BOGOR, suarapembaharuan.com - Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP) melalui Direktorat Jenderal Pengelolaan Kelautan dan Ruang Laut (Ditjen PKRL) berkomitmen dalam pengelolaan jenis ikan yang dilindungi secara berkelanjutan.
Ist |
Komitmen ini diimplementasikan dalam Penilaian Nasional untuk Efektivitas Pengelolaan Jenis Ikan (EPANJI) pada biota yang dilindungi dan/atau tercantum dalam Apendiks CITES pada 17-20 September 2024 di Bogor yang didukung oleh USAID Kolektif dan Yayasan WWF Indonesia. Penilaian ini dilakukan guna melakukan evaluasi serta menyusun rekomendasi untuk pengelolaan di tahun selanjutnya.
“Tingginya keberagaman jenis ikan di Indonesia menjadi salah satu kekayaan sumber daya alam yang perlu dilestarikan. Setiap spesies memiliki keterhubungan dalam rantai ekosistem, sehingga perlu dipastikan tidak ada jenis yang hilang, khususnya di ekosistem air tawar maupun air laut untuk menjaga keberlanjutan sumber daya laut dan perikanan. Berdasarkan pengaturan dalam UU 32/2024 bahwa Tumbuhan dan Satwa Liar (TSL) tertentu yang meliputi seluruh biota laut menjadi tanggung jawab KKP dalam konservasinya. EPANJI membantu dalam pelaksanaan tanggung jawab itu,” terang Direktur Konservasi Ekosistem dan Biota Perairan, Firdaus Agung.
Firdaus juga menjelaskan, sejak 2020 terdapat 20 jenis ikan prioritas konservasi yaitu hiu Apendiks CITES, pari Apendiks CITES, hiu paus, pari perlindungan penuh, penyu, karang hias, napoleon, sidat, dugong, cetacean, teripang, hiu berjalan, kima & lola, banggai cardinal fish (BCF), arwana, bilih, kuda laut, bambu laut dan akar bahar, terubuk, dan belida. Pada pertemuan ini 20 jenis ikan prioritas konservasi kembali di evalusi pengelolaannya.
Pada kesempatan tersebut, Direktur Program Kelautan dan Perikanan WWF-Indonesia, Imam Musthofa Zainudin menyampaikan “Indikator E-PANJI serta pengukuran dari tingkat site MPA/maupun non MPA perlu diperkuat sehingga dapat difokuskan perubahan dampak dari sisi ekologi maupun ekonomi.”
“Dari 20 spesies prioritas KKP, terdapat 8 kelompok jenis yang menjadi fokus WWF yaitu hiu Appendiks, pari Appendiks, cetacean, dugong, hiu paus, pari manta, penyu dan sidat. WWF juga terus mendukung upaya pemerintah dalam pengelolaan spesies laut terutama untuk perlindungan habitat, memberikan data dan penilaian, pengurangan ancaman seperti poaching, perdagangan illegal, pendampingan kelompok wisata, serta fokus peningkatan tingkat keloloshidupan spesies dari bycatch/tangkapan sampingan, dan keterdamparan,” lanjutnya.
Bycatch dan perdagangan illegal menjadi contoh ancaman yang cukup tinggi bagi spesies laut. Untuk penanggulangan bycatch, selama 2022-2024 WWF-Indonesia bersama nelayan local champion dan observer di 5 lokasi Pelabuhan Ratu, Muncar, Paloh, Pekalongan, dan Derawan berhasil melepaskan kembali 151 penyu dan 196 cetacean. Adapun upaya pelaporan perdagangan ilegal produk dari penyu di e-commerce pun berhasil di turunkan lebih dari 50% dalam setahun.
Sejalan dengan kebijakan KKP yang ditegaskan oleh Menteri Kelautan dan Perikanan Sakti Wahyu Trenggono perlunya mendorong dan memprioritaskan keberlanjutan ekologi laut seiring dengan pemanfaatan laut secara optimal, baik dari aspek ekonomi maupun sosial budaya. Dengan demikian, tidak hanya generasi saat ini yang dapat merasakan manfaat sumber daya kelautan dan perikanan, tetapi juga generasi yang akan datang.
Kategori : News
Editor : RCS
Posting Komentar