JAKARTA, suarapembaharuan.com - Direktur Lembaga Pemilih Indonesia (LPI), Boni Hargens menyebutkan meski sebelum Agustus sejumlah lembaga survei menempatkan bacapres Prabowo Subianto di rating teratas tetapi tidak bisa diklaim sebagai paramater yang baku.
Menurutnya, dinamika politik pencapresan masih dinamis. Hal itu disampaikannya saat Diskusi Publik LPI yang mengusung tema, “Ganjar Meroket, Ke Mana Bandul Bergeser? Menafsir Survei Litbang Kompas, Saiful Mujani Research and Consulting (SMRC) dan Lembaga Pemilih Indonesia” yang digelar di Jakarta, pada Jum’at 25 Agustus 2023.
“Survei yang muncul belakangan ini kejutan yang menarik. Ini membuktikan bahwa tren elektabilitas masih dinamis dan bersaing ketat antar bacapres. Meski dari survei LPI, Litbang Kompas dan SMRC mengindikasikan dari simulasi tiga nama bacapres, tren Ganjar cenderung naik, Anis relatif stabil sedangkan Prabowo ada potensi menurun. Begitu pula dengan basis loyalis setiap bacapres. Ganjar cenderung naik, Anis relatif stabil dan Prabowo ada kemungkinan declining,” ulasnya.
Ia melanjutkan, berdasarkan hasil ketiga lembaga survei ini menunjukkan bahwa swing voters serta pemilih yang belum memutuskan pilihannya masih relatif tinggi dan masih di kisaran 20 sampai 40 persen. Menurutnya, banyak faktor yang menyebabkan massa mengambang dan undecided voters masih cukup tinggi. Seperti faktor bacawapres, rekam jejak, konsistensi, hingga tawaran program yang kongkrit dan rasional untuk direalisasikan.
“Ini tantangan bagi setiap bacapres dan partai pengusung untuk meyakinkan para pemilih yang belum memutuskan pilihannya dan menarik konstituensi pendukung lainnya untuk mengalihkan dukungannya. Lalu, determinasi gagasan mengenai konstruksi Indonesia masa depan yang bisa meyakinkan Gen Z,” sambungnya.
Saat ditanya tentang kemungkinan perubahan koalisi partai politik yang telah mengusung bacapres dan mengajukan bacawapresnya, Boni menjelaskan sebagai wacana ilmiah sah-sah saja. Seperti wacana pencapresan Ganjar berpasangan dengan Anies, Ganjar dengan Prabowo, atau Prabowo dengan Anies merupakan hal yang wajar dalam diskursus elektoral.
“Semisal, simulasi tentang Ganjar Anies itu kan ada dalam simulasi Litbang Kompas. Saya kira secara ilmiah sah-sah saja. Bisa jadi simulasi ini cukup mengganggu kubu Pak Prabowo, ya. Karena di atas kertas wacana itu tidak ada yang bisa lawan itu paket Ganjar Anies. Apakah tren elektabilitas Ganjar yang rebound ini juga bisa membuyarkan koalisi partai yang telah terbentuk? Ya kalau kita lihat, koalisi parpol yang berada di barisan Prabowo ini kan gemuk, apakah tren elektabilitas Ganjar yang bergerak naik ini akan membuat Partai Golkar, PKB atau partai lain yang berada di barisan ini akan membuat mereka berfikir ulang mendukung Prabowo, kita belum tahu. Ini nanti dijawab oleh para ketua umum parpol, karena mereka jualah yang memiliki kuasa politik untuk menentukan model koalisi finalnya seperti apa,” tukasnya.
Hadir dalam diskusi itu antara lain, Peneliti Pusat Riset dan Politik Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN) Syafuan Rozi, Direktur Riset SMRC, Deni Irvani, Pakar Kebijakan Publik Asep Kususanto.
Kategori : News
Editor : AHS
Posting Komentar