Anak yang tinggal di tengah lingkungan keluarga dengan kebiasaan merokok punya potensi mengalami stunting lebih besar, dibandingkan anak yang tinggal di lingkungan keluarga yang tidak merokok. Kok bisa?
Persoalan stunting masih tidak ada habisnya dan menjadi salah satu isu yang mendapat perhatian khusus dari pemerintah. Stunting atau biasa disebut juga dengan tengkes merupakan gangguan pertumbuhan pada anak yang ditandai dengan kurangnya tinggi badan anak. Jika dibandingkan dengan anak seusianya. Tapi perlu diingat! Bahwa anak pendek belum tentu stunting, tapi anak stunting pasti pendek.
Ilustrasi |
Menurut WHO, suatu negara dikatakan punya masalah stunting jika angka kasusnya di atas 20%. Sedangkan di Indonesia sendiri, melalui data yang diperoleh dari hasil Survei Status Gizi Indonesia (SSGI) tahun 2021 angka stunting di Indonesia masih berada diangka 21,6%.
Faktanya, tingginya status stunting di Indonesia ini dipengaruhi oleh beberapa hal diantaranya: Kurangnya asupan gizi ibu selama hamil, kebutuhan anak yang tidak tercukupi, kondisi sanitasi yang buruk, kurangnya persediaan air bersih, hingga terbatasnya akses pelayanan kesehatan.
Dari beberapa penyebab tersebut, tenyata kebiasaanya merokok bisa pula menjadi pemicu anak mengalami stunting. Mengutip dari hasil penelitian Pusat Kajian Jaminan Sosial Universitas Indonesia tahun 2018, membuktikan bahwa konsumsi rokok pada orang tua mampu mengakibatkan anak mengalami stunting. Tapi kok bisa?
Mari kita simak baik-baik, hal ini disebabkan oleh 2 faktor yaitu:
1. Asap Rokok Ganggu Tumbuh Kembang
Kebiasaan anggota keluarga merokok di rumah dapat menyebabkan udara di lingkungan rumah menjadi tidak sehat. Asap rokok mampu bertahan di udara selama kurang lebih empat jam. Selain itu, asap rokok juga akan terus menempel pada rambut selama 10 hari, baju 19 bulan dan menempel di sofa hingga kasur berbulan-bulan bahkan bertahun-tahun setelah tidak merokok.
Ini tentunya tanpa sengaja menyebabkan anak terpapar asap rokok dan memberikan efek negatif pada tumbuh kembang anak. Asap rokok mengandung lebih dari 7000 bahan kimia yang berbahaya bagi kesehatan, khususnya bagi tumbuh kembang anak. Beberapa bahan kimia tersebut disinyalir mampu mengakibatkan kerusakan pada organ tubuh dan sel-sel tubuh.
2. Biaya Rokok Menelan Kebutuhan Gizi Hingga Pendidikan
Tidak bisa dipungkiri bahwa rokok kini telah menjadi kebutuhan sehari-hari bagi sebagian orang, biaya yang dikeluarkan untuk membeli rokok juga terbilang tidak kecil. Jatah uang yang harusnya bisa untuk membeli makanan bergizi, biaya kesehatan, dan pendidikan jadi terpotong karena konsumsi rokok.
Dalam penelitian yang dilakukan oleh Tim Pusat Kajian Jaminan Sosial Universitas Indonesia (PKJS-UI) ini memperlihatkan data konsumsi rokok dari tahun 1997-2014, bahwa konsumsi rokok dari tahun tersebut naik sekitar 2% dan digantikam oleh penurunan konsumsi beras, protein, sumber lemak serta pendidikan.
Fakta mencengangkan juga didapat melalui Atlas Tembakau Indonesia pada tahun 2022, bahwa semakin miskin kondisi masyarakat, justru konsumsi rokoknya akan semakin tinggi. Bahkan rokok telah menjadi salah satu penyumbang kemiskinan karena tingkat konsumsinya yang tinggi. Diketahui harga rokok berkontribusi terhadap faktor kemiskinan sebesar 11.38% dipedesaan dan 12.22% di perkotaan.
Artinya, jika belanja rokok mampu dikurangi bahkan bisa dihilangkan sama sekali. Maka kesempatan bagi keluarga miskin untuk belanja makanan bergizi akan jauh lebih besar. Dari sinilah mampu kita lihat hubungan kuat antara konsumsi rokok, stunting, dan kemiskinan.
Stunting yang terus berlanjut pada anak menyebabkan berbagai macam masalah, diantaranya: Penurunan imun tubuh hingga kecerdasan anak di bawah rata-rata sehingga prestasi belajarnya menjadi tidak maksimal.
Kasus ini tentunya harus segera dituntaskan, karena bisa mengganggu potensi kualitas sumber daya manusia. Selain itu, masih banyaknya kasus stunting yang terjadi juga menyebabkan penurunan tingkat kesehatan, hingga kematian pada anak. Untuk itulah kenapa pencegahan stunting itu penting.
Pencegahan dapat dilakukan melalui beberapa hal diantaranya: Pemberian gizi seimbang pada ibu selama masa kehamilan dan menyusui, hingga pemberian gizi seimbang bagi anak selama proses tumbuh kembang. Selain itu, juga dilakukan peningkatan akses air bersih, menjaga kebersihan sanitasi, dan peningkatan pelayanan kesehatan.
Upaya-upaya ini jika dijalankan secara menyeluruh dan berkelanjutan, mampu menciptakan masa depan yang lebih sehat dan cerah bagi generasi penerus bangsa ini.
Penulis : Devita Apriliana mahasiswi Universitas Trunojoyo Madura.
Editor : ARS
Posting Komentar