SIMALUNGUN, suarapembaharuan.com - Hasil dari pengamatan dan ivestigasi langsung kelapangan Forum Daerah Aliran Sungai (Forum DAS) wilayah Asahan – Barumun menyimpulkan, peristiwa banjir bandang kawasan Kabupaten Samosir yang melandang 4 Desa di Kecamatan Harian pada 13 November kemarin, adalah murni karena aktivitas alam.
Ketua Forum DAS Asahan – Barumun Roeskani Sinaga, Kamis (30/11/2023) mengungkapkan hasil dari data dan pengamatan tim mereka dilokasi Desa Siparmahan yang paling terdampak banjir bandang, satu hari sebelum terjadi banjir ada gempa kecil yang dirasakan oleh warga (informasi dari bapak kepala desa Siparmahan bapak Bertua Sihotang).
Pada saat kejadian, hujan deras secara terus menerus, dan data BMKG mencatat hujan yang terjadi pada saat itu berkisar kurang lebih 110 mm.
Menurutnya akibat hujan deras menyebabkan volume air meningkat, sehingga sungai tidak dapat menampung air yang berlebih, dan air sungai dihulu tidak mengikuti alur sungai yang seharusnya, namun lurus membelah lahan perladangan warga sampai dengan perumahan warga, serta sekolah SMP N 2 Siparmahan.
"Lahan yang dibelah sungai tersebut adalah daerah yang lebih rendah dibanding alur sungai yang biasanya.
Kondisi awalnya volume air besar mengalir membelah rumah warga, yang berdekatan dengan tempat penampungan air minum.
Kemudian selang beberapa waktu, kondisi air sudah bercampur lumpur", tutur Roeskani Sinaga.
Dari pantauan Forum DAS dilapangan terlihat sisa bebatuan yang turun dari atas memiliki diameter lebih kurang 2 meter.
Enam orang tim Forum DAS telah melakukan identifikasi penyebab terjadinya banjir bandang di Samosir.
Pengakuan dari masyarakat bahwa terdengar suara dentuman batu berjatuhan, dari daerah hulu Sungai Sitiotio, kejadiannya ketika curah hujan juga sangat tinggi.
"Seketika pemukiman warga diterjang banjir bandang air dan lumpur merusak pemukiman dan pertanian masyarakat setempat ”, ungkap Roeskani Sinaga kepada sejumlah media pascamelakukan pengumpulan informasi dan data.
Selain kondisi curah hujan yang sangat tinggi hingga 12 jam ketika itu, penyebab lainnya adalah kondisi tutupan lahan Daerah Tangkapan Air (DTA) banjir, sebagian besar (75 %) berupa non hutan.
Bahkan menurut tim Forum DAS, lokasi banjir tidak dapat ditumbuhi tanaman pepohonan, karena lapisan bawah tanahnya adalah bebatuan.
Sehingga menurut Roeskani Sinaga kemampuan tanah untuk meresap air (intersepsi) terhadap intensitas hujan yang besar sangatlah rendah.
Tak heran karena kejadian alam tersebut terbentuklah aliran sungai yang baru, karena aliran sungai yang sudah ada tidak mampu menahan terjangan arus air yang sangat besar.
“Ada aliran sungai baru akibat dari bajir bandang, sebelumnya ada dua sisi aliran sungai menghadap ke hulu sungai, kemudian terbentuk lagi sisi sungai yang lain yang menyebabkan banjir bandang di rumah masyarakat.
Ditambah lagi pada bagian hulu sungai ada sejumlah aktivitas masyarakat yang membuka lahan pertanian, jagung, padi, tanaman kacang, pokat, kopi, dan manga”, katanya.
Karenanya tim Forum DAS mengusulkan segera dilakukan rehabilitasi secara khusus mengantisipasi kejadian yang sama atau banjir bandang susulan khusus dikawasan tersebut, dan bila memungkinkan diwilayah kawasan Danau Toba lainnya.
“Harapannya kita dari Forum DAS bisa melakukan rehabilitasi dan konservasi dengan perlakukan yang lebih khusus, termasuk memilih tanaman yang dapat menahan gerusan air.
Selanjutnya membuat pengikat (sabuk) atau penahan air diwilayah pertanian masyarakat, dalam bentuk permanen dengan memanfaatakan bebatuan yang ada guna menghindari peristiwa yang sama”, ungkapnya Roeskani Sinaga yang kesehariannya juga sebagai Dekan Fakultas Pertanian Universitas Simalungun (USI).
Lebih lanjut beliau juga mengatakan Tim Forum DAS menduga kuat ada kawasan penampungan air alami, seperti kantung air dibagian atas hulu sungai Sitio tio.
Namun sayang karena lokasi yang terjal dan medan yang berat, tim Forum DAS tidak sampai langsung ke hulu lokasi pusat banjir.
Bila pada akhirnya dugaan itu benar, maka menurut Roeskani Sinaga perlu segera dilakukan rehabilitasi kawasan tersebut, sebab berdampak besar pada banjir bandang susulan yang dipengaruhi oleh tipisnya lapisan tanah di samosir yang terbentuk dari aktivitas Vulkanik.
“Menurut Forum DAS sesuai dengan topografi kawasannya, maka sebaiknya di bagian hulu juga dibuat seperti bendungan yang dapat mengatur buka dan tutup aliran air melalui pintu air dibagian atas.
Sekaligus memberikan rekomendasi kepada Balai Pengelolaan Daerah Aliran Sungai (BP DAS), untuk dapat melepaskan wilayah sepadan sungai ditanami tanaman penahan air”, ungkapnya lagi.
Roeskani Sinaga juga mengatakan rekomendasi Forum DAS dari hasil pengamatan dilapangan akan disampaikan ke BP DAS, Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK) untuk segera dilakukan karena sangat dibutuhkan dikawasan terdampak banjir bandang Samosir, serta daerah lainnya di kawasan Toba.
“Forum DAS juga merekomendasikan kepada BP DAS dan KLHK untuk melakukan pengawasan terhadap aktivitas pengambilan kayu dan memberikan pengetahuan kepada masyarakat tentang bahaya kerusakan lingkungan.
Dan untuk aliran sungai yang baru terbentuk pasca banjir bandang, sebaiknya tidak usah dipindahkan karena biayanya terlalu besar sehingga sebaiknya dimanfaatkan saja sebagai aliran sugai untuk aktivitas masyarakat.
Dengan menghadirkan tenaga ahli untuk melihat daerah bagian hulu, misalnya ahli geologi dan melibatkan komunitas pecinta lingkungan hidup”, tutupnya.
Kategori : News
Editor : AHS
Posting Komentar