JAKARTA, suarapembaharuan.com - Konferensi Tingkat Tinggi Negara-Negara Melanesia atau Melanesian Spearhead Group (KTT MSG), dengan tegas menolak permintaan keanggotaan penuh United Liberation Movement for West Papua (ULMWP). Keputusan ini diambil pada pertemuan puncak yang berlangsung di Port Vila, Vanuatu, 23-24 Agustus 2023 lalu.
Guna membahas masalah tersebut, sejumlah pengamat dan tokoh hadir pada acara webinar nasional yang diselenggarakan oleh Moya Institute dengan tema "Upaya Benny Wenda Kandas di KTT Melanesian Spearhead Group (MSG)", Jumat (22/9/2023) sore.
Mereka adalah Pakar Hubungan Internasional Universitas Padjajaran, Prof. DR. Teuku Rezasyah, pemerhati isu-isu strategis dan global yang juga mantan Dubes RI untuk Cina, Prof. Imron Cotan, Politikus Reformasi, Mahfudz Siddiq, Ketua Badan Musyawarah Papua, Willem Frans Ansanai, dan Direktur Eksekutif Moya Institute, Hery Sucipto.
Prof. DR. Teuku Rezasyah, mengatakan KTT tersebut luar biasa karena menempatkan Indonesia pada Pasifik Selatan. Benny menggunakan ULMWP sebagai forum untuk menyatakan kepada dunia dan menuntut agar Papua bisa lepas dari Indonesia serta selalu menyamakan diri dengan Papua Nugini.
“Benny selalu membawa tanda-tanda kebesaran Papua ke dunia dan menarik simpati dunia. Tokoh ini dapat dikatakan seorang lobbyist karena berupaya mendatangkan dunia akan permasalahan yang dia hadapi,” kata Teuku.
Sementara itu, Ketua Badan Musyawarah Papua, Willem Frans Ansanai, berpendapat bahwa upaya yang dibangun Benny Wenda di dunia internasional sangat mengganggu bagi NKRI, tetapi kita mempunyai keyakinan kuat bahwa penyelesaian Papua sudah clear, dari segi hostoris, hingga sisi pembenahan Papua.
“Sebagai putra daerah Papua dalam melihat sepak terjang Benny Wenda, saya masih berkeyakinan bahwa kedaulatan NKRI akan tetap utuh dan Benny akan mengalami banyak kesulitan,” kata Willem.
Hal senada juga diungkapkan oleh Politikus Reformasi, Mahfudz Siddiq, bahwa kita perlu memberi apresiasi kepada delegasi Indonesia di forum MSG yang mengambil langkah tegas dan tepat dengan walk out ketika Benny Wenda menyampaikan pidatonya, dan sikap itu yang mempengaruhi keputusan akhir dari KTT MSG.
“Saya ingin mengapresiasi kepada teman-teman delegasi di forum itu. Semua sudah sepakat bahwa berbicara tentang isu ini, hanyalah kelompok kecil yang sebagiannya tidak berdomisili di Papua dan terus mengeluarkan ide tentang separatisme, agar ide ini mendapat dukungan,” ujar Mahfudz.
Pembicara lainnya, Prof. Imron Cotan mengatakan MSG tidak bisa menerima UMLWP karena dia bukan entitas politik negara berdaulat yang menyatakan bahwa negara berdaulat hanya bisa diakui jika memiliki wilayah, pemerintahan yang berdaulat, rakyat dan mampu menjalin hubungan internasional dengan negara lain. Dan ULMWP sama sekali tidak memenuhi seluruh syarat itu.
“MSG tidak bisa menerima UMLWP karena dia bukan entitas politik negara berdaulat, memiliki wilayah, pemerintahan, rakyat dan mampu menjalin hubungan internasional. ULMWP sama sekali tidak memenuhi syarat-syarat itu,” tegas Imron Cotan.
Direktur Eksekutif Moya Institute, Hery Sucipto mengatakan bagaimanapun Papua tidak terpisahkan dari NKRI, karena itu menjadi kewajiban dan hak kita semua untuk mempertahankan dari segala rong-rongan ataupun upaya untuk memisahkan diri.
“Papua tidak bisa dipisahkan dari NKRI, karena itu menjadi kewajiban dan hak kita semua untuk mempertahankan dari segala upaya untuk memisahkan diri,” pungkas Hery.
Kategori : News
Editor : AHS
Posting Komentar