JAKARTA, suarapembaharuan.com – Sekretaris Jenderal (Sekjen) Komite Olimpiade Indonesia (NOC Indonesia), Wijaya M. Noeradi, telah mengirimkan surat resmi kepada Federasi Tenis Meja Internasional (ITTF).
Ist |
Surat tersebut berisi permintaan agar status keanggotaan Persatuan Tenis Meja Seluruh Indonesia (PP PTMSI), yang telah diakui oleh ITTF sejak tahun 1963, dialihkan kepada Federasi Tenis Meja Indonesia (FTMI).
FTMI sendiri merupakan organisasi baru yang dibentuk oleh Menteri Pemuda dan Olahraga Republik Indonesia (Menpora RI).
Permintaan ini memicu kontroversi karena dinilai sebagai bentuk intervensi pemerintah dalam dunia olahraga dengan melibatkan NOC Indonesia.
Menurut berbagai pihak, termasuk Oegroseno, mantan Wakil Kepala Kepolisian RI periode 2013–2014, langkah yang diambil oleh Sekjen NOC Indonesia tersebut dapat dikategorikan sebagai tindakan inkonstitusional.
Oegroseno menyebut bahwa tindakan ini merupakan bentuk “kudeta” terhadap PP PTMSI, yang selama ini telah diakui oleh ITTF.
Ia menuding Menpora RI, Dito Ariotedjo, menggunakan kewenangannya secara tidak sah untuk mengintervensi organisasi olahraga independen.
Kontroversi ini berakar pada keterlibatan Sekjen NOC Indonesia dalam Satuan Tugas (Satgas) Penyelesaian Sengketa Organisasi Tenis Meja dan Anggar (IKASI), yang dibentuk berdasarkan Keputusan Menpora RI No. 145 tahun 2024.
Keberadaan Satgas ini dianggap sebagai bentuk campur tangan langsung pemerintah dalam urusan internal organisasi olahraga, yang seharusnya bersifat mandiri dan bebas dari pengaruh politik.
Tindakan ini dinilai bertentangan dengan sejumlah prinsip dasar yang diatur dalam berbagai regulasi olahraga, baik di tingkat nasional maupun internasional.
Pertama, langkah ini dianggap melanggar prinsip-prinsip dasar yang tertuang dalam Olympic Charter, yang menekankan independensi dan otonomi organisasi olahraga dari intervensi pihak eksternal, termasuk pemerintah.
Kedua, tindakan tersebut bertentangan dengan Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 11 Tahun 2022 tentang Keolahragaan, yang menjamin bahwa organisasi olahraga harus bebas dari intervensi pemerintah atau pihak lain.
Selain itu, tindakan tersebut dinilai tidak sesuai dengan Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 46 Tahun 2024 tentang Penyelenggaraan Keolahragaan.
PP ini menegaskan pentingnya menjaga kemandirian organisasi olahraga demi menjamin prestasi dan integritas olahraga nasional.
Terakhir, kebijakan ini juga melanggar Peraturan Menteri Pemuda dan Olahraga (Permenpora) Nomor 14 Tahun 2024 yang mengatur tentang standar pengelolaan organisasi olahraga, khususnya terkait olahraga prestasi. Peraturan ini menekankan pentingnya tata kelola yang baik dan profesional dalam menjalankan organisasi olahraga tanpa campur tangan pihak lain.
Dengan demikian, langkah yang diambil oleh Sekjen NOC Indonesia memicu polemik besar dalam dunia olahraga nasional.
Berbagai pihak mendesak agar pemerintah, khususnya Kementerian Pemuda dan Olahraga, menghormati prinsip independensi organisasi olahraga dan tidak melakukan intervensi yang dapat merusak tata kelola dan integritas olahraga Indonesia di mata dunia internasional.
Sengketa ini diharapkan dapat diselesaikan dengan cara yang adil dan sesuai dengan regulasi yang berlaku, demi menjaga kehormatan dan reputasi olahraga Indonesia di kancah global. (Ril)
Kategori : News
Editor : AHS
Posting Komentar