Putusan MKMK Dinilai Berdampak pada Pencalonan Gibran Cacat Hukum dan Cacat Etika

JAKARTA, suarapembaharuan.com - Koalisi Masyarakat Sipil Kawal Pemilu Demokratis menilai putusan Majelis Kehormatan Mahkamah Konstitusi (MKMK) berdampak pada pencalonan Wali Kota Solo Gibran Rakabuming Raka menjadi cacat secara hukum dan cacat secara etika. Koalisi menilai putusan MKMK menjadi tanda bahwa putusan atas gugatan perkara Nomor 90 mengalami cacat hukum secara prosedural dan substansial. 


Repro Google

"Keputusan MKMK itu menegaskan bahwa benar kolusi dan nepotisme sangat kental terjadi dalam Perkara Keputusan MK Nomor 90. Dengan demikian, maju-nya Gibran sebagai Calon Wakil Presiden cacat secara hukum dan cacat secara etika," ujar perwakilan Koalisi yang merupakan Deputi Direktur WALHI M. Islah kepada wartawan, Selasa (7/11/2023).


Diketahui, MKMK menjatuhkan sanksi pemberhentian Anwar Usman sebagai ketua Mahkamah Konstitusi. Anwar Usman terbukti melakukan pelanggaran berat terhadap kode etik atas Uji Materi Perkara Nomor 90 tentang batas usia calon presiden dan wakil presiden.


MKMK menyatakan bahwa Anwar terbukti melakukan pelanggaran berat kode etik dan perilaku hakim konstitusi sebagai mana tertuang dalam Sapta Karsa Hutama prinsip keberpihakan, prinsip integritas, prinsip kecakapan dan kesetaraan, prinsip independensi, serta prinsip kepantasan dan kesopanan. 


Lebih lanjut, Islah mengatakan keputusan MKMK sepatutnya tidak hanya memberhentikan Anwar Usman jadi Ketua MK tapi juga memberhentikan Anwar Usman dari hakim MK. Koalisi, kata Islah, menilai relasi kuasa antara rezim penguasa, Mahkamah Konstitusi, dan Gibran adalah bentuk relasi nepotisme yang dapat dikategorikan sebagai suatu bentuk kecurangan dalam proses Pemilu. 


"Majunya Gibran sebagai cawapres, tidak memiliki legitimasi hukum yang kuat, dan dapat dipermasalahkan di masa yang akan datang. Putusan MKMK semakin membenarkan terjadinya ketidakadilan di masyarakat serta menunjukan rusaknya sistem hukum di Indonesia," tandas Islah.


Islah mengatakan Koalisi memandang putusan MKMK makin membenarkan kemunduran demokrasi terjadi di Indonesia. Menurut  dia, kerusakan demokrasi yang dilakukan rezim yang berkuasa tidak bisa dibenarkan dan dibiarkan begitu saja.


"Kelompok Masyarakat Sipil dan Kelompok Pro-Demokrasi, harus kembali tampil ke publik dan merapatkan barisan demi menyelamatkan demokrasi dan hukum yang semakin terancam," pungkas Islah.


Selain WALHI, Koalisi Masyarakat Sipil Kawal Pemilu Demokratis terdiri dari PBHI Nasional, Imparsial, WALHI, Perludem, ELSAM, HRWG, Forum for Defacto, SETARA Institute, Migrant Care, IKOHI, Transparency International Indonesia (TII), Indonesian Corruption Watch (ICW), KontraS, Indonesian Parlementary Center (IPC), Jaringan Gusdurian, Jakatarub, DIAN/Interfidei.


Kemudian Koalisi Perempuan Indonesia (KPI), Indonesian Center for Environmental Law (ICEL), Yayasan Inklusif, Fahmina Institute, Sawit Watch, Centra Initiative, Medialink, Perkumpulan HUMA, Koalisi NGO HAM Aceh, Flower Aceh, Lembaga Bantuan Hukum (LBH) Pers, Lingkar Madani (LIMA), Desantara, FORMASI Disabilitas (Forum Pemantau Hak-hak Penyandang Disabilitas), SKPKC Jayapura, AMAN Indonesia.


Selain itu, Yayasan Budhi Bhakti Pertiwi, Aliansi untuk Demokrasi Papua (ALDP), Aliansi Masyrakat Adat Nusantara (AMAN), Public Virtue, Konsorsium Pembaruan Agraria (KPA), Yayasan Tifa, Serikat Inong Aceh, Yayasan Inong Carong, Komisi Kesetaraan Konfederasi Serikat Buruh Seluruh Indonesia (KSBSI) Aceh, Eco Bhinneka Muhammadiyah, FSBPI.


Kategori : News


Editor      : AHS


Post a Comment

Lebih baru Lebih lama