JAKARTA, suarapembaharuan.com - Direktur Eksekutif Lembaga Agraria & Hubungan Industrial (LAGRIAL) Muhammad Akhiri, S.H., M.H. mengungkapkan bahwa hampir 19 tahun kepemimpinan Presiden Joko Widodo mandek. Menurut Muhammad, masih banyak persoalan agraria yang belum tuntas.
Muhammad Akhiri SH MH. Ist |
"Kurang dari 1 tahun lagi masa kepemimpinan Joko Widodo selaku Presiden berakhir, hanya saja masih menyisakan banyak sekali persoalan agraria yang belum di selesaikan dengan baik dan itu bisa menjadi 'bom waktu' sebagai konflik agraria yang merugikan masyarakat," ujar Muhammad Akhiri kepada wartawan, Sabtu (20/1/2024).
Muhammad mengatakan konflik agraria bisa saja terjadi di seluruh sektor mulai dari perkebunan, kehutanan, pertanian, pertambangan, kawasan pesisir, pulau-pulau kecil, pembangunan infrastruktur, pengembangan industri serta pengembangan properti. Bahkan, tutur dia, konflik agraria merupakan kasus paling banyak diadukan kepada Komnas HAM RI dan mayoritas laporan karena kebijakan pemerintah dan tata kelola agraria yang buruk.
"Pemerintah belum mampu menyelesaikan konflik agraria di masyarakat dengan baik dan bijak. Hal tersebut bisa tergambarkan dengan beberapa kasus seperti Rempang dan Wadas yang masih menyisakan 'luka' di masyarakat sampai saat ini," tandas Muhamad.
Muhammad menilai reforma agraria yang dilakukan pemerintah masih terbatas sertifikasi tanah yang tidak bermasalah. Menurut dia, sertifikasi tanah tersebut sebenarnya merupakan kewajiban negara sebagai layanan administrasi biasa
"Sertifikasi tanah itu memang diperlukan masyarakat tetapi belum menyelesaikan esensi seperti ketimpangan lahan dan keadilan agraria yang diutamakan," tegas dia.
Muhammad juga menerangkan salah satu penyebab utama tingginya angka konflik agraria yaitu adanya pemberian izin-izin konsesi skala besar kepada perusahaan-perusahaan swasta maupun penerbitan dan perpanjangan Hak Guna Usaha (HGU) yang tidak transparan hingga berdampak pada gesekan atau benturan di masyarakat yang berdampingan dengan wilayah tersebut.
"Implikasi langsung dari pelaksanaan reforma agraria seharusnya adalah pemerintah dapat menyelesaikan konflik agraria secara langsung di lapangan dan menurunnya letusan konflik yang terjadi sehingga tidak menimbulkan "trauma" di masyarakat. Reforma Agraria saat ini belum memberikan keadilan bagi masyarakat kecil seperti masyarakat adat, petani, nelayan yang mengalami konflik agraria," jelas dia.
Lebih lanjut, Muhammad mengatakan pemerintah tidak serius melakukan reforma agraria khususnya untuk melakukan pemenuhan hak masyarakat adat yang telah diamanatkan dalam konstitusi.
"Sampai saat ini tidak ada langkah konkrit pemerintahan presiden Jokowi (eksekutif) mendorong DPR RI (legislatif) untuk mengesahkan RUU Masyarakat Adat menjadi UU, padahal UU Masyarakat Adat sangatlah penting sebagai wujud kepedulian negara dalam menjaga eksistensi dan perlindungan hukum terhadap hak masyarakat adat," pungkas Muhammad Akhiri.
Kategori : News
Editor : AHS
Posting Komentar