JAKARTA, suarapembaharuan.com - Ketua Badan Pengurus Centra Initiative Al Araf menyampaikan evaluasinya terhadap debat pilpres perdana yang mempertemukan para capres, yakni capres nomor urut 1 Anies Baswedan, nomor urut 2 Prabowo Subianto dan nomor urut 3 Ganjar Pranowo.
Menurut Al Araf, Prabowo Subianto terlihat tidak paham akar masalah Papua, tidka punya komitmen jelas soal penuntasan pelanggaran HAM berat masa lalu dan tidak serius melihat putusan MK Nomor 90.
"Secara umum debat capres kemarin menunjukkan bahwa Ganjar Pranowo dan Anies cukup jelas dan clear menyampaikan pandangan yang baik terkait komitmen dalam isu penyelesaian kasus HAM masa lalu, dalam isu reformasi hukum khususnya terkait mengembalikan negara kekuasaan menjadi negara hukum, dan jaminan kebebasan sipil serta penyelesaian konflik secara damai," ujar Al Araf saat diskusi bertajuk 'Tanggapan terhadap Debat Perdana Visi dan Misi Calon Presiden 2024' di Sadjoe Cafe & Resto, Jakarta, Rabu (13/12/2023).
Al Araf mengatakan dalam konflik Papua, Ganjar dan Anies cukup jelas memaparkan bahwa pilihan penyelesaian pendekatan konflik Papua diambil dengan jalan dialog. Sementara, Prabowo lebih mengedepankan 2 pendekatan yakni pendekatan penguatan aparat dan penegakan hukum.
"Dalam konteks konflik Papua harus dipahami sudah berulang kali pendekatan penguatan aparat keamanan sebagai jalan penyelesaian konflik tetapi yang terjadi konflik tidak selesai dan yang ada adalah kekerasan dan pelanggaran HAM. Yang itu seringkali dilakukan dan gagal untuk dieksekusi," tandas Al Araf.
Menurut Al Araf, dalam suatu wilayah konflik, keterlibatan eksternal selalu terjadi. Namun di samping itu, kata dia, semua persoalan internal dalam negeri juga menjadi faktor penentu kenapa konflik itu terjadi. Karena itu, kata Al Araf, problem konflik di Papua itu ada di Indonesia karena pemerintah gagal menangani kasus pelanggaran HAM dan kekerasan di Papua dan gagal menyelesaikan akar konflik lainya.
"Capres nomor urut 2 tidak memahami akar Konflik Papua, untuk memahami itu semua setidaknya diperlukan 4 pendekatan yaitu faktor sejarah, faktor pemerataan ekonomi, politik dan tidak ada keadilan saat pelanggaran HAM terjadi," tutur dia.
"Masyarakat Papua marah karena tidak ada pemenuhan atas peradilan yang fair kepada para korban kekerasan. Pendekatan yang dilakukan oleh capres nomor 2 kurang tepat dengan hanya melihat persoalan Papua dari sudut pandang ekonomi dan eksternal, mereka belum bisa memahami faktor penyebab konflik Papua secara komperhensif," kata dia menambahkan.
Al Araf juga mengungkapkan Ganjar Pranowo memiliki komitmen untuk melakukan pencarian terhadap korban pelanggaran HAM yang hilang dan berupaya untuk mengembalikannya dan membentuk pengadilan HAM. Menurut dia, pandangan Ganjar ini sangat baik dalam penanganan ksus pelanggaran HAM berat.
"Kita akan catat dan ini jika nanti Ganjar terpilih sebagai Presiden," tegas dia.
Lalu, Prabowo, kata Al Araf, tidak dapat menjelaskan komitmenya dengan terang. Dia mengakui hal tersebut berat karena pada masa lalu Prabowo juga diduga terlibat dalam kasus ini, bahkan hal ini pernah disidangkan di Mahkamah Militer, yang mana pada saat itu Mahkamah Militer memecat Prabowo karena adanya kasus penculikan tersebut.
"Tanpa keberanian dari para aktivis terdahulu, mungkin hari ini kita masih berada pada rezim otoritarianisme era Soeharto, oleh karena itu kita punya beban moril untuk terus menyuarakan tentang keadilan bagi mereka korban penculikan masa lalu. Karena itu pertanyaan capres nomor urut 3 ke capres nomer 2 sangat baik," ungkap Al Araf.
Lebih lanjut, Al Araf mengatakan Anies Baswedan menunjukkan komitmennya untuk melakukan reformasi hukum. Dia menilai pandangan Anies soal reformasi hukum baik karena menjadikan rechtstaat (negara hukum) bukan machstaat (negara kekuasaan). Pasalnya, kata Al Araf, realitasnya hari ini politisasi di lembaga judicial jelas terjadi.
"Oleh karenanya reformasi hukum penting untuk dilakukan. Begitu pula komitmen capres nomor urut 3 komitmen dalam reformasi hukum," tukasnya.
Terkait kebebasan sipil dan kebebasan berpendapat, tambah Al Araf, Anies Baswedan dan Ganjar Pranowo berjanji tidak akan ada intimidasi kekuasaan kepada para aktivis yang menyuarakan kebebasan berpendapat. Menurut Al Araf, kasus Melki dan seniman Butet Kartaredjasa menunjukkan bahwa negara melakukan represi dengan alat kelengkapan negara.
"Terkait Putusan MK perkara No. 90, Prabowo tidak melihat dengan serius persoalan putusan MK, padahal MKMK sudah menyatakan bahwa terjadi pelanggaran berat etik dalam putusan perkara 90, Prabowo beranggapan bahwa putusan MK tersebut sudah inkracht dan final. Capres nomor urut 2 lupa bahwa di negara hukum ini, etika merupakan hal penting dan semua orang bersepakat bahwa telah terjadi pelanggaran etik dalam Putusan MK No 90 dan MKMK sudah menyatakan itu," pungkas Al Araf.
Kategori : News
Editor : AHS
Posting Komentar