JAKARTA, suarapembaharuan.com - Pelaku Usaha Mikro Kecil Menengah atau UMKM lokal terancam mati suri. Mereka tidak bisa bersaing dengan UMKM dari Tiongkok yang membuka usaha ilegal di Indonesia.
Ilustrasi |
Pengacara atau Kuasa Hukum dari RWS Law Firm, Felix Kriszuki, SH menceritakan, cara produsen Tiongkok mendistribusikan barang-barang dari negerinya dengan banting harga.
Menurutnya, kondisi ini sama saja dengan penjajahan ekonomi atau disebut invasi ekonomi. Jika terus berlarut, maka bukan mustahil UMKM lokal gulung tikar.
"Efeknya sangat mengerikan bagi rakyat dan negara Indonesia. Modus baru ini sangat invasif, bayangkan pedagang Tiongkok tidak lagi menjual barang kepada pengusaha Indonesia, tetapi mereka menjual barang langsung kepada konsumen Indonesia," kata Felix kepada wartawan, Sabtu (19/8/2023).
Lebih lanjut, Felix menuturkan, produsen Tiongkok menjual barang mereka dengan cara membuka toko online di marketplace dalam negeri. Selain itu, mereka juga menyewa ruko dan gudang untuk penyimpanan barang di Indonesia.
"Bahkan ada dari mereka memakai KTP orang Indonesia untuk buka toko online di Indonesia dan lawan saingan usahanya adalah UMKM Indonesia. Jadi ini disebut penjajahan," papar dia.
Felix menyebut, kondisi tersebut jelas sangat berdampak luas, terutama pada UMKM dalam negeri yang dipastikan gulung tikar.
"Jika UMKM kita gulung tikar, dan yang terjadi kemiskinan meningkat, perceraian meningkat, anak-anak terlantar, kriminalitas meningkat, dan dampak lainnya yang sungguh mengerikan," ucap dia.
"Sementara mereka produsen Tiongkok menikmati hal ini. Mereka tidak bayar pajak karena hasil penjualan langsung di transfer ke Tiongkok melalui agen pedagang valuta asing," jelasnya.
"Menurut saya kepolisian negara Republik Indonesia harus segera bertindak, menangkap dan memproses hukum para pengusaha asing ilegal di Indonesia sesuai dengan Undang-Undang," urainya.
Di sisi lain, regulasi yang ada saat ini terlalu longgar dalam mengatur perdagangan elektronik.
Regulasi yang dimaksud adalah Peraturan Menteri Perdagangan (Permendag) No 50 Tahun 2020 Tentang Perizinan Usaha, Periklanan, Pembinaan, dan Pengawasan Pelaku Usaha dalam perdagangan melalui elektronik.
"Faktanya sudah terancam dan sudah banyak korbannya , dari penjual pakaian, sepatu dan banyak lainnya," sebutnya.
Felix menambahkan, UMKM Tiongkok saat ini semakin berani mengedarkan produknya di negara Indonesia, terutama Jabodetabek. Apalagi WNA buka usaha di Indonesia tanpa izin usaha dengan meminjam KTP dan akun bank orang Indonesia.
Maka dari itu, lembaga negara terkait seperti Kementerian Koperasi dan Usaha Kecil dan Menengah harus segera bekerja sama dengan kepolisian demi memberangus UMKM Tiongkok.
"Barang bukti masih segar di gudang mereka. Mereka masih dengan berani dan terbuka. Polisi akan mudah dapat tersangka dan bukti jika bergerak dalam waktu dekat ini," ungkap Felix.
"Mereka edarkan mesin mesinnya, media tempat mereka jualan, gudang barangnya bukti barangnya, dan metode mereka itu terobos ke Indonesia," ucapnya menambahkan.
Selain itu, pentingnya revisi Permendag Nomor 50 Tahun 2020 untuk melindungi para pelaku UMKM lokal yang semakin terhimpit oleh UMKM Tiongkok.
Menteri Koperasi dan Usaha Kecil Menengah, Teten Masduki menyampaikan 21 juta UMKM lokal sudah bergabung di marketplace. Namun sebagian barang yang dijual mereka impor. Itu karena daya saing produk UMKM lokal lemah, salah satunya dari segi kualitas.
Selain revisi Permendag Nomor 50 Tahun 2020, Teten pun mengungkapkan kembali usulannya yang pernah diajukan sebelumnya mengenai produk-produk impor untuk masuk Indonesia lewat Pelabuhan Sorong.
Menurut Teten, dengan posisi pelabuhan yang ada di bagian timur Indonesia sementara pasar utama berada di wilayah Jawa, maka biaya distribusi untuk produk impor pun akan bertambah sehingga harganya bisa lebih berkompetisi dengan produk-produk UMKM dalam negeri.
Kategori : News
Editor : AHS
Posting Komentar