JAKARTA, suarapembaharuan.com – Kasihan. Itulah yang tergambar pada ke-6 pebasket muda putri yang kariernya di dunia olahraga basket terancam gara-gara Warriors Basketball Academy di Jakarta yang dinilai para orang tua murid isa mematikan karier calon-calon atlet muda basket.
Foto : Oktarianto Budhi Kartiko (Rano Budi) perwakilan orang tua, dalam pengaduan kepada Komisi Perlindungan Anak Indonesia (KPAI) di Jakarta, Senin 19 Februari 2024. |
Alhasil sejumlah orang tua dari anak-anak yang pernah menjadi anggota klub basket selatan itu mengadu ke Komisi Perlindungan Anak Indonesia (KPAI) untuk dimintai bantuan, atas terancamnya karier beberapa calon atlet basket muda puteri kelahiran tahun 2009, yang sejatinya sudah keluar dari klub basket tersebut.
Merekaberinisial KA, XX, KL, MG, DN yang sudah mengundurkan diri secara resmi. Alasan pengunduran diri mereka karena pilihan mereka sendiri.
"Puteri-puteri kami mengundurkan diri karena untuk berlatih dengan coach Liana Sihombing, yang ketika itu sudah resmi pindah ke Airone," kata Oktarianto Budhi Kartiko (Rano Budi) yang merupakan perwakilan orang tua, dalam pengaduan kepada KPAI di Jakarta, Senin (19/2/2024).
"Saya dan istri sebagai orang tua harus mendukung pilihan dan keputusan anak saya, semata demi perkembangan dan kemajuan anak saya sendiri," lanjut dia.
Rano Budhi mengungkapkan pula bahwa surat pengunduran diri sudah disampaikan secara resmi dan sudah diterima pihak Warriors sejak akhir Juli 2023. Namun sudah 7 bulan berselang, pihak Warriors belum mengeluarkan surat keluar, walaupun sudah diminta berkali-kali.
Pilihan puteri kami untuk keluar dari Warriors dan pindah ke klub Airone, adalah memang benar-benar pilihan mereka, bukan rekrutmen dari Airone ataupun pelatihnya, tapi murni keputusan mereka sendiri.
”Namun, pilihan tersebut justru berpotensi mematikan karier para pebasket puteri muda ini. Pasalnya, Warriors tidak mengeluarkan surat keluar sebagai syarat untuk puteri kami mengikuti rangkaian kejuaraan resmi Persatuan Bola Basket Seluruh Indonesia (Perbasi), bahkan saat ini pun semua open tournament telah menerapkan syarat adanya surat keluar dari klub asal ini,” jelasnya.
Pihak Warriors melalui coach Rommy mengatakan bahwa klub mengikuti aturan Buku Putih Perbasi DKI Jakarta, yang mana harus ada penyelesaian atau proses pembayaran oleh klub tujuan, Airone, kepada Warriors sebesar Rp 3 juta per anak. Keputusan Warriors berdasarkan dengan anjuran dari Pengkot Perbasi Jakarta Selatan dan PP Perbasi.
Akan tetapi masalah tersebut terus berlanjut dan puteri kami tak kunjung mendapatkan surat keluar agar bisa mengikuti kejuaraan-kejuaraan.
"Setiap orang tua gerilya komunikasi langsung dengan coach Rommy, bahkan ada yang berusaha negosiasi harga dan tak diterima. Warriors hanya ingin Airone yang membayarkannya dan tetap sebesar Rp 3 juta per anak," ucap Rano Budhi.
Akan tetapi, bagi Rano Budhi, ini tak sesuai, karena putrinya keluar bukan mengikuti rekrutmen dari Airone, melainkan karena keinginan sendiri dan tidak ada dokumen ataupun formulir apapun yang ditandatangani sejak awal bergabung dengan Warriors, yang menyatakan perihal surat keluar ini.
"Karena anak saya masuk Airone bukan karena diajak ataupun direkrut, Lalu, dulu ketika kami masuk Warriors tidak ada tanda tangan apapun, tidak ada formulir yang ditandatangani, apalagi soal aturan surat keluar, soal Buku Putih pun kami tidak tahu, dan baru tahu setelah kejadian ini semua. Setiap bulan kami bayar iuran, kejuaraan kami bayar. Sekarang puteri-puteri kami memilih pindah, dan sudah 7 bulan lebih kami tidak diberi surat keluar, sebelum klub tujuan membayarkan Rp 3 juta per anak. Sulit kami untuk tidak berpikir bahwa ini bukanlah bentuk penipuan dan atau pemerasan," tegas Rano.
Untuk itu,beberapa orang tua pun mengadukan kasus ini kepada Perbasi DKI Jakarta yang surat pengaduannya sudah diteruskan kepada Ketua Umum Perbasi DKI Jakarta, Lexyndo Hakim.
PihaknPerbasi DKI Jakarta, sangat aktif dan bereaksi cepat, menanggapi pengaduan orang tua dan berinisiatif melakukan mediasi antara pihak Warriors, orang tua, dan pihak Airone.
Mediasi pun berhasil diselenggarakan bertempat di kantor Sekretariat PP Perbasi Jakarta di Gelanggang Mahasiswa Soemantri Brodjonegoro. Namun sayangnya, mediasi ini hanya dihadiri oleh Perbasi DKI Jakarta, para orang tua dan pihak Airone. Sementara pihak Warriors tidak mengindahkan dan tidak menghargai itikad baik dengan memilih untuk tidak hadir pada mediasi tersebut, tanpa adanya alasan.
”Kami sungguh sangat kecewa, karena mereka (Warriors) tidak hadir pada mediasi tersebut, berarti sama sekali tidak punya perasaan, apalagi itikad baik terhadap nasib anak-anak kami,” ujar Rano.
”Siapalah anak-anak kami ini? Mereka hanya anak-anak yang ingin berlatih dengan baik, punya semangat tinggi untuk giat berlatih. Toh di klub asal (Warriors), 4 dari 6 anak ini, hampir di tiap kejuaraan selalu masuk grup rolling-an, selebihnya bermain dengan minutes play yang tidak banyak, kecuali 1 anak. Tapi mereka punya semangat untuk berkembang yang luar biasa, yang harus kami hargai sebagai orang tua,” lanjut Rano.
KA, XX, KL, MG, DN tetap giat berlatih di klub barunya, Airone, selama tujuh bulan terakhir ini. Mereka bukan tidak tahu akan permasalahan surat keluar ini, mereka tahu dan sadar bahaya atau ancaman tidak bisa ikut bertanding dalam kejuaraan-kejuaraan basket puteri. Namun kondisi tersebut justru membuat mereka semangat dan giat berlatih.
“Kami tidak tahu harus kemana lagi, dan kami berharap KPAI bisa membantu menyelesaikan permasalahan kami ini. Puteri-puteri kami sangat sedih dan stress, sudah banyak kejuaraan yang tidak bisa mereka ikuti, apalagi masih akan ada lagi kejuaraan didepan," papar dia
"Kami meyakini, masih banyak yang lain, diluar sana, yang senasib dengan kami, yang hak-nya dihalangi dengan paksa. Ini merusak pembinaan dan pengembangan anak, apalagi pebasket muda. Dan saya percaya, kepentingan anak atau pebasket-pebasket muda ini haruslah diutamakan, apalagi diatas kepentingan sempit yang tidak jelas maksudnya tetapi merusak pembinaan dan mental mereka,” pungkas Rano.
Hingga berita ini diturunkan belum ada keterangan dari pihak klub Warriors terkait aduan ke KPAI.
Kategori : News
Editor : AHS
sepertinya bukan 6 anak saja, saya dapat info ada beberapa anak jg yg keluar dari tersebut yg di tagih, dan lucunya ada yang di pungut dan ada yang ga. dan tidak tau kriteria bersadarkan apa.
BalasHapusKlub elit bersaing sulit ini juga terjadi di GMC Cirebon, bagus di luar bobrok didalam (perundingan anak dibawah umur dari coach nya, mess yang dibina oleh pelatih suka mabuk masukan dan lain lain)
BalasHapusDimohon orang tua harus memahami jika masuk klub yang sudah terdaftar di federasi cabor maka secara tidak langsung kita mendaftar untuk jenjang atlit masa depan makanya ada sistem bursa transfer pemain hanya saja untuk kelompok umur tidak besar dengan pemain profesional.
BalasHapusPosting Komentar