Sebagai Reflektif Hari Guru Nasional Tahun 2023
Oleh : Dr. Dionisius Sihombing, S.Pd.,M.Si
A. Pendahuluan
INDONESIA telah merdeka 78 tahun lamanya, namun cita-cita berbangsa dan bernegara yang tertuang dalam pembukaan UUD 1945, yaitu: “Melindungi segenap bangsa Indonesia dan seluruh tumpah darah Indonesia, mewujudkan kesejahteraan umum, mencerdaskan kehidupan bangsa, dan ikut melaksanakan ketertiban dunia yang berdasarkan kemerdekaan, perdamaian abadi, dan keadilan sosial” belum berhasil diwujudkan, dan kepastiannya tercapai masih misteri.
Dr. Dionisius Sihombing, S.Pd.,M.Si |
Supaya kesejahteraan umum, kecerdasan masyarakat bangsa dan keadilan sosial bisa diwujudkan di Indonesia, pembangunan sektor pendidikan secara berkualitas dan bermutu sangat diharapkan terjadi. Berkualitas berarti sesuai dengan harapan pengguna jasa pendidikan, sementara bermutu berarti penyelengggara, pengelola dan pelaksana pendidikan memiliki komitmen yang tinggi, menyahuti harapan pengguna jasa pendidikan (Sihombing dionisius,dkk, 2022).
Patut diyakini bahwa pendidikan sebagai fondasi dari kehidupan dan peradaban manusia. Karenanya dengan membangun pendidikan sama artinya membangun bangsa dan negara. Maka apabila hendak membangun bangsa dan negara Republik Indonesia sejatinya harus di awali dari membangun pendidikan atau sekolah.
Pernyataan ini sejalan dengan seruan tokoh pendidikan nasional, guru besar dan mantan Rektor Unimed, dan juga mantan Kepala Badan Pengembangan Sumber Daya Manusia dan Penjaminan Mutu Pendidikan (BPSDMPMP) Kemendikbud RI, yaitu Bapak Prof. Dr. Syawal Gultom, M.Pd, yang berbunyi: “Membangun Negeri dari Sekolah”. Berarti bahwa dengan kegiatan pendidikan atau kegiatan sekolah yang berkualitas dan bermutu sumber daya manusia Indonesia yang cerdas dan berbudi luhur (berkarakter) bisa dihasilkan.
Ironinya, walau Indonesia telah merdeka dengan usianya 78 tahun, juga para lulusan dari lembaga pendidikan sudah sangat banyak, serta anggaran pembangunan sektor pendidikan sudah amat sangat besar, akan tetapi kualitas pendidikan nasional masih belum menggembirakan.
Sesuai data yang dirilis Worldtop20.org tahun 2023 bahwa peringkat pendidikan Indonesia berada pada peringkat ke-67 dari 203 negara, berdampingan dengan Albania pada peringkat ke 68 dan Serbia diperingkat 67, dengan rincian tingkat persentase pendidikan Indonesia, berikut: 1) tingkat pendaftaran sekolah anak usia dini (68 %); 2) tingkat penyelesaian SD (100 %); 3) tingkat penyelesaian Sekolah Menengah (91.19 %); 4) tingkat kelulusan SMA (78 %); 5) tingkat kelulusan Perguruan Tinggi (19 %), (Yusro Muhammad,myusro.id).
Dari data tersebut dimaknai bahwa lembaga pendidikan Indonesia masih belum berhasil mewujudkan pendidikan yang berkualitas dan bermutu. Karenanya tetap dibutuhkan perhatian yang serius dan komitmen yang kuat dari pemerintah untuk mencari staregi baru dan relevan dalam pembangunan sektor pendidikan.
Adapun faktor penyebab hasil pendidikan Indonesia belum menggembirakan adalah rendahnya kualitas guru, minimnya prestasi guru dan belum memadainya sarana dan prasarana pendidikan. Alasan lain adalah rendahnya komitmen pemerintah terhadap pendidikan, kepemimpinan dan manajemen pendidikan yang belum didasarkan kepada nilai-nilai pendidikan yang bermutu (www.google.com, alasan rendahnya pendidikan nasional).
Menarik untuk dikaji lebih dalam, bahwa kepemimpinan pendidikan yang belum bermutu disebutkan sebagai salah satu penyebab belum berhasilnya pembangunan sektor pendidikan secara nasional. Bermakna bahwa manajemen pendidikan nasional belum tergolong baik. Tidak dapat disangkal bahwa kepemimpinan pendidikan memiliki peranan yang sangat penting dalam meningkatkan mutu pendidikan dan kepemimpinan pendidikan sangat menentukan manajemen pendidikan yang baik. Ketidakgembiraan itu diyakini terjadi sebagai dampak dari proses menghadirkan pemimpin pendidikan yang tidak selalu berdasar kepada indikator kecakapan dan keterampilan, dan integritas serta pengalaman, sehingga pemimpin pendidikan kerap menjadikan visi dan misi kepemimpinan sebatas tertulis dan tidak direalisasi.
Karenanya, apabila lembaga pendidikan hendak dikelola secara bermutu, sehingga bisa menghasilkan lulusan berkualitas maka kepemimpinan pendidikan nasional harus diproses secara benar dengan berpatokan kepada tolok ukur kompetensi dan keterampilan, serta integritas dan pengalaman kerja. Dalam hal itu, kepemimpinan pendidikan harus terbebas dari faktor kepentingan politik pemerintah pusat dan daerah dan terbebas pula dari faktor primordialisme. Kepemimpinan pendidikan nasional wajib senafas dengan kepemimpinan Pancasila.
B. Kepemimpinan Pendidikan Berbasis Pancasila
KEPEMIMPINAN nasional berkaitan dengan peranan seseorang dan atau sekelompok orang elit bangsa untuk pelaksanaan pembangunan sumberdaya bangsa dalam rangka pencapaian tujuan dan cita-cita nasional sesuai moral, etika Pancasila serta UUD 1945 di tengah perubahan globalisasi dan perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi dengan berdasar kepada spirit mewujudkan demokratisasi dan otonomi daerah (lemhanas.tni.mil.id). Kepemimpinan nasional yang berbasis dengan kepemimpinan Pancasila harus direalisasi dengan nilai-nilai dasar: spritual, humanisasi, nasionalis, demokratis dan keadilan sosial (Tambunan Toman Sony, 2018, lib.ui.ac.id).
Sekarang ini terjadi krisis kepemimpinan nasional yang berbasis dengan kepemimpinan Pancasila, ditandai dengan belum berhasilnya kepemimpinan nasional menjawab cita-cita luhur berbangsa dan bernegara. Krisis ini diyakini sebagai dampak dari belum berhasilnya lembaga pendidikan nasional menciptakan lulusan yang kreatif, inovatif dan produktif sebagai agen-agen perubahan di tengah masyarakat, bangsa dan negara, serta sebagai dampak dari belum baiknya sistem dan proses penentuan kepemimpinan pendidikan nasional yang belum sungguh-sungguh mengacu kepada standar kecakapan dan keterampilan, serta integritas dan pengalaman.
Akibatnya, spirit mendahulukan kepentingan bangsa dan negara masih jauh sebagai perilaku pemimpin yang diharapkan, dan terlihat kecenderungan yang tinggi berperilaku korup dan tidak jujur, tidak integritas, beraroma politik dan transaksional.
Selama proses dan tugas kepemimpinan pendidikan secara nasional tidak berkesesuaian dengan standar-standar yang benar dan objektif serta tidak searah dengan cita-cita berbangsa dan bernegara yang termaktub dalam pembukaan UUD 1945 diyakini akan sangat sulit bagi Indonesia untuk mewujudkan cita-cita luhurnya, walau beragam program pembangunan pendidikan nasional telah dijalankan dan walau banyak anggaran yang dialokasikan pemerintah di sektor pendidikan. Karena itu kepemimpinan pendidikan nasional yang berbasis kepemimpinan Pancasila adalah perioritas mutlak yang wajib dijawab di semua tingkatan pendidikan, dan kepemimpinan pendidikan yang kuat hanya bisa diciptakan apabila sistem dan proses penentuan kepemimpinan pendidikan terbebas dari kepentingan politik dan terbebas dari aspek primordialisme.
Salah satu wujud dari kepemimpinan Pancasila adalah keteladanan. Keteladanan itu sebuah potret dari pemimpin yang jujur, dan kejujuran itu bisa dilakoni pemimpin sebagai dampak dari penghayatan hidup tentang visi ke-Tuhan-an dan visi ke-manusia-an dan yang terus diperjuangkannya untuk tujuan menghadirkan rahmad bagi alam semesta. Karenanya dengan pemimpin yang taat kepada ajaran ke-Tuhan-an dan komitmen kepada cinta kemanusiaan bisa diwujudkan kesejahteraan bersama dan dengan pemimpin yang berperilaku adil dan yang mengutamakan kepentingan umum bisa menerapkan kepemimpinan Pancasila. Sebab kepemimpinan Pancasila tidak berambisi memenuhi hasrat pribadi dan kelompok tertentu, melainkan mendahulukan kepentingan bangsa dan negara, melalui memimpin organisasi pendidikan secara baik dan kebersamaan.
Karenanya, kepemimpinan Pancasila menjadi aspek vital dan wajib sebagai modal dasar dipercayakannya seseorang untuk peran dan tugas kepemimpinan pendidikan, sehingga sangat menentukan wujud tidaknya cita-cita pembangunan nasional. Pemerintah baik pusat dan daerah sudah saatnya menseriusi pembangunan sektor pendidikan dan mengiklaskan untuk memberikan kesempatan kepada sumber daya manusia yang visioner dan mumpuni sebagai pengelola pendidikan di berbagai tingkatan, baik negeri maupun swasta. Dan sudah saatnya pula meninggalkan cara-cara hitam dalam sistem dan proses rekrutmen kepemimpinan pendidikan, sebagai wujud dari pertobatan atas kesadaran bahwa tidak ada sebuah kemajuan tanpa sebuah perubahan fundamental.
Indonesia memiliki sumber daya manusia yang jumlahnya cukup untuk menjawab cita-cita luhur nasional, namun cenderung tertutupi oleh orientasi sekelompok pihak yang tidak iklas melihat terjadi kemajuan bangsa dan negara, menonjolkan aspek primordialisme dalam membatasi peluang untuk terseleksinya sumber daya manusia yang kompeten dan terampil, serta yang integritas dan berpengalaman sebagai pemimpin, serta menonjolkan aspek politik.
Karenanya, apabila pemerintah berharap cita-cita pembangunan nasional benar-benar terwujud dan sudah waktunya Indonesia segera keluar dari krisis kepemimpinan pendidikan, maka sudah saatnya kepemimpinan pendidikan baik secara nasional dan di daerah wajib diberikan kepada sumber daya manusia yang tepat: memiliki kecakapan secara keilmuan, memiliki keterampilan sesuai dengan bidang keilmuannya, memiliki integritas dan kejujuran serta berpengalaman pada bidang pendidikan. Kepemimpinan pendidikan tidak bisa diberikan kepada sembarang orang dan sembarang keilmuan, apalagi didasarkan kepada motif transaksional, beraroma politik dan primordialisme.
C. Visi Indonesia Maju
Adapun VISI pemerintah Republik Indonesia adalah terwujudnya Indonesia maju yang berdaulat, mandiri, dan berkepribadian berdasarkan gotong royong. Dan salah satu misi dari sembilan misinya adalah peningkatan kualitas manusia Indonesia (menpan,go.id). Faktor yang tidak bisa ditolerir dan harus sebagai perioritas untuk menjawabnya adalah pembangunan sektor pendidikan nasional secara berkualitas dan bermutu. Karena itu visi utama untuk Indonesia bisa maju adalah pembangunan sektor pendidikan secara nasional, di semua tingkatan.
Kemajuan sektor pendidikan diyakini berdampak positif kepada berkembang tidaknya sektor-sektor pembangunan lainnya. Kemajuan sektor pendidikan itu hanya dapat direalisasi ketika kepemimpinan pendidikan berbasis Pancasila, visioner, cakap secara keilmuan, terampil dibidangnya, berintegritas dan jujur, serta pengalaman di bidangnya. Hanya pemimpin yang miliki modal itu semua yang kelak mampu menjawab visi Indonesia Maju, selaras dengan cita-cita luhur pembangunan bangsa dan negara Indonesia. Apabila dirasa belum mudah memenuhi modal utama itu, sejatinya pemerintah fokus untuk mempersiapkannya.
Secara faktual, walau pemerintah sudah mengeluarkan anggaran pendidikan yang besar dan telah banyak program pembangunan bidang pendidikan dilaksanakan dalam upaya peningkatan sumber daya manusia pendidikan, namun karena pelaksanaan program cenderung mendadak, tanpa manajemen yang baik, dan terkesan orientasi proyek, terjadi secara parsial dan tidak komprihensif, maka belum menjawab kualitas dan mutu yang diharapkan.
Dapat juga dilihat bahwa evaluasi program-program pendidikan tidak dilakukan oleh orang yang tepat sesuai dengan kecakapan dan keterampilannya dibidang pendidikan, sehingga objektifitas dan akuratnya hasil evaluasi belum dapat dipercaya. Demikian pula ketika saat evaluasi, orang yang melakukan evaluasi tidak berkemampuan memberikan gagasan perbaikan meyikapi problematika yang didapatinya. Karenanya tidak mungkin Indonesia mampu mewujudkan visi Indonesia Maju, selama sektor pendidikan tidak dikelola secara sungguh-sungguh dan tidak dipercayakan kepada kepemimpinan pendidikan yang tepat berbasis kepada kepemimpinan Pancasila.
Selanjutnya, betapapun besarnya anggaran pembangunan pendidikan secara nasional, ketika dikelola oleh pemimpin yang tidak integritas dan tidak dikelola dengan perilaku jujur, maka anggaran pendidikan yang besar itu tetap akan tergunakan namun tidak efektif, tidak efisien dan tidak tepat sasaran. Karena itu pula visi Indonesia Maju hanya akan dapat dijawab secara mantap oleh kepemimpinan Pancasila, dimana pemimpin pendidikan memiliki ketaatan yang tinggi kepada Tuhan, pemimpin yang beradab, dijiwai semangat persatuan dan kesatuan, pemimpin yang visioner dan menghadirkan keputusan secara berkeadilan, sebagai wujud kecintaannya dan pengabdiannya kepada bangsa dan negara Indonesia.
D. Penutup
Kesejahteraan dalam ekonomi dan keadilan sosial suatu bangsa dan negara adalah sebagai potret dari kecerdasan penduduk. Kecerdasan itu sebagai dampak baik dari pembangunan pendidikan yang berkualitas dan bermutu. Kemajuan bidang pendidikan hanya akan diakui ketika para lulusannya mampu tampil sebagai pribadi yang kreatif, inovatif dan produktif. Karena lulusan yang demikian, diyakini sektor-sektor pembangunan lainnya akan bisa digarap dengan baik dan menghasilkan nilai ekonomi baru. Dengan kemampuan menghasilkan nilai ekonomi baru, maka bangsa dan negara akan dapat beroleh manfaatnya.
Saatnya pendidikan diarahkan untuk menghasilkan lulusan supaya kelak menjadi pribadi yang kreatif, inovatif dan produktif. Dan capaian ini tidak terlepas dari hadirnya para pendidik yang inovatif, kreatif dan produktif pula di sekolah. Karena itu semua pihak yang saling berkepentingan dengan pendidikan harus bergotong-royong dalam mewujudkan pendidikan yang berkualitas dan bermutu. Pemerintah dibutuhkan untuk memastikan proses pengelolaan pendidikan sejalan dengan cita-cita pembangunan nasional yang telah ditetapkan.
Selamat memperingati hari Guru Nasional Tahun 2023 bagi semua Guru Indonesia, Tetaplah semangat dan berani berbenah untuk bisa tampil jadi penggerak mendukung Kurikulum Merdeka di sekolah. Kehadiran Guru tak tergantikan perannya dalam melahirkan lulusan yang berkualitas. Banggalah tetap menjadi Guru, walau apapun dinamikanya.
Penulis merupakan Akademisi Universitas Negeri Medan, Fakultas Ekonomi, Prodi Manajemen
Kategori : Opini
Editor : ARS
Posting Komentar