MEDAN, suarapembaharuan.com - Pusat Monitoring Politik dan Hukum Indonesia (PMPHI) meminta Jaksa Agung maupun Kajati Sumut untuk segera memberikan klarifikasi soal Ketua PDI Perjuangan Sumut, Rapidin Simbolon, yang disebutkan Mahkamah Agung (MA), turut menikmati dana penanganan Covid-19 di Kabupaten Samosir.
Gandi Parapat |
Koordinator PMPHI, Gandi Parapat mengatakan, penanganan perkara dalam penggunaan anggaran Covid-19, yang belakangan ini menyeret Rapidin Simbolon yang merupakan mantan Bupati Samosir, sudah menimbulkan kegaduhan di tengah publik. Pasalnya, banyak desakan dari berbagai kalangan agar putusan MA itu ditindaklanjuti.
"Publik bingung setelah keluarnya putusan MA tersebut. Sebab, sebelumnya sudah ada 4 orang yang diajukan sampai ke meja hijau pengadilan. Anehnya, orang yang diduga tidak terlibat korupsi, justru dijadikan terdakwa di persidangan. Bahkan MA mengungkap Rapidin Simbolon turut menikmati anggaran dana Covid-19 tersebut," ujar Gandi kepada wartawan, Senin (4/9/2023).
Gandi mengkhawatirkan, penanganan kasus dari penggunaan anggaran dana Covid-19 di Kabupaten Samosir, berpotensi mempengaruhi proses Pemilu 2024. Apalagi, Rapidin Simbolon termasuk salah satu kader terbaik dari PDIP yang juga maju sebagai calon legislatif (Caleg) untuk ikut bertarung memperebutkan kursi di DPR RI.
"Oleh karena itu, PMPHI mendorong Jaksa Agung maupun Kajati Sumut untuk segera memberikan klarifikasi. Soalnya, kasus ini bisa berpotensi merugikan partai besutan Megawati Soekarnoputri maupun Rapidin Simbolon sendiri. Pemilu 2024 harus berjalan jujur, adil dan berintegritas. Kasus ini bisa menjadi bola liar," katanya.
Menurut Gandi, kejaksaan tidak melanggar aturan jika membuka kembali penanganan kasus korupsi anggaran Covid-19 di Samosir tersebut. Kejaksaan perlu melakukan pendalaman untuk membuktikan adanya unsur kerugian negara, seperti yang disebutkan sebelumnya. Publik bakal semakin bertanya jika perkara dimaksud hanya dibawa diam oleh kejaksaan.
"Kasus ini merupakan pertaruhan nama baik institusi kejaksaan. Ada baiknya kejaksaan berkoordinasi dengan MA maupun pihak lain soal penanganan perkara yang menyeret mantan bupati tersebut. Kasus ini sebaiknya jangan dibiarkan karena bisa membenturkan masyarakat," jelasnya.
Seperti diketahui, Ketua PDIP Sumatera Utara (Sumut) Rapidin Simbolon disebut ikut menikmati dana penanggulangan COVID-19 di kasus korupsi yang menjerat Jabiat Sagala ketika masih menjabat Sekda Samosir. Saat itu Rapidin sendiri masih menjabat sebagai Bupati Samosir.
Hal itu diketahui berdasarkan vonis hakim Mahkamah Agung (MA) dalam perkara tindak pidana korupsi di tingkat kasasi dengan terdakwa Jabiat Sagala. Dari salinan putusan nomor 439 K/Pid.Sus/2023, dalam pertimbangannya hakim menyebut Rapidin dinilai terbukti memanfaatkan dan menikmati dana COVID-19 untuk kepentingan pribadi.
"Bahwa terdakwa menjabat sebagai Ketua Pelaksana Gugus Tugas COVID-19 Kabupaten Samosir hanya selama 14 (empat belas) hari sejak tanggal 17 Maret 2020 berdasarkan Surat Keputusan Bupati Nomor 89 Tahun 2020 tanggal 17 Maret 2020, kemudian sejak tanggal 31 Maret 2020 digantikan oleh Drs. Rapidin Simbolon, S.E., M.M., selaku Bupati Kabupaten Samosir berdasarkan Surat Keputusan Bupati Nomor 117 Tahun 2020 tanggal 31 Maret 2020," ungkap Ketua Majelis Hakim Eddy Armi seperti dikutip detikSumut pada Selasa (15/8) dari putusan MA pada Sabtu (12/8).
Setelah menjadi Ketua Pelaksana Gugus Tugas, Rapidin bersama relawan menyerahkan bantuan ke masyarakat. Di kantong bantuan itu terdapat wajah Rapidin.
"Selanjutnya Drs. Rapidin Simbolon, S.E., M.M., bersama tim relawan memindahkan packing bantuan ke Rumah Dinas Bupati dan menempelkan sticker bergambar Bupati Samosir Drs. Rapidin Simbolon, S.E., M.M., dan Wakil Bupati pada setiap kantong paket bantuan untuk dibagikan kepada masyarakat. Maka dengan demikian pengelolaan Dana Siaga Darurat Penanggulangan Bencana Non Alam Penanganan COVID 2019 terbukti justru dimanfaatkan dan dinikmati untuk kepentingan pribadi Bupati Samosir Drs. Rapidin Simbolon, S.E., M.M., dan Wakil Bupati," tulis putusan MA Republik Indonesia pada halaman 61 dan 62.
Diketahui di Pengadilan Tipikor Medan Jabiat divonis hakim satu tahun penjara, padahal tuntutan jaksa tujuh tahun penjara. Atas vonis itu jaksa melakukan banding dan vonis di tingkat banding naik menjadi dua tahun. Sedangkan di tingkat kasasi vonis berkurang menjadi satu tahun tiga bulan.
Kategori : News
Editor : AHS
Posting Komentar