Polda Sumut Diduga Lakukan Kriminalisasi, Amrick Sing Surati Presiden Jokowi

MEDAN, suarapembaharuan.com - Amrick Sing melalui kuasa hukumnya, Erdi Karo Karo SH MH dan Wilter A Sinuraya SH menyurati Presiden RI Joko Widodo. Surat tersebut mencantumkan permintaan kepada orang nomor satu di republik ini untuk menindak tegas dugaan kriminalisasi yang terjadi di Sumatera Utara.



Dalam surat yang juga dilayangkan kepada Menkopolhukam dan Kapolri tersebut, Erdi Karo Karo mengurai beberapa tuntutan, di antaranya, meminta Polda Sumatera Utara melaksanakan apa yang telah direkomendasikan Bareskrim Polri untuk menghentikan LP Nomor: LP/B/697/IV/SPKT/POLDA.SUMUT atas nama tersangka Amrick. 


"Kami juga meminta agar Kapolri dapat menghentikan kriminalisasi terhadap Amrick yang terjadi di Polda Sumatera Utara," ucap Erdi Karo Karo, Jumat (23/6/2023).  


Ia pun mendesak Mabes Polri untuk menangkap dan memeriksa Direktur Kriminal Umum (Dirkrimum) dan wakilnya, Kanit Harda Subnit 2 serta penyidik yang diduga telah menggelapkan barang bukti tersangka Amrick, sesuai laporan pengaduan ke Divisi Propam Mabes Polri pada 26 Mei 2023 lalu. 


"Kapolri harus mengevaluasi Kapolda Sumut Irjen Panca dan jajarannya, karena telah merusak program Presisi Kapolri dengan menciptakan pasal pidana atas nama Amrick," imbuhnya.


Erdi Karo Karo menyatakan, pada 15 April 2021 dan menurut pemeriksaan Gelar Perkara Khusus di Birowassidik Bareskrim Polri pada 11 Januari 2023 dalam pemeriksaan bukti formil dan materil dari Pelapor dan Terlapor, ditemukan fakta yang secara kualitas bukti terlapor (tersangka) yang saat ini di-DPO-kan penyidik Poldasu, banyak hal yang harus diklarifikasi sebagai bentuk kehati-hatian penyidik dalam menentukan status tersangka kepada masyarakat.


"Sebagaimana temuan peserta Gelar Khusus di Biro wasidik Bareskrim, diduga ada bukti yang digelapkan penyidik untuk merekayasa status tersangka kepada klien kami, antara lain bukti Pelapor Almarhum Bijaksana Ginting. Yakni, Akta PPJB No. 47 tahun 2009 yang isinya: bahwa di atas tanah tersebut masih terjadi perkara dan belum dapat melakukan jual beli, dan Tengku Syed Ali Mahdar memberi kuasa kepada Bijaksana Ginting untuk mengurus dan menyelesaikan surat tanah tersebut dan diberi kuasa untuk menjual. Selanjutnya bukti Akta kuasa No. 48 tahun 2009 isinya: Tengku Syed Ali Mahdar memberi kuasa kepada Bijaksana Ginting untuk mengurus serta mempertahankan segala hak-hak pemberi kuasa atas sebidang tanah sesuai Grand Sultan S No. 331 seluas 2.215 m2," urai Erdi. 


Lanjutnya, bukti Terlapor Amrick, diantaranya: Akta 121 tahun 2011 tentang surat pernyataan Tengku Syed Ali Mahdar dan Bijaksana Ginting yang isinya: pemilik objek tanah adalah Tengku Syed Ali Mahdar. Jika tidak benar di kemudian hari, Bijaksana Ginting siap dituntut Perdata maupun Pidana.


"Lalu Akta 119 tahun 2011 tentang Perikatan Jual Beli antara Tengku Syed Ali Mahdar dengan Sally Singgih, Akta 120 Tahun 2011 tentang Penjualan, Pembelian dan penyerahan hak antara Tengku Syed Ali Mahdar dengan Sally Singgih. Serta Putusan MA RI No. 411/K/Tun/2009 tentang TUN yang menyatakan objek tanah milik Tengku Syed Ali Mahdar," bilang Erdi.

 

Ia juga meyakinkan, bahwa saat Gelar Perkara Khusus, terlihat juga hadir Penyidik Polda Sumatra Utara, Pelapor dan Terlapor, Ahli dan Peserta gelar yang memeriksa isi dan kebenaran Materil dan Formil bukti pelapor dan terlapor secara Objektif, dan ditemukan beberapa bukti yang tak terbantahkan. 


Tetapi, oleh oknum penyidik Poldasu tidak mempertimbangkan dalam berkas perkara, sehingga sesuai pasal 183 KUHAP tentang dua alat bukti seseorang dapat ditersangkakan, seolah terpenuhi secara Formil, sesuai putusan Prapid di Pengadilan Negeri Medan yang dimohonkan tersangka Amrick. (Ril)


Kategori : News


Editor      : ARS


Post a Comment

Lebih baru Lebih lama