Komisi VI DPR: Aturan TKDN Berpotensi Menyurutkan Investasi Besar

JAKARTA, suarapembaharuan.com – Kementerian Perindustrian (Kemenperin) telah menerbitkan Peraturan Menteri Perindustrian (Permenperin) No. 46/22 dengan tujuan memberi peluang bagi Industri Kecil dan Menengah (IKM) untuk berpartisipasi dalam pengadaan barang dan jasa pemerintah. Namun, dalam praktiknya, aturan ini diduga dimanfaatkan oleh perusahaan besar yang seharusnya tidak termasuk dalam kategori IKM.



Permenperin No. 46/22 yang mewajibkan IKM untuk memenuhi ketentuan Tingkat Komponen Dalam Negeri (TKDN) sebesar 40% untuk dapat berpartisipasi dalam pengadaan pemerintah. Menanggapi hal ini, Anggota Komisi VI DPR RI, Darmadi Durianto, menyatakan bahwa pengawasan yang ketat sangat diperlukan untuk memastikan efektivitas aturan tersebut.


"Syarat TKDN sebesar 40% harus disertai dengan pengawasan yang ketat. Saat ini, banyak perusahaan besar yang memanfaatkan regulasi ini untuk mengikuti proyek pemerintah," ujar Darmadi yang juga merupakan Bendahara Megawati Institute.


Darmadi menekankan bahwa lemahnya pengawasan terhadap implementasi TKDN dapat berdampak negatif dan berpotensi menghambat pertumbuhan investasi domestik. "Kurangnya pengawasan di lapangan justru dapat membuat investor besar hengkang," tegasnya.


Darmadi menjelaskan bahwa kemudahan bagi usaha dengan modal di bawah lima miliar rupiah untuk mendapatkan sertifikat TKDN IK dan penetapan besaran TKDN 40% justru membuka celah penyimpangan. 


"Kebijakan ini dapat dimanfaatkan oleh pihak tertentu untuk memperoleh keuntungan dengan cara yang tidak sesuai," jelasnya.



Menurut Darmadi, modus yang digunakan melibatkan pendaftaran perusahaan sebagai IKM dengan verifikasi dokumen secara daring. "Perusahaan ini kemudian menawarkan produk yang sebenarnya tidak diproduksi sendiri," tambahnya.


Lebih jauh, Darmadi mencurigai bahwa modus serupa juga terjadi pada pengadaan sistem pendingin udara (AC) dalam proyek pemerintah.


 "Hal ini dapat merugikan pemerintah karena TKDN IK yang seharusnya mendorong pertumbuhan industri kecil justru dimanfaatkan oleh pelaku bisnis yang tidak bertanggung jawab," katanya.


Darmadi juga mengungkapkan kekhawatiran tentang dampak negatif pada investasi industri pendingin dan refrigerasi di Indonesia.


"Penerapan TKDN yang seharusnya mendorong produksi dalam negeri malah dapat menutup peluang investasi dari perusahaan internasional, seperti perusahaan AC asal Jepang yang berencana mendirikan fasilitas produksi senilai 3,3 triliun rupiah di Indonesia," ungkapnya. Fasilitas ini diharapkan dapat menyerap sekitar 2.500 tenaga kerja dan mulai beroperasi pada Desember 2024.


Darmadi menekankan perlunya tindakan nyata dari pemerintah melalui koordinasi antar kementerian untuk menangani masalah ini. 


"Pemerintah harus memastikan tidak hanya mendorong investasi, tetapi juga memperkuat pengawasan agar investasi dalam negeri tidak terganggu. Tindakan segera diperlukan untuk menghindari dampak yang lebih besar," tutupnya.


Kategori : News


Editor     : AHS

Post a Comment

Lebih baru Lebih lama