JAKARTA, suarapembaharuan.com - Himpunan Mahasiswa Islam (HMI) Komisariat Hukum Universitas Brawijaya Malang mengecam ketidaknetralan Presiden Joko Widodo dalam Pilpres 2024 dan menolak dengan tegas wacana pilpres satu putaran di Pilpres 2024. HMI menilai pilpres satu putaran hanya propaganda politik, bukan substansi demokrasi.
"Mengecam sikap Presiden Joko Widodo yang tidak netral dan telah menyalahgunakan kekuasaannya untuk memenangkan putranya dalam pemilu ini," ujar perwakilan HMI Komisariat Hukum Universitas Brawijaya Evan Rayhan dalam keterangannya, Minggu (4/2/2024).
Evan mengatakan proses penyelenggaraan Pemilu) 2024 sudah dipenuhi dengan kecacatan. Pasalnya, banyak terjadi penyimpangan hukum yang bertentangan dengan prinsip negara hukum dan nilai-nilai demokrasi. Pemilu, kata dia, bukan hanya untuk memilih pemimpin baru, tetapi lebih dari itu menjadi instrumen penting untuk mendorong terwujudnya kesejahteraan masyarakat melalui adu gagasan program pembangunan melalui konstelasi pemilu.
"Hingga saat ini, sudah sangat terang dan jelas bahwa penyelenggaraan pemilu 2024 dijalankan dengan sistem yang tidak adil dan penuh dengan penyalahgunaan kekuasaan dan kewenangan. Ada banyak sumber yang melahirkan permasalahan tersebut, mulai dari faktor penyelenggara pemilu hingga praktik cawe-cawe pejabat publik seperti yang dilakukan Presiden Jokowi," ungkap Evan.
"Putusan MK nomor 90 adalah puncak gunung es dari bentuk penyalahgunaan kekuasaan demi memuluskan putra Presiden maju menjadi kandidat di Pemilu 2024. Selain itu, permasalahan yang muncul dalam berbagai tahapan pemilu saat ini dapat dipastikan bahwa lembaga-lembaga tersebut memiliki keterlibatan untuk memuluskan kepentingan golongan tertentu yang mengakibatkan rusaknya tatanan pemilu demokratis dan berintegritas," tutur dia menambahkan.
Evan mengungkapkan kecurangan pemilu sudah masif hingga saat ini karena dugaan keterlibatan Aparatur Sipil Negara (ASN), aparat pertahanan dan keamanan Indonesia serta pejabat publik dalam upaya pemenangan pasangan calon presiden dan calon wakil presiden yang didukung rezim saat ini. Hal tersebut, kata dia, makin diperparah dengan pernyataan Presiden Joko Widodo yang memperbolehkan presiden dan menteri untuk berpolitik dan berpihak dalam pemilu 2024. Parahnya tindakan Presiden itu ditiru oleh Menteri hingga jajaran kepala daerah (Gubernur, Bupati dan Walikota).
"Deklarasi dukungan yang dilakukan oleh pejabat publik baik pada tataran nasional maupun daerah kepada pasangan calon presiden dan calon wakil presiden membuat semakin terang bahwa pemilu 2024 akan menghasilkan kepemimpinan yang koruptif, kolusi, dan nepotisme yang mengkhianati semangat reformasi," tandas dia.
Hingga hari ini, kata Evan, belum ada tanggapan dan tindak lanjut tegas dari KPU dan Bawaslu untuk mengantisipasi potensi kecurangan yang makin besar ini. Dia menilai Ketua KPU dan Bawaslu justru membiarkan Presiden Joko Widodo untuk terus “cawe-cawe” pada pemilu 2024 dengan tidak menindak secara tegas keterlibatannya dalam pemilu 2024.
"Di tengah kondisi demokrasi Indonesia yang memprihatinkan, ada beberapa kelompok yang menyuarakan narasi pilpres 1 (satu) putaran hal ini tentu tidak kompatibel dengan besarnya potensi kecurangan yang terjadi dalam proses pemilu 2024. Pilpres satu putaran adalah propaganda politik yang tidak memiliki dasar argumentasi yang kuat," tegas Evan.
Dalam Undang-Undang, kata Evan, pilpres dimungkinkan untuk dilakukan dalam dua putaran. Isu satu putaran adalah isu lembaga survey dan konsultan politik yang pertama kali dihembuskan oleh paslon tertentu.
"Hari ini kita justru dihadapi masalah serius karena politik pemilu dalam kondisi curang akibat presiden tidak netral. Belum lagi mobilisasi kekuasaan untuk memenangkan kandidat tertentu dengan menggunakan dan menghalalkan segala cara mengancam demokrasi. Sementara demokrasi kita sudah mengalami kemunduran yang serius sejak lima tahun ini dengan revisi UU KPK, UU MK, UU Cipta Kerja, KUHP, UU ITE dan UU lainnya," beber Evan.
Karena itu, kata Evan, selain mengecam ketidaknetralan Jokowi, HMI Komisariat Hukum Brawijaya mendesak KPU untuk melaksanakan Pemilu 2024 dengan mengedepankan integritas dan demokrasi substansial. Lalu, HMI juga menuntut Bawaslu untuk segera menindaklanjuti segala bentuk pelanggaran dan kecurangan pemilu 2024 dengan adil.
"Kami juga menuntut sikap netral, TNI, Polri dan Pejabat Publik dalam penyelenggaraan Pemilu 2024 serta kami menolak narasi Pemilihan Presiden Satu Putaran, dan memberikan ruang masyarakat untuk bebas memilih serta mengajak masyarakat untuk bersama-sama mengawal proses pemilu 2024 secara demokratis," pungkas Evan.
Kategori : News
Editor : AHS
Posting Komentar