SEMARANG, suarapembaharuan.com – Pemerintah Provinsi Jawa Tengah bersama Organisasi Buruh Internasional (ILO) dan Uni Eropa, sepakat meningkatkan kerja sama untuk melindungi hak pekerja pada sektor kelautan. Kerja sama itu juga bertujuan meningkatkan kesejahteraan pekerja dan perdagangan produk perikanan, antara Indonesia-Uni Eropa.
Kerja sama diwujudkan melalui tinjauan ke dua pelabuhan perikanan besar di Kota Semarang dan Kota Tegal, 9-10 September 2024). Rombongan yang dipimpin Country Director ILO Country Office untuk Indonesia dan Timor Leste Simrin Singh, serta Dubes Uni Eropa untuk Indonesia dan Brunei Darussalam Denis Chaibi, kemudian menemui Sekretaris Daerah (Sekda) Jateng Sumarno, di Kantor Gubernur Jawa Tengah.
Pada pertemuan itu, mereka sepakat untuk serius memutus praktik perbudakan pada sektor kelautan, melalui sejumlah kebijakan.
Sumarno mengatakan, di Jawa Tengah banyak manning agency yang menyalurkan pekerja migran sektor kelautan, dari dalam maupun luar provinsi. Sehingga, Jateng dipandang sebagai gerbang penyaluran tenaga kerja migran kelautan atau Anak Buah Kapal (ABK).
Menurut data Pemprov Jateng, di provinsi ini terdapat 162.000 orang nelayan dengan 38.689 kapal penangkap ikan. Adapun produksi perikanan tangkap pada 2023 mencapai lebih dari 396.000 ton dengan nilai Rp7,6 triliun.
“Kami terima kasih, dari ILO sudah membantu kami, mudah-mudahan ke depannya yang ilegal itu tak terjadi lagi. Bahwa saudara kita yang bekerja sebagai pekerja migran di sektor perkapalan itu, benar-benar bekerja mendapat perlindungan dan mendapat hak mereka,” tuturnya.
Dari sisi regulasi, Pemprov Jateng telah merilis belid terkait pengawasan norma ketenagakerjaan kapal perikanan. Surat Keputusan bernomor 523/012 tahun 2023 ini, memberi landasan hukum konkret untuk melakukan pemantauan rutin dan berkala, terhadap kondisi ketenagakerjaan di kapal penangkap ikan.
Peraturan itu juga berimplikasi pada pemberian edukasi bagi pemangku kepentingan, untuk memperkuat perlindungan pada nelayan.
Sumarno menegaskan, pihaknya berkomitmen penuh menyelesaikan permasalahan hukum pekerja migran di sektor kelautan. Dari data Disnakertrans Jateng, setiap tahun mengirimkan 50-70 pekerja migran kelautan, dari jumlah itu tidak sampai 1 persen yang terjadi kasus hukum.
Ia mencontohkan, kasus yang terjadi di Kabupaten Pemalang, di mana calon pekerja kebanyakan dari Indonesia bagian timur. Mereka mendaftar melalui maning agent di Pemalang, namun tidak segera diberangkatkan.
“Secara regulasi perlindungan sudah banyak kita lakukan. Kita bersama ILO inspeksi bersama, karena Jateng itu pintu keluar (pekerja migran kelautan), sehingga kita inspeksi di biro-bironya. Kasus di Pemalang, kemarin kita bantu pulangkan ke wilayah mereka. Kalau ada warga Jateng di mana pun warga bermasalah, kita pasti berkomitmen memulangkan,” imbuh Sumarno.
Country Director ILO Country Office untuk Indonesia dan Timor Leste, Simrin Singh mengatakan, kerja sama tersebut berfokus pada pencegahan kasus pekerja migran kelautan.
“Satu hal yang penting juga adalah adanya pusat layanan untuk mencegah kasus terjadi. Kalau pun terjadi, Anda tahu harus kemana dan mengadu kepada siapa, untuk memastikan keselamatan mereka,” paparnya.
Dubes Uni Eropa untuk Indonesia dan Brunei Darussalam, Denis Chaibi mengapresiasi langkah Pemprov Jateng dan ILO. Menurutnya, perdagangan Uni Eropa dan Indonesia bernilai hampir 30 miliar Euro.
“Bukan yang terbesar, tapi dampaknya kepada pekerja sektor kelautan sangat besar, hampir 300 juta dolar Amerika setahun. Dan kami mengapresiasi ini, dengan memberikan dana melalui ILO yang kemudian bekerja dengan ahli, dan pemerintah setempat, untuk membuat peraturan. Kami ingin memastikan, hal ini menguntungkan pekerja dan berpeluang meningkatkan perdagangan,” tutup Denis.
Kategori : News
Editor : YZS
Posting Komentar