JAKARTA, suarapembaharuan.com - Pemerintah diminta waspadai eefek domino terkait anloknya harga komoditas unggulan seperti harga CPO, mineral, dan batubara.
Repro Google |
Hal ini menandakan segera berakhirnya windfall harga komoditas yang sudah dinikmati semenjak pertengahan bulan Juli tahun 2021.
"Turunnya harga komoditas unggulan tersebut, berdampak terhadap penerimaan negara (Pajak dan PNBP). Seperti tergambar dalam realisasi pendapatan negara semester I tahun 2024 sebesar Rp1.320,73 triliun atau 47,1 persen terhadap APBN 2024," kata Anggota Komisi XI DPR RI Anis Byarwati, di Jakarta.
Menurutnya, kinerja penerimaan negara tersebut terkontraksi 6,2 persen dibandingkan dengan periode yang sama pada tahun 2023.
Anis menyebut, imbas dari turunnya harga komoditas unggulan juga terasa pada sektor perpajakan. Penerimaan perpajakan semester I tahun 2024 mencapai Rp1.028 triliun atau 44,5 persen terhadap APBN 2024.
Kinerja perpajakan tersebut terkontraksi 7,0 persen dari periode yang sama tahun sebelumnya. Hal ini menunjukkan bahwa, penerimaan negara masih sangat tergantung dari harga komoditas.
"Tentunya pemerintah sudah harus mengantisipasi, dengan menyusun exit strategy dari dampak moderasi komoditas. Sebab, penurunan harga komoditas sangat sensitif terhadap penerimaan negara. Kita berharap hingga akhir tahun 2024, penerimaan negara bisa sesuai dengan target yang sudah ditetapkan dalam APBN 2024," katanya.
Politisi PKS ini mengingatkan agar pemerintah tetap konsisten menjalankan prinsip efisiensi dan efektifitas anggaran yang menghasilkan anggaran berkualitas (spending better).
Selain itu, masih rendahnya penyerapan belanja sejumlah K/L dibawah angka 30%, perlu mendapat perhatian.
"Kita ingin memastikan bahwa setiap rupiah belanja pemerintah fokus untuk mendukung peningkatan kualitas SDM yang terampil, penghapusan kemiskinan ekstrem. Penurunan prevelansi stunting, percepatan pembangunan infrastruktur pendukung dan pelayanan dasar bidang Kesehatan dan pendidikan," ungkapnya.
Wakil Ketua BAKN DPR RI ini juga mengungkapkan semenjak diberlakukannya UU Nomor 1 Tahun 2022 tentang Hubungan Keuangan Pemerintah Pusat dan Daerah (HKPD) yang mulai diimplementasikan pada APBN tahun 2023.
Kebijakan Transfer ke Daerah (TKD), diharapkan mampu mendorong pertumbuhan ekonomi melalui peningkatan sinergi kebijakan fiskal pusat dan daerah.
Benang kusut persoalan TKD yang selalu menjadi persoalan pusat dan daerah diharapkan sudah bisa terurai dengan baik.
"Kita ingin realisasi TKD tahun 2024 lebih baik dari tahun-tahun sebelumnya. Sehingga akan mampu meningkatkan pertumbuhan ekonomi dan kemandirian daerah dalam mengelola potensi ekonomi yang dimilikinya," ujarnya.
Anis juga menyebut pengelolaan pembiayaan anggaran tahun 2024 hendaknya dilaksanakan dengan tetap menjaga kesehatan APBN dan kesinambungan fiskal.
Pemerintah perlu terus berhati-hati, mengingat pembiayaan utang merupakan komponen terbesar sumber pembiayaan dalam menutup defisit anggaran.
Kinerja pembiayaan utang akan sangat dipengaruhi oleh berbagai faktor seperti kondisi portofolio, pasar SBN, serta fluktuasi nilai tukar rupiah.
Anis berharap terjadi perbaikan kinerja pada semester II APBN tahun 2024, sehingga target APBN 2024 dengan outlook yang dicapai pada akhir tahun 2024, tidak akan terlalu jauh berbeda.
"Kita berharap Pemerintah senantiasa mengelola utang secara hati-hati dengan risiko yang terkendali melalui komposisi optimal. Baik mata uang, suku bunga, maupun jatuh tempo. Selain itu, berbagai faktor risiko global tetap perlu diwaspadai dan tetap harus prudent dalam melaksanakan APBN 2024 agar capaian atas target defisit anggaran tetap terjaga," pungkasnya.
Kategori : News
Editor : ZHR
Posting Komentar