LEMBANG, suarapembaharuan.com - Ada banyak cerita tentang Jenderal polisi Hoegeng Imam Santoso, yang disingkat Jenderal Polisi Hoegeng. Begitu mengesankan dimana ia telah membuat satu standar keteladanan yang sepertinya akan sangat sulit diikuti oleh polisi manapun yang ada di dunia.
Satu karakter dasar dari pak Hoegeng adalah tanpa pamrih, walau orang sering bilang beliau seorang yang jujur, sederhana, bijak sehingga memiliki integritas tanpa banding, namun saya meyakini bahwa semua keteladanan itu lahir dari dasar dirinya yang bekerja tanpa pamrih.
Beliau bekerja sebagai polisi, bukan untuk mendapatkan kekayaan, atau jabatan, tapi murni pengabdiannya kepada negara. Tanpa mengharapkan balasan apapun. Sepi ing pamrih, rame ing gawe, ini sebuah kata yang suka terlintas di hati saya bila berbicara jiwa tanpa pamrih Jenderal Polisi Hoegeng. Dalam perwayangan, sosok beliau ini adalah seperti tokoh Gatot kaca, yaitu tokoh yang siap berangkat untuk mati bertempur demi negara, walau ia tahu harus menyerahkan nyawanya.
Tanpa pamrih ini, misalnya bisa dilihat dari tutur kisah Jenderal Polisi Hoegeng, Pada saat setelah tiga tahun menjadi intel (sebagai kepala Dinas Pengawasan Keselamatan Negara se-Jawa Timur—badan intel kepolisian kala itu), akhir 1955 Jenderal Hoegeng ditugaskan ke Medan. Berpangkat ajun komisaris besar polisi (AKBP), ia ditempatkan sebagai kepala Direktorat Reserse Kriminal Kantor Polisi Provinsi Sumatera Utara.
Di sinilah, Hoegeng membuktikan keteladanannya. Begitu tiba di Pelabuhan Belawan, ia dan istri disambut rekan-rekan dari kantor barunya. Namun, ada seorang pengusaha keturunan muncul tiba-tiba. Lalu ia menyalaminya erat-erat sambil membungkuk kepada Jenderal Hoegeng. Ia memperkenalkan diri sebagai “Ketua Panitia Selamat Datang” yang khusus dibentuk untuk menyambut Hoegeng.
Jenderal Polisi Hoegeng kaget dan heran dengan kejadian itu. Pengusaha keturunan itu bilang bahwa rumah dan mobil sudah disediakan “Panitia Selamat Datang” yang dipimpinnya. Ia juga siap mengantar rumah itu. Namun, Jenderal Hoegeng menolaknya dengan halus dan langsung melenggang ke Hotel De Boer yang telah dipesankan rekan kantornya sebelum tinggal di rumah dinas di Jalan A. Rivai Nomor 26.
Ketika, esok hari, dirinya pergi ke rumah dinas yang sudah kosong, ia mendapati orang keturunan itu ada di rumahnya. Ia sudah mengisi rumah tersebut dengan lemari es, piano, dan meubel lengkap, tanpa izin sang penghuni rumah, Jenderal Hoegeng pun menolaknya dan meminta agar perabotan segera diangkut kembali. Mendengar itu, orang itu diam, kikuk. Jenderal Hoegeng pun akhirnya marah.
“Saya kasih waktu sampai jam dua. Kalau tidak dikeluarkan, saya suruh anak buah saya mengeluarkan barang-barang. Ternyata, hingga jam 2, barang-barang baru itu tetap di sana. “Terpaksa saya menyuruh anak buah saya memanggil kuli untuk mengeluarkan barang-barang itu,” cerita Hoegeng. (autobiografi Jendral Hoegeng: Polisi Idaman dan Kenyataan (1993). Sampai masa pensiun Jenderal Hoegeng tidak memiliki rumah.
Kisah-kisah tentang menolak pemberian ini ada begitu banyaknya, sehingga kemudian Jenderal Polisi Hoegeng dikenal sebagai figur teladan yang bersih. Namun Dari sekian banyak kisah, kisah-kisah Jenderal Hoegeng yang saya senangi adalah ketika beliau pernah menjadi Intel. Dalam tradisi Kepolisian, tidak banyak orang yang memiliki latar belakang di Intel bisa menjadi Kapolri. Oleh karena itu cerita dan karir Jenderal Polisi Hoegeng yang memulai dan melakukan kegiatan intelijen mengesankan bagi saya.
Jenderal Polisi Hoegeng Imam Santoso dalam tugasnya kerap melakukan aksi penyamaran. Mulai dari menyamar sebagai pelayan sampai jadi ”hippie” pernah ia lakoni. Tugas-tugas intelijen itu di lakukan untuk mengetahui secara mendasar apa persoalan di bawah. Kegiatan seperti ini bahkan masih di lakukan walau sudah menjabat Kapolri.
Jenderal Polisi Hoegeng sendiri merasa bahwa di bidang intelijen ia merasa lebih prestise. Hal ini juga didukung oleh latar belakang pendidikannya yang banyak bersinggungan dengan tugas-tugas dunia shadow.
Kiprah Hoegeng dalam tugas-tugas Intelijen sebenarnya telah ditekuni jauh sebelum menjadi mahasiswa PTIK. Aksi penyamaran Hoegeng pertama kali dicatat justru sejak zaman revolusi atau tepatnya saat agresi militer II Belanda dilancarkan.
Mengutip tulisan Hussein Abri Dongoran dalam tulisannya di Majalah Tempo berjudul Panjang Kuping Pinokio, 2021 Jenderal Hoegeng terpilih sebagai salah satu perwira yang tugaskan sebagai agen intelijen di Yogyakarta. Beliau disiapkan untuk menjaring ragam informasi yang diperlukan bagi perjuangan Indonesia—dari potensi serangan hingga senjata. Bersamaan dengan itu, Hoegeng dibebani tugas lain seperti mencoba menarik simpati atau melakukan propaganda supaya sebagian besar serdadu Netherland Indies Civil Administration (NICA) berpihak kepada Indonesia.
“Ketika terjadi agresi Militer II pada Desember 1948, kepala kepolisian menugasi Hoegeng menjadi agen intelijen. Tugasnya mencari informasi serta menarik simpati serdadu dan pegawai NICA untuk mendukung pemerintah Indonesia. menjalankan tugasnya. Hoegeng menyamar sebagai pelayan di Restoran Pinokio, Jalan Jetis 39, Yogyakarta. Aditya Sutanto (anak Hoegeng) menyebutkan restoran itu milik keluarga ibunya, (sedang) ibunya Meriyati, berjualan sate di restoran yang didatangi tentara Belanda itu,”
Tidak sampai di situ , ada juga kisah Pada masa penggunaan narkoba mulai ramai digunakan oleh anak-anak muda hingga publik figur Indonesia pada tahun 1970-an. Jenderal Hoegeng segera bertindak melakukan aksi penyamaran untuk mengetahui alasan merebaknya semangat sex drug, music, and rock n’ roll di kalangan anak muda, utamanya mereka yang tengah mengkonsumsi ganja.
Jenderal Polisi Hoegeng yang seorang Kapolri 4 bintang, namun tanpa rasa sungkan ia tetap rela didandani seperti kaum hippie era 1970-an oleh anak buahnya. Penampilan Hoegeng pun menjadi sulit dikenali operasi penyamarannya ini. Jenderal Hoegeng sendiri mengenakan wig, kemeja bunga-bunga, dan syal di leher. Operasi jenderal Hoegeng sukses. Bahkan dari operasi itu Hoegeng dapat menjaring seorang anak menteri yang kedapatan mengkonsumsi narkoba.
Inilah menurut saya kisah tokoh yang amat saya idolakan dengan karir begitu lengkap dan latar belakang Intelijen, beliau bisa tetap teguh pada kesederhanaan. Kerja kerasnya dalam mengabdi kepada negara dan selalu bersikap tanpa pamrih. Semoga Tuhan Yang Maha Esa, meridhoi kami semua agar bisa mengikuti keteladanan yang telah beliau berikan.
Sumber : Kombes Pol. Andhika Vishnu, S.I.K, M.H.Siswa Serdik Sespimti 33
Kategori : News
Editor : ARS
Posting Komentar