan institusi pada kelembagaan kepolisian.
"Perbaikan terhadap Polri pada dasarnya adalah kebutuhan mendesak, karena pada hari ini penegakan hukumnya buruk, pemberantasan korupsinya buruk, perlindungan terhadap hak asasi manusia juga buruk. Maka dari itu, perlu melakukan perubahan, reformasi atau reposisi terhadap Polri," imbuh Ray.
Jika ditelisik lebih lanjut, jelas Ray, problem utama kita sebagai bangsa yakni budaya atau culture, termasuk budaya kepolisian. Menurut dia, hal tersebut harus menjadi perhatian serius pemerintah. Dia menilai budaya dan mentalitas tersebut yang kemudian melahirkan Polri yang koruptif.
“Apa yang kita dapatkan dari Polri di bawah Presiden yakni 10 tahun, semisal era Jokowi? Yang kita rasakan yakni polisi akan menjadi alat kekuasaan, menjadi alat politik atau terlibat dalam politik praktis seperti parcok (partai cokelat) dalam pemilu,” pungkas Ray.
![]() |
Dari hasil survei Civil Society for Police Watch terbaru, menunjukkan publik ingin membuka wacana soal reposisi Polri yang saat ini berada di bawah presiden. Dari hasil survei, mayoritas responden tetap ingin Polri berada di bawah presiden sebanyak sebesar 32,3 persen.
"Hanya saja usulan di luar itu, banyak juga mendapatkan perhatian responden, yakni Polri di bawah Kemendagri 15,8 persen, di bawah Kejaksaan 24,6 persen, sementara yang menjawab Polri di bawah Kemenhan sebesar 15,2 persen, dan responden yang menjawab tidak tahu atau tidak menjawab sebesar 12,2 persen," ujar Peneliti Civil Society for Police Watch, Hasnu dalam rilis hasil survei tersebut.
Dari hasil survei tersebut, kata Hasnu, publik juga menginginkan Polri berada di bawah kementerian/lembaga selain Presiden, Kemendagri, Kemenhan dan Kejaksaan. Responden menginginkan Polri di bawah Kementerian Hukum sebanyak 19,7 persen; di bawah Kementerian Koordinator Bidang Hukum, HAM, Imigrasi dan Pemasyarakatan sebanyak 9,6 persen; di bawah TNI sebanyak 11,6 persen; dan lainnya 5,3 persen. Sementara responden yang menjawab tidak tahu/tidak menjawab sebesar 38,6 persen.
Usulan reposisi ini tidak terlepas dari tingkat kepercayaan dan kinerja Polri yang masih di bawah angka 50 persen. Dari hasil survei Civil Society for Police Watch tersebut, sebanyak 28,7 persen responden yang percaya dengan Polri; sebanyak 3,1 persen sangat percaya; dan 16,3 persen yang percaya pada Polri. Lalu, responden yang menjawab tidak percaya sebesar 10,6 persen, kurang percaya 34,1 persen. Responden yang menjawab tidak tahu/tidak menjawab sebesar 7,2 persen.
Ketika responden diberikan pertanyaan terkait kinerja Polri selama ini, responden yang menjawab cukup baik sebesar 24,3 persen, sangat baik 4,3 persen dan baik 17,3 persen, sementara yang menjawab tidak baik sebesar 1,6 persen, kurang baik 3,7 persen. Responden yang menjawab tidak tahu/tidak menjawab sebesar 48,8 persen.
Survei ini dilakukan pada 1-7 Februari 2035 terhadap 1.700 responden yang merupakan warga Indonesia berusia lebih besar 17 tahun/sudah menikah dan tersebar di 28 provinsi. Responden dipilih menggunakan metode simple random sampling. Margin of error survei +/- 1,9 persen pada tingkat kepercayaan 95 persen. Teknik pengumpulan informasi menggunakan wawancara tatap muka dan microsoft form. Surveyor minimal adalah mahasiswa yang sudah mendapatkan pelatihan survei dari tim pusat.
Kategori : News
Editor : AHS
Posting Komentar