SURABAYA, suarapembaharuan.com - Pelanggaran Hak Asasi Manusia (HAM) di Indonesia masih menjadi pembahasan serius dan atensi khusus bagi semua kalangan. Sebab, penyelesaian pelanggaran HAM di Indonesia masih belum ada komitmen yang pasti dari negara untuk mengadili pelakunya hingga menuju Pemilu 2024 mendatang.
Diketuhui, kegiatan bedah Buku Hitam Prabowo; Sejarah Kelam Reformasi 1998" yang ditulis oleh Buya Aswar Furgdyama disambut baik oleh aktivis mahasiswa, akademisi dan aktivis 98 Surabaya, Jawa Timur, Coffea Nusa Surabaya, Sabtu (16/12/2023) pukul 14.00 WIB - selesai.
Ketua Pelaksana, Ali Wafa mengatakan kegiatan ini bertujuan untuk menyuarakan sejarah kelam dalam pelanggaran-pelanggaran HAM yang terjadi di Indonesia kepada mahasiswa dan aktivis milenial hari ini.
"Milenial dan GEN Z agar memeriksa reka jejak calon Presiden dan Wakil Presiden menuju Pemilu 2024. Kita konsis menolak secara keras pelaku pelanggar HAM," jelas Ali.
Sementara itu, Dandik Aktivis 98 Surabaya mengungkapkan, pelanggaran HAM adalah soal serius dalam kehidupan berbangsa dan bernegara, karena bertalian dengan hak asasi warga untuk bisa hidup aman, terbebas dari berbagai bentuk kekerasan, intimidasi, represi, termasuk penculikan yang pernah menjadi bagian dari sejarah kelam reformasi 1998.
"Isu HAM tidak akan pernah hilang dalam proses politik di Indonesia selama pelakunya masih berkeliaran dan dipelihara oleh Negara," jelas Dandik.
Dandik menegaskan, jika para pelanggar HAM ini tidak diadili dengan pengadilan HAM, maka isu HAM ini akan menjadi komoditas politik belaka. Dan hal itu, yang tidak diinginkan oleh para keluarga korban.
Disamping itu, Dandik juga menyambut baik hadirnya buku tersebut. Menurutnya, buku ini merupakan bentuk dari protes para aktivis kepada pemerintah yang tidak komitmen dalam urusan HAM.
Dandik mengakui, buku ini harus diapresiasi, karena mampu mengelaborasi secara lengkap dan alasan penting mengapa Prabowo menjadi ancaman bagi masa depan demokrasi Indonesia dan apa yang sedang dipertaruhkan jika ia menjadi Presiden pada Pemilu 2024 nanti.
"Jika Prabowo tidak bisa dihukum secara pengadilan HAM, setidaknya bisa dihukum secara politik," tegas Dandik.
Hasnu Ibrahim Pegiat Pemilu dan Demokrasi menuturkan, kegiatan bedah buku ini dalam rangka memperingati hari HAM Internasional 10 Desember lalu.
Selain itu, jelas Hasnu, buku ini juga mengingatkan memori publik atas tragedi kemanusian sebagai catatan kelam demokrasi di mana yang diduga melibatkan aktor penting di lingkaran kekuasaan.
Pertanyaan reflektif dan kritis bagi publik, jelas Hasnu, apakah kita siap jika dipimpin oleh jendral yang indisipliner atas nilai-nilai kemanusian? Apakah rakyat Indonesia siap dipimpin oleh aktor politik yang menabrak Undang-undang Pemilu melalui "drama kotor" di panggung Mahkamah Konstitusi?
"Mulai sekarang, kita harus menghidupkan alarm demokrasi sebagai pengingat bahwa tolak dinasti politik dan menghukum pelaku pelanggar HAM secara politik jelang Pemilu 2024 mendatang," kata Hasnu.
Moh. Khoirul Umam Pengamat Politik menegaskan, Negara demokrasi prinsip utamannya menghargai hak asasi manusia (HAM).
"Pelaku pelanggar HAM berat masa lalu tidak pantas dan layak memimpin dalam suatu negara yang menganut sistem demokrasi," jelas Umam.
Umam juga melanjutkan, Pemilu 2024 dijadikan satu fase penting bagi rakyat Indonesia agar dapat mencegah pemimpin yang melanggar prinsip-prinsip kemanusian dan standar moral politik.
Kategori : News
Editor : AHS
Posting Komentar