JAKARTA, suarapembaharuan.com - Wakil Ketua DPR RI Cucun Ahmad Syamsurijal menyoroti soal penangkapan 11 orang yang kini sudah ditetapkan sebagai tersangka terkait kasus judi online (judol).
Ist |
Ia mendukung upaya pemberantasan judol mengingat praktik ini memiliki dampak sosial yang sangat besar.
“Pemberantasan judi online memang menjadi sebuah keharusan karena sudah sangat meresahkan dalam kehidupan sosial, berbangsa, dan bernegara kita. DPR mendukung setiap upaya yang dilakukan untuk memberantas judol,” kata Cucun.
Ia pun mengapresiasi Polda Metro Jaya yang menangkap 11 tersangka yang terlibat dalam penyelenggaraan aktivitas judol, di mana dari 11 tersangka ini ada yang berasal dari Kementerian Komunikasi dan Digital (Komdigi).
“Ini yang sangat kita sesalkan bagaimana judol telah menyusup masuk ke institusi negara. Langkah polisi yang tak segan menangkap oknum dari institusi Pemerintah yang ikut masuk dalam jaringan judol harus terus dilanjutkan. Termasuk oleh aparat penegak hukum lain,” ucapnya.
Adapun modus para tersangka yang ditangkap ini adalah melakukan penyalahgunaan kewenangan. Para tersangka itu sebenarnya memiliki tugas memantau hingga memblokir situs-situs judi online.
Namun kewenangan yang diberikan justru disalahgunakan para tersangka karena mereka tidak akan memblokir situs-situs judol yang pengelolanya masih dikenali.
Bahkan untuk memuluskan aksinya, para tersangka menyewa sebuah ruko untuk dijadikan kantor khusus yang mereka sebut sebagai ‘kantor satelit’.
Cucun mengatakan, pemberantasan judi online harus dilakukan dari tingkat hulu sampai ke hilir. Ia juga mengingatkan pentingnya penanganan yang komprehensif dan berkelanjutan dalam mengatasi fenomena judi online.
“Karena dampak judol ini sangat dahsyat dan nyata menggerus kehidupan sosial, ekonomi, dan budaya masyarakat. Mereka yang paling terdampak judol ini justru rakyat di akar rumput,” sambung Pimpinan DPR RI koordinator bidang kesejahteraan masyarakat (Kesra) itu.
Dikatakannya, judi online telah merusak etika bangsa. Apalagi saat ini sudah banyak anak-anak dan remaja yang ikut terbawa pada tren judi online.
Menurut data demografi saat ini, pemain judi online usia di bawah 10 tahun mencapai 2% dari pemain, dengan total 80.000 orang.
Sebaran pemain antara usia antara 10 tahun sampai 20 tahun sebanyak 11% atau kurang lebih 440.000 orang, kemudian usia 21 sampai dengan 30 tahun 13% atau 520.000 orang.
Usia 30 sampai dengan 50 tahun sebesar 40% atau 1.640.000 orang dan usia di atas 50 tahun sebanyak 34% dengan jumlah 1.350.000 orang.
Cucun juga menyoroti banyaknya temuan kasus psikologi pada anak yang kecanduan gadget mulai dari depresi, cemas, hingga anti sosial.
“Ini kan termasuk juga karena judol. Bahkan ada juga kasus anak-anak yang sampai nekat mencuri untuk bisa main judol karena dampak adiktifnya luar biasa. Makanya negara tidak boleh membiarkan menjamurnya judol karena sedikit banyak bisa menurunkan kualitas generasi muda Indonesia,” urainya.
Ia mengimbau agar satuan pendidikan turut ikut berpartisipasi dalam pemberantasan judi online melalui edukasi masif tentang bahaya permainan judi online. Dan, meningkatkan program-program edukatif prestasi agar anak-anak bisa mengurangi aktivitas bermain gadget.
“Tentunya pengawasan orangtua juga menjadi faktor penting di sini. Anak-anak harus selalu dalam pengawasan ketika berselancar internet. Apalagi judi online ini sudah mulai banyak masuk melalui berbagai platform digital,” sebutnya.
Berdasarkan laporan Pemerintah, 3 kota/kabupaten terpapar atau mempunyai transaksi judi online tertinggi di Indonesia, yaitu Kota Jakarta Barat, DKI Jakarta serta Kota Bogor dan Kabupaten Bogor, Jawa Barat.
Ketiga wilayah itu juga mencatatkan angka perceraian yang tinggi. Perceraian banyak pasangan terjadi akibat jeratan judi online.
Misalnya di Bogor, Pengadilan Agama setempat mencatat ada 496 pasangan suami istri bercerai sepanjang semester I-2024. Salah satu penyebab perceraian itu adalah perilaku pasangan yang terjerat judol.
Meski demikian, faktor penyebab cerai akibat judi online tidak berdiri sendiri atau sebagai penyebab tunggal. Ada pula alasan judol memunculkan kekerasan dalam rumah tangga (KDRT).
“Inilah salah satu dampak nyata judi online di kehidupan sosial masyarakat, mengamcam ketahanan keluarga Indonesia. Judol berujung ke pinjol, sampai lari ke masalah ekonomi dan bahkan ke kasus KDRT. Kondisi ini sangat bahaya,” kata Cucun.
Karenanya, Cucun menekankan pentingnya efek jera terhadap pelaku yang memfasilitasi judi online, khususnya para bandar.
“Saya setuju kalau bandar judi online dimiskinkan dengan pasal Tindak Pidana Pencucian Uang (TPPU) seperti bandar narkoba. Karena dampaknya sama-sama mengancam masa depan generasi bangsa,” ungkapnya.
Kategori : News
Editor : AAS
Posting Komentar