JAKARTA, suarapembaharuan.com - Anggota Komisi XIII DPR RI Mafiron menilai anggaran milik Badan Nasional Penanggulangan Terorisme (BNPT) sangatlah minim.
Ist |
Padahal pencegahan terorisme di Indonesia saat ini butuh penguatan meskipun pada tahun 2024 ini kasus terorisme di Indonesia ‘nol’.
“Tak cukup uang Rp400 miliar. Pertama, kita ada di rangking 31 dunia (peringkat sebaran aksi terorisme dan radikalisme pada tahun 2024). Kedua, kita zero (zero terrorist attack) tahun 2024. Tapi, di lembaran (paparan) berikutnya ada 9.640 konten yang berbahaya. Bayangin, dalam satu tahun hampir 10.000 konten mengajak orang untuk melawan negara ini,” ujarnya.
Mafiron mengatakan itu dalam Rapat Dengar Pendapat Komisi XIII dengan Kepala BNPT di Gedung Nusantara II, DPR RI, Senayan, Jakarta.
Secara prioritas pencegahan terorisme memang tidak masuk ke dalam 17 Program Prioritas yang dijanjikan Presiden dan Wakil Presiden Terpilih, Prabowo Subianto dan Gibran Rakabuming Raka.
Namun pada Astacita terdapat penguatan keamanan pada nomor dua yakni ‘Memantapkan sistem pertahanan keamanan negara dan mendorong kemandirian bangsa melalui swasembada pangan, energi, air, ekonomi kreatif, ekonomi hijau dan ekonomi biru.
Menurutnya, program pemerintah dalam hal hilirisasi, pangan, industri dan investasi, pasti ada tempat dan celah untuk nantinya terjadi ketimpangan sosial kalau tidak ada keseimbangan.
“Tapi jangan salah, kalau ada 36 daerah yang berbahaya terorisme, bukan berarti 500 daerah lainnya tidak berbahaya. Kenapa? karena statistik penduduk kita, 63% angkatan kerja kita tidak tamat SMP, tidak tamat SMA yang sangat rentan terhadap hal-hal seperti ini,” jelasnya.
Untuk itu, ia mendorong agar Komisi XIII DPR RI memberi perhatian kepada BNPT terutama dalam hal anggaran. Serta partisipasi masyarakat juga diperlukan untuk membantu BNPT dalam pencegahan terorisme.
“Jadi kita harus memberi perhatian kepada BNPT terutama memberi tempat kepada masyarakat ikut serta membantu BNPT, tidak hanya lembaga pemerintah tapi masyarakatnya untuk ikut membantu. Karena kalau dilihat persentase intoleransi 30 persen bahaya itu, 10 persen saja orang intoleran itu sudah berbahaya apalagi 30 persen,” jelasnya.
Kategori : News
Editor : PAS
Posting Komentar