Ehipassiko School di BSD Bantah Berhentikan Sepihak Siswi kelas 1 SMP karena Dugaan Bullying Verbal

TANGERANG, suarapembaharuan.com – Ehipassiko School di BSD, Tangerang Selatan membantah melakukan pemberhentian sepihak terhadap NCS, Siswi kelas 1 SMP karena dugaan bullying.  Menurut ketua Yayasan Pancaran Dharma Ratana, Febrian Temansjah, NCS keluar dari sekolah karena orangtua NCS tidak menerima proses pembinaan karakter yang diterapkan pihak sekolah kepada NCS dan terucap akan menarik NCS dari sekolah Ehipassiko.  



Dari kronologi yang dihimpun pihak sekolah didapatkan fakta bahwa kasus ini bermula dari terjadinya komunikasi melalui Whatsapp antara NCS dan NA. Orangtua NA kemudian memberitahukan kepada sekolah mengenai terjadinya komunikasi tersebut. Setelah melakukan kajian mendalam, pihak sekolah menyimpulkan bahwa ada kekerasan verbal yang dilakukan oleh NCS kepada NA. 


Dalam kajian tersebut, pihak sekolah merasa perlu melakukan pembinaan dan pendisiplinan kepada NCS dan peserta didik yang terlibat. Pembinaan yang dilakukan pihak sekolah adalah dengan memberikan tugas piket di sekolah selama 1 minggu serta melaporkan kegiatan rumah ibadah setiap minggu selama 1 bulan. 


Menanggapi pembinaan yang dilakukan oleh pihak sekolah, Bapak FS, selaku orangtua NCS datang ke sekolah untuk bertemu dengan kepala sekolah. Dalam pertemuan yang tersebut, bapak FS merasa keberatan dengan pembinaan terhadap anaknya. Namun demikian, yang dikeluhkan oleh pihak sekolah adalah, perilaku Bapak FS yang datang dan membentak kepala sekolah, melakukan ancaman sehingga kepala sekolah dan guru-guru yang hadir merasa sangat ketakutan. Dalam kesempatan tersebut, bapak FS mengatakan akan mengeluarkan anaknya dari sekolah karena merasa tidak cocok dengan aturan sekolah, dan meminta pengembalian uang sekolah yang telah dibayarkan.


Kepala Sekolah SMP Ehipassiko, Meidiana Tanadi, menjelaskan bahwa pihak sekolah telah berusaha melakukan segala sesuatunya sesuai dengan prosedur. Pihak sekolah telah berkomunikasi dengan kedua peserta didik, rekan peserta didik yang terkait, dan orangtua kedua belah pihak.  


Dalam konferensi pers (Selasa, 07 Agustus 2024), Febrian menegaskan “pengembalian peserta didik kepada orangtua bukan dilakukan karena kesalahan anaknya, namun karena orangtua tidak dapat bekerjasama dengan pihak Ehipassiko School dan permintaan awal dari orangtua siswi tersebut yang ingin mengeluarkan anaknya dari sekolah.” Sebagai sekolah karakter, dibutuhkan kerjasama yang baik dari orangtua, agar tujuan dan capaian pembelajaran yang ditetapkan bisa tercapai sesuai dengan yang diharapkan. 


Menanggapi terjadinya penyekapan terhadap peserta didik tersebut, pihak sekolah menegaskan bahwa hal tersebut tidak pernah terjadi. Kenyataannya adalah, peserta didik diminta untuk belajar secara mandiri sesuai jam mata pelajaran di ruang guru dengan didampingi oleh wakil kepala bidang kurikulum. Ketika belajar mandiri, peserta didik tetap mendapatkan haknya sebagai pelajar untuk mendapatkan pendidikan. 


Pihak sekolah terus berkoordinasi dengan Dinas Pendidikan dan Kebudayaan kota Tangerang Selatan untuk mendapatkan masukan dan arahan dalam menyelesaikan masalah ini. Pihak sekolah menganggap bahwa ini adalah permasalahan internal, bagian dari proses pendidikan yang biasa dilakukan untuk membentuk karakter peserta didik sesuai dengan visi, misi dan tujuan sekolah. Pihak sekolah akan terus memegang teguh prinsip kepatuhan dan kebenaran terhadap sistem pendidikan di Indonesia, sehingga melakukan segala sesuatunya sesuai dengan prosedur dan aturan yang berlaku.


Kategori : News


Editor      : AHS

Post a Comment

Lebih baru Lebih lama