Komisi Yudisial Lemah, Hakim Nakal Tambah Berani, Investor Singapura Sampaikan Bukti Tambahan

JAKARTA, suarapembaharuan.com - Banyaknya hakim nakal beberapa waktu terakhir ini, dinilai sebagai minimalisnya peran Komisi Yudisial RI dalam membersihkan peradilan di Indonesia. Dalam banyak hal, KY hanya dianggap sebagai Lembaga pengawasan biasa  atau sekadar pihak yang melakukan rekrutmen hakim agung.



Hal itu disampaikan Praktisi Hukum, M Mahfuz Abdullah saat ditemui Gedung Komisi Yudisial RI, Salemba, Jakarta Pusat, Rabu (04/09/2024) siang.


“Sejak dilahirkan di era reformasi, KY diharapkan berperan besar untuk melakukan pembenahan dunia peradilan kita. Sayangnya, peran KY masih sangat minimalis, tidak menakutkan bagi hakim. Para oknum hakim nakal ini makin berani. Sehingga masih banyak mafia peradilan yang mengotori dunia hukum kita,” kata Mahfuz Abdullah.


Semestinya, imbuh dia, KY bisa berperan lebih besar dengan melakukan peran sebagaimana kewenangan dalam pasal 20 UU 18 Tahun 2011 tentang Komisi Yudisial. 



“UU itu memberi wewenang kepada KY untuk untuk melakukan penyadapan dan merekam pembicaraan dalam hal adanya dugaan pelanggaran Kode Etik dan/atau Pedoman Perilaku Hakim oleh Hakim. Jadi kalau ada putusan yang ngaco, ngawur, kan bisa dilakukan upaya-upaya itu. Karena KY juga berperan untuk preventif atau mencegah. Sebelum terjadinya proses hukum yang sesat, bisa saja melakukan penyadapan. Penyadapan tidak hanya komunikasi, tetapi bisa juga aliran dana dengan menggandeng PPATK,” tegasnya.


Disebutkan, jika dilihat dari fakta sosial, putusan aneh yang dikeluarkan hakim hanya dilatarbelakangi oleh dua kepentingan, yaitu terkait jabatan atau uang. 


“Kita percaya para hakim itu orang-orang yang cerdas, gak mungkin bikin putusan yang aneh-aneh kalau masih lurus saja. Jadi kalau ada putusan aneh dan ngawur, maka kecurigaan kita pada iming-iming jabatan atau uang. Nah, KY bisa melakukan pemeriksaan atas dasar itu,” ujar pria yang dikenal “orang dekatnya” tokoh intelijen AM Hendropriyono ini.



Mahfuz Abdullah menyebutkan, kedatangannya ke Komisi Yudisial karena diundang Lembaga tersebut untuk melengkapi barang bukti atas laporan yang telah dilayangkannya. 


“Hari ini, kami selaku kuasa hukum dari BUT Qingjiang Internasional (South Pacific) Grup Development Co., Pte Ltd, (CNQC) dan PT Nusa Konstruksi Engjiniring Tbk (NKE) yang melaporkan tiga hakim PN Jakarta Pusat. Kami diminta untuk melengkapi bukti tambahan. Kami sangat mengapresiasi Langkah KY dan kami optimis laporan kami ditindaklanjuti sesuai kewenangan KY,” pungkasnya.   



Diketahui, Perusahaan konstruksi asal Singapura, BUT Qingjiang Internasional (South Pacific) Grup Development Co., Pte Ltd, (CNQC) dan PT Nusa Konstruksi Engjiniring Tbk (NKE) melalui kuasa hukumnya melaporkan tiga hakim PN Jakarta Pusat ke Komisi Yudisial.  


Kedua perusahaan tersebut merasa dirugikan oleh tiga oknum majelis hakim PN Jakarta Pusat yang memeriksa dan mengadili perkara Nomor 617/Pdt.G/2023/PN.Jkt.Pst yang diajukan PT Pollux Aditama Kencana, anak usaha PT Pollux Properties Indonesia Tbk.


Ketiga hakim tersebut adalah Dr Zulkifli Atjo SH MH, Dennie Arsan Fatrika SH MH dan  Heneng Pujadi SH MH. Mereka dilaporkan karena diduga tidak professional dan melanggar Etika dan Pedoman Perilaku Hakim saat memeriksa, mengadili dan meputus perkara Nomor 617/Pdt.G/2023/PN.Jkt.Pst. Laporan tersebut, diterima pihak KY dengan nomor laporan 0622/VIII/2024/P. 


Kategori : News


Editor     : AHS

Post a Comment

Lebih baru Lebih lama