JAKARTA, suarapembaharuan.com — Pakar isu global dan strategis, Prof. Imron Cotan menjelaskan bahwa sejatinya seluruh parpol memiliki peluang dan kesempatan yang sama untuk bisa meraup suara para pemilih dalam Pemilu mendatang.
Sehingga, untuk bisa mengatasi hal itu, menurutnya harus ada pemberdayaan tokoh lokal berwawasan nasional karena akan mampu memecah dominasi elit politik yang menumpuk di Pulau Jawa, sehingga tercipta diversifikasi politik ke seluruh wilayah.
Tidak hanya itu, pakar isu strategis tersebut juga menjelaskan pentingnya perhatian Parpol pada tokoh Generasi Z dan Milenial.
"Jika mampu menarik dukungan generasi muda tersebut dengan memanfaatkan gadget, parpol baru memiliki potensi untuk menyundul eksistensi parpol yang telah lahir lebih dahulu," ujar Prof Imron dalam Webinar Nasional Moya Institute bertema "Tantangan dan Peluang Parpol Baru pada Pemilu 2024", Jumat (21/7).
Sementara itu, Direktur Eksekutif Lembaga Survei Indonesia, Djayadi Hanan bahwa tantangan pertama terletak pada identitas partai yang rendah.
Volatilitas parpol baru biasanya tinggi di tingkat lokal, namun cenderung rendah di tingkat nasional dan adanya kecenderungan para pemilih untuk memilih partai yang sama, sedangkan minat masyarakat pada mereka terus menurun.
"Total suara partai baru di 2004 itu 21,3 persen, hanya kalah dari Golkar yang memperoleh 22 persen lebih. Jumlah itu, turun jadi 7,2% di 2009 dan seterusnya," ungkap Djayadi .
Meski begitu, parpol baru masih memiliki peluang, yakni dengan kemungkinan 85 persen pemilih di Indonesia mudah berpindah dukungan dan angka swing voters yang tinggi. Selain itu penggunaan media sosial dan internet juga bisa menjadi langkah tepat.
"Party ID di Indonesia sangat kecil. Artinya, secara teori, 85 persen pemilih Indonesia mudah pindah ke lain parpol. Jika hanya pakai satu indikator ini, swing voter menjadi sangat tinggi. Selain itu, pengguna internet juga sangat tinggi,” jelas Djayadi.
Di sisi lain, Sekjen Partai Gelora, Mahfudz Siddiq menjelaskan bahwa tantangan yang dimiliki oleh parpol baru dan parpol non-parlemen adalah karena diselenggarakannya pelaksanaan Pemilu serentak sehingga akan menguntungkan partai yang mengusung Capres.
“Ketika isu Pilpres menguat, muncul apa yang disebut dengan cottail effect. Parpol mendapat suara dari dukungannya terhadap capres. Partai yang tidak punya dukungan terhadap capres, akan menghadapi kendala elektabilitas,” kata Mahfudz.
Kategori : News
Editor : AHS
Posting Komentar