JAKARTA, suarapembaharuan.com - Koordinator Umum Komite Independen Sadar Pemilu (KISP) Moch Edward Trias Pahlevi menilai KPU harus belajar dari penyelenggaraan debat paslon capres-cawapres pada Pilpres 2019. Menurutnya, saat itu format debat cenderung tidak menarik dan lebih pada pemaparan bukan perdebatan.
Repro Google |
"Formatnya terlalu kaku, tidak dialogis karena skemanya tidak mengarah ke perdebatan, tapi ke presentasi," terangnya.
Edward mengungkapkan baiknya pada Pilpres 2024, format debat benar-benar mampu mengungkapkan kapasitas dan kualitas utuh masing-masing capres dan cawapres.
"Untuk 2024, dari sisi soal, tidak boleh dibocorkan. Artinya mereka hanya mendapatkan kisi-kisi tapi tidak gambaran pertanyaan yang utuh," tambahnya.
Edward mengungkapkan patutnya debat paslon juga memberi ruang pada masing-masing calon untuk berhadapan. Semisal capres vs capres, cawapres vs cawapres.
"Iya yang penting berimbang saya pikir juga begitu," imbuhnya.
Selain itu, setiap calon juga harus memperdebatkan suatu isu dalam durasi waktu yang cukup panjang.
"Kedua, formatnya lebih mengarah pada perdebatan isu atau memang diberikan waktu yang cukup panjang. Jadi tidak memaparkan tapi memang masing-masing calon diberikan pertanyaan dan dijawab, tapi dengan durasi waktu yang panjang," tandasnya.
KPU dituntut untuk bisa menghadirkan debat yang bukan sekadar presentasi dan formalitas.
"Menurut saya, besok KPU harus mendorong bagaimana para kandidat itu mampu debat bahkan lebih panas," tegasnya.
Debat itu harus mampu menguji kemampuan capres-cawapres dalam menjawab persoalan bangsa.
"Tidak ada istilah etis dan tidak etis, tapi ini adalah persoalan bangsa. Jadi mereka harus dipertontonkan perdebatan-perdebatan menarik. Supaya masyarakat bisa menilai dari perdebatan itu menghasilkan nilai dan konsensus," tegasnya.
Kategori : News
Editor : AHS
Posting Komentar