MEDAN, suarapembaharuan.com – Dalam upaya meningkatkan keselamatan sekaligus menekan angka kecelakaan di perlintasan kereta api, Dinas Perhubungan Provinsi Sumatera Utara (Dishub Sumut) menggelar Pendidikan dan Pelatihan (Diklat) dan sertifikasi Petugas Penjaga Pintu Perlintasan Kereta Api. Kegiatan ini berlangsung dari 18 hingga 23 November 2024 dengan melibatkan 35 peserta dari enam kabupaten/kota di Sumatera Utara.
Pelatihan ini merupakan kerja sama antara Dinas Perhubungan Sumut, Politeknik Perkeretaapian Indonesia Madiun, dan Balai Pengujian Sumber Daya Manusia Dirjen Perkeretaapian Kementerian Perhubungan. Kegiatan berlangsung di dua lokasi, yaitu BPSDM Sumut dan Kantor PT KAI Divre I Sumut, dengan sistem pembelajaran hybrid yang mencakup teori melalui Zoom Meeting serta praktik lapangan.
Kadishub Sumut, Dr. Agustinus Panjaitan, menekankan pentingnya pelatihan ini sebagai langkah strategis untuk mengurangi angka kecelakaan di perlintasan kereta api. “Lebih dari setengah dari total 3.693 perlintasan kereta api di Sumut belum terjaga. Ini adalah tanggung jawab bersama untuk meningkatkan keselamatan diperlintasan KA,” ujarnya, Rabu (20/11/2024).
Pelatihan ini mencakup materi seperti regulasi perkeretaapian, teknik komunikasi dengan pengguna jalan, serta penanganan situasi darurat. Peserta juga akan mengikuti ujian kompetensi pada akhir kegiatan. Peserta yang berasal dari Kota Medan, Binjai, Tanjung Balai, serta Kabupaten Deli Serdang, Asahan, dan Batu Bara ini dibiayai dari berbagai sumber, termasuk APBD provinsi dan kabupaten/kota.
Dr. Agustinus mengatakan, bimbingan teknis ini merupakan bagian integral dari usaha menjaga keselamatan di lintasan perkeretaapian. Sesuai dengan Peraturan Menteri Perhubungan No. 24 Tahun 2023, setiap penjaga perlintasan kereta api diwajibkan mengikuti pelatihan penyegaran minimal sekali dalam dua tahun. "Pelatihan ini penting untuk memastikan kompetensi para penjaga perlintasan tetap terjaga demi meminimalisasi risiko kecelakaan di lintasan sebidang," jelasnya.
Dishub Sumut mencatat tren temperan (kejadian kereta api menabrak orang, hewan, atau kendaraan lain) yang mengkhawatirkan selama lima tahun terakhir. Pada 2018, sebanyak 39 kejadian temperan tercatat, dengan 6 korban jiwa, 6 luka berat, dan 18 luka ringan. Situasi semakin buruk pada 2019, dengan 56 kejadian, 5 korban jiwa, 21 luka berat, dan 21 luka ringan.
Meskipun sempat turun pada 2020 dengan 32 kejadian, 4 korban jiwa, 7 luka berat, dan 22 luka ringan, angka tersebut tetap menunjukkan urgensi penanganan. Pada 2021, tercatat 19 kejadian dengan 8 korban jiwa dan 13 luka ringan. Tren kembali naik pada 2022 dengan 37 kejadian, 10 korban jiwa, dan 16 luka berat. Sementara pada 2023, ada 50 kejadian dengan 9 korban jiwa, 19 luka berat, dan 25 luka ringan.
Pelatihan ini diharapkan menjadi langkah nyata untuk meningkatkan kompetensi penjaga perlintasan sehingga dapat menekan angka kecelakaan. “Kita tidak hanya berbicara soal tugas, tetapi juga tanggung jawab moral untuk melindungi masyarakat dari risiko kecelakaan di perlintasan kereta api,” pungkas Agustinus.
Kategori : News
Editor : ARS
Posting Komentar