JAKARTA, suarapembaharuan.com - Direktur Eksekutif Voxpol Center Research and Consulting Pangi Syarwi Chaniago mengkritik perubahan format debat Pilpres oleh KPU. Hal tersebut menunjukkan bahwa lembaga penyelenggara pemilu itu bertindak tidak adil.
Pangi Syarwi Chaniago. Ist |
Menurut dia pada gelaran pemilu sebelumnya, ada jadwal debat untuk para calon wakil presiden (Cawapres). Karena itu, perubahan format pada proses pilpres kali ini menimbulkan pertanyaan.
Perubahan format debat telah menimbulkan kesan bahwa KPU memihak salah satu paslon. Publik membaca tidak adanya debat khusus Cawapres sebagai sinyal untuk melindungi Cawapres Gibran Rakabuming Raka.
“Ngapain harus takut-takut, ngapain harus seperti Gibran terkesan tidak siap. Mestinya kalau Gibran siap tanding, siap bertarung, siap adu gagasan adu pikiran adu narasi, adu mengatasi persoalan kebangsaan dan adu rekam jejak, harusnya debat Cawapres ya tetap diadakan sebagaimana di pemilu sebelumnya pernah diadakan," tegasnya saat dihubungi.
Syarwi pun mempertanyakan independensi KPU dalam menyelenggarakan pesta demokrasi 5 tahunan. Sebab, kebijakan yang diambil KPU menunjukkan lembaga tersebut seperti tersandera oleh konflik kepentingan.
“Pertanyaannya apakah KPU ini membebek kepada kekuasaan. Atau KPU ini konflik kepentingannya terlalu kuat dengan kekuasaan. Oleh karena itu KPU juga jangan kemudian tidak fair, tidak equal dan seolah-olah diskriminatif," ungkap dia.
Kesan bahwa KPU melindungi salah satu cawapres amat kuat di tengah masyarakat. Kesan tak elok itu tidak akan dapat dihapuskan dengan berbagai alasan yang dikemukakan KPU untuk membernarkan keputusan tersebut.
“Saya kira masyarakat dan publik juta sudah tahu kenapa kemudian tidak ada debat cawapres apakah karena betul Gibran adalah cawapres yang tidak siap untuk berdebat," tegas Syarwi.
“Debat kalau tidak ada Cawapres ini akhirnya firm, terkonfirmasi bahwa terkesan KPU melindungi salah satu calon presiden agar tidak di-down grade, agar tidak dipermalukan," imbuhnya.
Menurut dia, KPU tidak bisa menyalahkan, ketika masyarakat berpandangan bahwa lembaga tersebut melindungi Gibran. Tidak dapat disalahkan juga bila format baru tersebut juga menimbulkan kesan bahwa Gibran memang tidak siap untuk bertanding.
“Jangan salahkan asumsi persepsi masyarakat yang mengatakan bahwa format ini hanya terkesan untuk melindungi salah satu calon wakil presiden, Gibran agar tidak dipermalukan," jelasnya.
Dia berharap, saat debat nanti, para paslon diberi ruang untuk beradu gagasan dan argumen. Para paslon tidak perlu diberikan kesempatan untuk memberikan gagasan 'terliar'-nya untuk membangun Indonesia. Karena itu, debat pilpres harus jauh dari hal-hal yang sekedar gimmick dan formalitas.
“Sehingga publik bisa menentukan siapa capres dan cawapres yang mereka akan pilih. Tidak memilih kucing dalam karung," ujar dia.
Kategori : News
Editor : AHS
Posting Komentar