JAKARTA, suarapembaharuan.com - Pusat Monitoring Politik dan Hukum Indonesia (PMPHI) meminta Menko Polhukam Mahfud MD tidak mencari panggung baru untuk mengatasi masalah lahan Sport Center di eks PTPN II yang dianggap sudah lama tidak berpihak ke masyarakat di Kabupaten Deliserdang.
Gandi Parapat |
Menurut Koordinator PMPHI, Gandi Parapat, perwakilan masyarakat sudah lama mengadukan masalah lahan Sport Center ke Menko Polhukam dan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK). Laporan itu untuk mengungkap tabir jual - beli lahan pembangunan Sport Center dengan nilai Rp152 miliar.
"Jika pemerintah merasa berhak sebagai pemilik lahan seluas 300 hektar itu, kenapa ada transaksi seperti jual - beli antara pemerintah dengan pihak PTPN II? Kemana uang itu digunakan? Pemerintah yang metasa sebagai pihak yang berhak pemilik lahan kok malah melakukan pembelian," tanya Gandi Parapat, Jumat (21/7/2023).
Deklarator Forum Andika Perkasa ini mengaku mencium adanya aroma 'kongkalikong' di balik transaksi jual - beli lahan sebesar Rp152 miliar tersebut. Karena itu, perwakilan masyarakat sebagai pihak yang dirugikan sudah membuat laporan ke Menko Polhukam Mahfud MD dan buat pengaduan ke KPK.
"Sampai saat ini, belum ada tindak lanjut dari laporan maupun pengaduan masyarakat tersebut. Laporan yang disampaikan terkesan dianggap radio rusak. Uang pembelian lahan seluas 300 hektar dengan anggaran yang katanya dikeluarkan pemerintah sebesar Rp152 miliar itu, patut dipertanyakan keberadaannya," tegas Gandi.
Menurut Gandi, masyarakat tidak tertarik lagi dengan pernyataan Mahfud MD yang menyebutkan ada pihak berkepentingan di atas lahan eks PTPN II twrsebut. Bahkan, masyarakat sudah merasa pesimistis atas proses penegakan hukum persoalan pembelian lahan tersebut.
"Kami menilai tidak sulit bagi seorang Menko Polhukam untuk meminta KPK, Kejaksaan maupun Polri untuk mengusut kasus ini. Jika kasus ini disampaikan Mahfud MD ke Presiden Joko Widodo (Jokowi) maka penanganan kasus ini oleh aparat penegak hukum dipastikan sudah tuntas," katanya.
Seperti dilansir dari Detik.com, Menteri Koordinator Politik, Hukum, dan Keamanan (Menko Polhukam) Mahfud Md menyebut ada peran pebisnis dalam kasus mafia tanah yang terjadi di lahan PT Perkebunan Nasional (PTPN) II, Tanjung Morawa, Deli Serdang, Sumatera Utara (Sumut). Pebisnis ini, kata Mahfud, berperan sebagai sponsor.
"Itu tanah di Tanjung Morawa dan kami menduga berdasarkan temuan-temuan surat perjanjian yang di situ memang ada sponsornya, yaitu pebisnis," kata Mahfud kepada wartawan di kantor Kemenkopolhukam, Jakarta Pusat, Selasa (18/7/2023).
Perusahaan yang berperan sebagai sponsor ini, dikatakan Mahfud, telah menjanjikan imbalan dengan nominal besar kepada warga. Mahfud mengatakan imbalan akan cair apabila bisa memenangkan keputusan pengadilan atas hak kepemilikan tanah tersebut.
"Perusahaan yang menjanjikan 'Kalau anda menang, nanti masing-masing orang yang dianggap punya tanah'. 234 Orang itu, padahal dia tidak tahu tanahnya di mana, akan dikasih masing-masing Rp 1,5 miliar. Nah ini nanti kita sampaikan ke Mahkamah Agung," ujar Mahfud.
Sebabnya, Mahfud mengatakan pemerintah akan berusaha semaksimal mungkin agar aset negara berupa lahan milik PTPN II ini bisa dipertahankan. Ketika itu terjadi, Mahfud pun meminta pebisnis tersebut bisa mematuhi hukum yang berlaku.
"Untuk menyelamatkan harta negara, prinsipnya Presiden (Presiden Joko Widodo, red) mengarahkan begini, kalau negara punya kewajiban hutang kepada warga negara, masyarakat, dan itu sudah inkrah berdasarkan keputusan pengadilan, negara wajib membayar," tutur Mahfud.
"Karena ini putusan pengadilan, wajib membayar dan jangan terlalu lama menunda dan melakukan review. Tapi kalau kita menang, itu juga segera untuk menagih juga ke pihak swasta seperti yang dilakukan selama ini," pungkasnya.
Sebelumnya, Mahfud Md menemukan adanya dugaan kasus mafia tanah yang terjadi di lahan milik PT Perkebunan Nasional II di Tanjung Morawa. Mahfud menilai ada unsur pidana dalam kasus ini yang terindikasi merugikan negara Rp 1,7 triliun.
"Tadi melakukan bedah kasus atas putusan pengadilan mengenai tanah negara di Tanjung Morawa, Sumatera Utara seluas 464 hektare. Itu milik aslinya PTPN II, tapi tiba-tiba di pengadilan dikalahkan di dalam kasus perdata," kata Mahfud Md kepada wartawan usai rapat bersama di kantor Kemenko Polhukam.
"Kita baru tahu 2019, sesudah para penggugat berjumlah 234 orang itu minta eksekusi. Ketika dia minta eksekusi barulah kita nanya ke BPN bahwa tanah itu sejak dulu milik PTPN. Dan belum pernah ada perubahan, kok tiba-tiba menang di PN," sambungnya.
Kategori : News
Editor : AHS
Posting Komentar