JAKARTA, suarapembaharuan.com – Asosiasi SPA & Wellness Indonesia (Perkumpulan Pengusaha Husada Tirta Indonesia) menolak penetapan pajak spa sebesar 40% sekaligus mendesak Pemerintah melruskan definisi spa dalam UU Nomor 1 Tahun 2022.
Hal itu ditegaskan saat saat konferensi pers terkait “Penolakan Mengenai Ditetapkannya Aturan 40% Pajak Pajak Barang dan Jasa Tertentu (PBJT)" di Taman Sari Royal Heritage Spa, Jalan Wahid Hasyim Jakarta Pusat, Kamis (11/1/2024).
Hadir pelaku usaha spa dan anggota ASPI yang dihadiri oleh Kusuma Ida Anjani MBus, MAppFin (Perwakilan Industri SPA dan Anggota ASPI) Wulan Tilaar BFA, MSc Dipl. CIDESCO (Perwakilan Industri SPA dan Anggota ASPI) serta Haryadi BS. Sukamdani, MM Ketua GIPI (Gabungan Industri Pariwisata Indonesia).
Banyak pelaku usaha SPA yang mayoritas usaha kecil menengah (UKM) tutup semenjak pandemi Covid-19 yang mengakibatkan para pekerjanya kehilangan mata pencaharian dan hingga kini belum bisa kembali normal. Di saat industri spa berusaha menata kembali usahanya, tiba-tiba dihadapkan pada munculnya aturan 40% pajak PBJT ini.
“Memasukkan usaha jasa pelayanan bisnis spa sebagai bagian dari jasa kesenian dan hiburan sebagaimana yang tercantum dalam UU Nomor 1 Tahun 2022 adalah tidak tepat,” tutur Ketua Asosiasi Spa Terapis Indonesia (ASTI) Dr. Mohammad Asyhadi, S.Kes., S.E., M.Pd.
Selain itu, munculnya aturan 40% pajak PBJT ini menurut Asyhadi berpotensi mematikan usaha spa di seluruh Indonesia, karena harga jasa spa otomatis akan naik sehingga akan mengurangi minat masyarakat melakukan terapi kesehatan di spa. Selain itu, Asyhadi menjelaskan pelaku usaha spa akan semakin terbebani dengan pajak yang besar, karena selain pajak PBJT 40%, pelaku usaha juga tetap membayar pajak PPN sebesar 11%, pajak penghasilan badan (PPh) 25%, PPh pribadi selaku pengusaha sebesar 5% - 35% tergantung Penghasilan Kena Pajak atau PKP.
“Penerapan aturan 40% pajak PBJT itu sangat berpotensi menggerus keberlangsungan usaha spa di Indonesia dimana spa merupakan jasa pelayanan di bidang perawatan dan kesehatan, bukan bidang hiburan atau bidang lainnya,” tambah Asyhadi.
Dilansir dari Global Wellness Institute (2023), Indonesia berada di peringkat ke-17 sebagai pasar tujuan wisata kebugaran. Wellness tourism ini menciptakan 1,3 juta lapangan kerja yang baru dan berkualitas. Selama tahun 2017 – 2019 terjadi peningkatan yang signifikan terkait jumlah spa di Indonesia yakni mencapai 15%.
Indonesia tak hanya didukung oleh suasana dan keindahan alam, tapi juga memiliki pusat relaksasi dan spa berbasis produk tradisional yang tersebar di berbagai daerah. Maka sungguh disayangkan jika potensi besar spa yang ada di depan mata ini terancam sirna bila aturan mengenai pajak PBJT ini masih diberlakukan.
Kategori : News
Editor : AHS
Posting Komentar