JAKARTA, suarapembaharuan.com - Pelindung Presidium Relawan Prabowo Subianto (PRPS) Hashim S. Djojohadikusumo menegaskan pasangan capres-cawapres nomor urut 2 Prabowo Subianto dan Gibran Rakabuming Raka akan fokus memastikan kesejahteraan hewan di Indonesia. Pasalnya, Prabowo-Gibran merupakan dua tokoh yang menyayangi hewan.
Hal ini disampaikan Hashim dalam acara diskusi bersama dengan komunitas pencinta hewan Natha Satwa Nusantara (NSN) dan Jakarta Animal Aid Network (JAAN) Domestic di Kantor DPP Gerindra, Ragunan, Jakarta, Selatan, Sabtu (27/1/2024. Terdapat rangkaian acara yang bertemakan 'Si Gemoy Penyayang Hewan', yakni vaksinasi rabies & sterilisasi kucing gratis dan Talkshow bertajuk 'Memahami Kesejahteraan Hewan di Indonesia'.
"Kesejahteraan hewan adalah salah satu fokus dari pemerintahan Prabowo-Gibran jika terpilih menjadi pemimpin nomor 1 di Indonesia nanti. Dan tema ini merupakan cerminan sifat capres Prabowo Subianto yang sangat mencintai hewan, termasuk lingkungan sekitarnya," ujar Hashim.
Hashim mengungkapkan bahwa dalam lingkungan keluarganya, menyayangi dan merawat hewan bukan hal baru. Prabowo, kata dia, memelihara banyak kucing, anjing dan kuda di kediamannya di Hambalang. Banyak testimoni orang-orang sekelilingnya yang menyaksikan kecintaan Prabowo terhadap hewan, bahkan hewan seperti semut pun dilarang untuk diganggu.
"Di Indonesia, kesejahteraan hewan merupakan isu yang semakin sering diperhatikan, terutama sejak dasawarsa 2010-an. Pemerintah Indonesia telah memasukkan kesejahteraan hewan dalam peraturan perundang-undangan, sementara berbagai aktivis dan organisasi masyarakat mengadvokasi pentingnya menyediakan kehidupan yang layak bagi hewan dan melindungi mereka dari kesewenang-wenangan manusia. Meskipun demikian, kekejaman terhadap hewan masih sering ditemukan di Indonesia," jelas Hashim.
Hashim mengaku secara pribadi mempunyai kepedulian sangat tinggi terhadap hewan, terutama satwa liar di Indonesia. Sejak 2017, kata Hashim, dirinya sudah mendirikan Pusat Rehabilitasi Harimau Sumatera Dharmasraya yang hingga kini telah melepas liar 8 ekor harimau ke habitat aslinya.
"Begitu juga dengan orangutan yang menjadi perhatian saya. Beberapa tahun yang lalu ada 2 orangutan yang berhasil dipindahkan dari Sulawesi Utara kembali ke habitat asal Kalimantan. Mereka ditranslokasi ke Pusat Suaka Orangutan Arsari (Yayasan Arsari Djojohadikusumo) di Penajam Paser Utara, Kalimantan Timur," terang Hashim.
Gerakan perlindungan hewan di Indonesia mulai populer pada dasawarsa 1970-an, sedangkan organisasi-organisasi nirlaba yang memperjuangkan isu tersebut bermunculan pada dasawarsa 1990-an. Kampanye untuk mengakhiri kekejaman terhadap hewan kemudian semakin berkembang dengan penggunaan media sosial. Para relawan sering kali mengadakan pemberian pakan dan pemandulan (steril) terhadap hewan tak berpemilik di jalanan.
Founder & CEO JAAN Domestic Karin Franken mengatakan pihaknya tanpa lelah telah menjalankan program edukasi, mengajari masyarakat mengenai empati, rasa menghargai dan tanggung jawab sebagai tujuan utama untuk melindungi hewan dari aksi kekerasan.
“Dengan segala upaya yang telah lakukan tentunya kami masih sangat membutuhkan bantuan pemerintah untuk mengendalikan kasus penyiksaan hewan yang terus menerus bertambah dan berkembang. Kami sebagai aktivis hewan menawarkan diri untuk menjadi mitra pemerintah dan bergandengan tangan untuk bersama-sama menanggulangi masalah ini,” jelas Karin.
Indonesia, kata Karin, masih dikenal sebagai negara yang tidak ramah hewan. Pada 2021, Koalisi Kekejaman Satwa di Media Sosial (SMACC) menerbitkan laporan yang menyatakan bahwa Indonesia merupakan negara yang paling banyak mengunggah video kekerasan terhadap hewan dengan 1.569 video.
Sebuah liputan dari Narasi TV pada November 2022 mengungkapkan bahwa banyak orang Indonesia membuat dan memasok konten-konten penyiksaan hewan untuk dijual di sejumlah platform internet.
Pada kesempatan itu, Founder & CEO NSN Davina Veronica mengatakan sudah lebih dari 12 tahun menjadi aktivis hewan. Namun, sayangnya aktivis penyelamat satwa kurang diperhatikan. Bahkan, tak jarang aktivis dilaporkan balik oleh warga yang dinilai menelantarkan peliharaannya.
"Jika aktivis perlindungan hewan sudah memiliki bukti kekerasan terhadap hewan, tidak mudah juga menindaklanjutinya ke penegak hukum. Tak jarang dilempar ke sana kemari. Sebenarnya kita membutuhkan semacam badan untuk melindungi satwa seperti Komisi Perlindungan Satwa untuk mengawasi kasus-kasus kekerasan terhadap hewan dan membantu menggerakkan hukum yang berlaku di negara ini untuk menghukum para pelaku. Bahwa penyiksaan dan bentuk kekerasan apa pun terhadap hewan tidak patut untuk ditoleransi,” pungkas Davina.
Kategori : News
Editor : AHS
Posting Komentar