JAKARTA, suarapembaharuan.com - Cerdas dan bijak dalam menggunakan sosial media, sangat penting dilakukan di era digital saat ini. Hal itu menjadi bahasan dalam talkshow The Leader dengan tema “Anak Indonesia Cerdas Literasi dan Bermedia Sosial” di Jakarta, Kamis (3/8/2023).
Acara yang dipandu Nick Wardi ini, menghadirkan para pemateri dari Perpustakaan Nasional Republik Indonesia (Perpusnas RI). Yakni Kepala Pusat Jasa Informasi Perpustakaan dan Pengelolaan Naskah Nusantara Agus Sutoyo, serta Pustakawan Layanan Anak Fitriana Ramadhani.
Dalam paparannya, Agus menjelaskan jika era perkembangan teknologi saat ini, peranan buku semakin dilupakan. Padahal keberadaannya sangat penting dalam tumbuh kembang generasi bangsa. Anak-anak mulai melupakan bacaan yang menarik, karena asyik dengan gawainya.
Padahal, kampanye literasi sudah dahulu digaungkan Perpusnas RI. Bagaimana peran orang tua menyikapi perkembangan teknologi yang begitu pesat. Pada 2003 silam sudah mulai melalui duta baca nasional saat itu, Tantowi Yahya. Dengan tagline “Ibuku Perpustakaan Pertamaku”. Artinya orang tua punya peran penting di rumah, sebelum sosialisasi keluar rumah.
“Ibu atau ayah mendampingi anak-anak mereka untuk kenalkan literasi. Penelitian membuktikan usia 0-5 tahun pada anak, perkembangannya dikontrol melalui buku bacaan,” ujar Agus.
Saat ini, sambungnya, kampanye literasi masih terus berlangsung. Dengan duta baca nasional yang berganti-ganti. Perannya tetap sama, mengajak untuk dekat dengan buku. Namun di era kini, menggabungkan dengan teknologi.
“Kami sudah ada. Di gedung baru Perpusnas yang 24 lantai, sudah diterapkan teknologi. Bagaimana agar bisa memberikan kontribusi besar bagi masyarakat. Kami ambil peran itu. Dengan menyiapkan wadah dan fasilitas. Diantaranya ada Layanan Khusus Anak. Kunjungan di Sabtu dan Minggu selalu overload, khususnya dari anak-anak.”
“Kami harus menyenangkan anak-anak saat main di perpustakaan. Disinilah peran dari pustakawan Perpusnas membantu bagaimana bisa bermain sambil membaca. Karena dunia anak tak bisa lepas dari bermain,” imbuh Agus.
Agus mengungkapkan, Layanan Khusus Anak dibuat lebih menyenangkan. Ada mainan dan sebagainya. Kesenangan yang awalnya didapatkan melalui gawai, bisa dialihkan ke perpustakaan. “Kami tidak meninggalkan teknologi, tapi justru mulai memanfaatkannya. Yakni membuat aplikasi I-Pusnas. Jadi masyarakat kalau mau baca buku, tak harus datang ke Perpusnas. Cukup buka aplikasi melalui telepon genggam.”
“Untuk sekolah ada aplikasi Pusnas Edu, sehingga memudahkan perpustakaan di sekolah mencari buku untuk kebutuhan belajar mengajar,” sebut Agus.
Nah, agar anak-anak menyukai literasi, peran orang tua sangat dibutuhkan. Misalnya, mematikan televisi mulai dari pukul 18.00-19.00 WIB untuk memberi waktu membaca. “Ini memang tantangan terbesar. Sejak dini dibiasakan kenalkan bahan bacaan. Saat mau tidur juga, anak-anak paling suka bacaan dongeng,” tandasnya.
Sementara itu, Fitriana Ramadhani menambahkan, menjadi pustakawan khusus anak dituntut memiliki daya kreativitas tinggi. Agar mereka bisa diarahkan untuk melakukan kegiatan literasi. Saat membaca misalnya, tapi tidak seperti membaca.
“Misalnya, anak-anak ditanya soal cita-cita. Mereka membaca dulu, baru menulis apa cita-cita mereka saat dewasa. Dengan cara ini, buku menjadi hidup. Tidak lagi selesai membaca, lalu tutup buku. Jadi menciptakan sesuatu dari membaca,” tukasnya.
Kategori : News
Editor : AHS
Posting Komentar