JAKARTA, suarapembaharuan.com - Peneliti pertahanan dan kemanan BRIN Muhamad Haripin menegaskan tidak semua data pertahanan bersifat rahasia. Menurut Haripin, pemikiran yang menyebutkan data pertahanan rahasia berbahaya karena selain ceroboh, pemikiran tersebut bisa menghambat ilmu pengetahuan.
"Dari sisi akademik, ini juga berbahaya, apakah dengan demikian, urusan pertahanan negara ini harus menjadi daftar terlarang penelitian atau mata kuliah yang diajarkan di kampus-kampus? Jangan langsung pakai argumen rahasia negara lah," ujar Haripin dalam diskusi publik Koalisi Masyarakat Sipil untuk Reformasi Sektor Keamanan di Sadjoe Cafe & Resto, Tebet, Jakarta, Selasa (9/1/2024).
Diskusi ini dilakukan dalam rangka menyikapi debat ketiga Pilpres 2024 dengan membahas permasalahan pertahanan, keamanan, geopolitik dan hubungan internasional yang luput dibahas oleh para kandidat capres
Haripin mengatakan Kementerian Pertahanan ini juga membawahi Universitas Pertahanan di mana di Unhan terdapat manajemen pertahanan dan hal-hal tersebut dibahas di kelas. Menurut dia, di negara lain, defense manajement, defense studies, alutsista, ancaman pertahanan dan anggaran pertahanan dan lain-lain menjadi kajian akademik.
"Dengan mencoba mensakralkan pertahanan negara, kita memiliki risiko menghambat ilmu pengetahuan di bidang pertahanan. Jadi, kita tidak boleh mensakralkan pertahanan negara, karena dengan mensakralkan pertahanan ini, kita berpotensi menghambat bidang penelitian dan ilmu," ungkap dia.
"Kalau semua rahasia, tidak bisa mengakses datanya. Ini pola pikirnya paranoid. Sakralisasi pertahanan bukan cuman ceroboh, tapi juga menghambat IPTEK di Indonesia. Jadi ini barang publik, jauhkan dari rahasia negara. Di Unhan sendiri ada jurusannya. Kalau ini rahasia, di Unhan belajar apa dong? Kita perlu perkuat sudut pandang akademik, tidak gunakan rahasia dan sakral tadi," jelas dia menambahkan.
Haripin mengatakan banyak topik yang luput dari pembahasan dalam debat capres Minggu (7/1/2024) lalu. Para capres lebih fokus pada pertahanan dan keamanan yang bersifat hard power seperti senjata, alutsista, TNI, industri pertahanan anggaran dan lainnya. Padahal, kata dia, pertahanan dan keamanan itu luas karena terkait keamanan pangan, energi, kesehatan, lingkungan hingga keamanan manusia.
"Dari debat lalu, sangat didominasi dengan pertahanan negara, tentang TNI, industri pertahanan, tentang anggaran, alutsista, memang penting juga. Memang sepatutnya para capres mampu memikirkan dan mengakomodasi dari ragam isu keamanan itu, mereka bisa memastikan tidak hanya berkutat pada isu hard power tadi," tandas dia.
Selain itu, kata Haripin, isu intelijen juga tidak dibahas sama sekali oleh para capres. Menurut dia, isu intelijen penting, apalagi sebelumnya Presiden Joko Widodo menyebutkan dirinya memegang data intelijen partai politik.
"Semestinya bisa dieksplorasi, hubungan Presiden dan intelijen seperti apa, apa visinya, apa komitmen capres atas hal itu, apakah mereka punya komitmen menjauhkan intelijen dari kegiatan politiknya atau akan meletakkan intelijen sebagai intelijen politik. Reformasi polisi juga tidak terlalu diangkat dalam debat. Terakhir, soal Papua juga absen dari debat kemarin," jelas Haripin.
Haripin juga menyinggung soal jabatan Menhan ke depannya, apakah harus dipimpin oleh orang yang berlatar belakang militer atau sipil. Menurut dia, jabatan Menhan tidak harus jatuh ke tangan orang yang berlatar belakang militer karena banyak juga sipil yang mampu mengelola pertahanan negara.
Kategori : News
Editor : AHS
Posting Komentar