JAKARTA, suarapembaharuan.com - Koordinator Tim Pembela Demokrasi Indonesia (TPDI), Petrus Selestinus menanggapi keputusan Dewan Kehormatan Penyelenggaran Pemilu (DKPP) yang menjatuhkan sanksi kepada Ketua dan anggota KPU RI dalam proses pendaftaran Gibran Rakabuming Raka sebagai calon wakil presiden. Sanksi yang dijatuhkan berupa peringatan keras terakhir.
Petrus Selestinus. Ist |
Menurut Petrus, secara moral Legitimasi KPU telah mengalami kehancuran di mata publik. Dan untuk mengembalikan legitimasinya itu, maka KPU RI tidak punya pilihan lain selain harus berjiwa besar mengeluarkan sebuah Keputusan Progresif berupa mendiskualifikasi Pasangan Capres-Cawapres Prabowo Subianto-Gibran Rakabuming Raka sebagai Peserta Pemilihan Presiden dan Wakil Presiden 2024.
"KPU juga harus memerintahkan Partai-partai di Koalisi Indonesia Maju mengajukan Calon Pengganti Capres-Cawapres, atau Pemilihan Presiden 2024 tanpa Prabowo Subianto dan Gibran Rakabuming Raka, karena berbagai pelanggaran Etik, Hukum dan Konstitusi termasuk merujuk kepada Putusan No.99/PUU-XXI/2023, tgl. 16/10/2023 dan Putusan MKMK No. 2/MKMK/L/ ARLTP/10/2023, tgl 7/11/2023," tegas Petrus, Senin (5/2/2024).
Petrus juga mendesak penundaan penyelenggaran Pemilu dalam waktu 2 x 14 Hari terhitung sejak tanggal 14 Februari 2024. Hal ini agar Partai-partai di koalisi Indonesia Maju mengajukan Calon Presiden dan Calon Wakil Presiden pqengganti, akibat diskualifikasi terhadap Capres Prabowo Subianto dan Cawapres Gibran Rakabuming Raka.
Petrus melanjutkan, diskualifikasi terhadap Prabowo-Gibran oleh KPU RI dikarenakan putusan DKPP menempatkan Gibran menjadi Cawapres yang dalam memperoleh tiket Cawapres dari KPU melalui Perbuatan Melanggar Hukum dan Melanggar Etika. Hal itu membuat Gibran tidak layak, tidak pantas dan tidak sepatutnya menjadi Cawapres 2024 mendampingi Capres Prabowo Subianto.
"Alasan hukumnya sangat kuat, karena Keputusan KPU menetapkan Gibran sebagai Cawapres bertentangan dengan Etika dan Pedoman Perilaku Penyelenggara Pemilu, yang menurut UU No. 30 Tahun 2014 Tentang Administrasi Pemerintahan dinyatakan sebagai Perbuatan Melanggar Hukum oleh Pejabat Pemerintah karena melanggar Asas-Asas Umum Pemerintahan," ujar Petrus.
Putusan DKPP ini, sambung Petrus, harus dikawal pelaksanaannya agar bermanfaat bagi perbaikan terhadap prinsip demokrasi, kedaulatan rakyat dan konstitusi yang dilanggar sejak Nepotisme dibangun Jokowi. Putusan DKPP juga harus dikawal dengan memperhatikan opini publik yang berkembang terutama suara Para Civitas Akademica lintas Perguruan Tinggi Negeri dan Swasta sebagai representasi para Intelektual, Cendekiawan dan Ilmuwan Indonesia yang netral dan prihatin akibat daya rusak yang ditimbulkan oleh Dinasti Politik dan Nepotisme yang merusak Partai Politik, Demokrasi, Kedaulatan Rakyat dan Konstitusi.
"Oleh karena itu Putusan DKPP No.135-136-137 dan No. 141--PKE-DKPP/XII/ 2023, Tanggal 5/2/2024 dimaksud, harus dikawal pelaksanannya oleh rakyat, karena KPU RI patut diduga berada dalam cengkraman dan kendali Kekuasaan Dinasti Politik dan Nepotisme Jokowi, sehingga berhasil mengubah orientasi politik Komisoner KPU bahkan seluruh ASN menuju sikap politik monoloyalitas pada kepentingan Dinasti Politik dan Nepotisme Jokowi," tegas Petrus.
Seperti diketahui, Putusan DKPP No. 135-136-137-141-PKE-DKPP/XII/2023, Tanggal 5 Februari 2024 dalam amarnya menyatakan Teradu Hasyim Asy'ari (Ketua KPU), Yulianto Sudrajat, Agus Mellaz, Betty Epsillon Idroos, Persadaan Harahap, Idham Holik dan Mochammad Afifuddin, semuanya (Anggota KPU), terbukti melakukan pelanggaran Kode Etik dan Pedoman Perilaku Penyelenggara Pemilu, berimplikasi hukum kepada tidak sah dan/atau batal demi hukum status Pencapresan Prabowo Subianto -Gibran Rakabuming Raka dalam Pilpres 2024.
Alasan Majelis DKPP dalam putusannya itu adalah karena berdasarkan penilaian atas fakta dalam persidangan yang diperoleh dari keterangan Para Pengadu, Saksi, Pihak Terkait, Keterangan Ahli, Bukti-bukti Dokumen dan Jawaban Teradu Hasyim Asy'ari (Ketua KPU), Yulianto Sudrajat, Agus Mellaz, Betty Epsillon Idroos, Persadaan Harahap, Idham Holik dan Mochammad Afifuddin, (Anggota KPU), maka DKPP menyatakan Hasyim Asy'ari dkk. terbukti melakukan Pelanggaran Kode Etik dan Pedoman Perilaku Penyelenggara Pemilu.
Karenanya, DKPP dalam Pertimbangan dan Kesimpulannya memutuskan dengan PUTUSAN DKPP yaitu menjatuhkan sanksi Adminsitratif berupa Peringatan Keras Terakhir kepada Hasyim Asy'ari (Ketua KPU), sedangkan Komisoner KPU lainnya dijatuhkan sanksi Adminsitratif berupa Peringatan Keras.
Kategori : News
Editor : AHS
Posting Komentar