MEDAN, suarapembaharuan.com - Mantan Panglima TNI Marsekal TNI (Purn) Hadi Tjahjanto yang saat ini menjabat sebagai Menteri Agraria dan Tata Ruang RI melalui Biro Hukum, Arif Febriyanto hadir dalam sidang Praperadilan di Pengadilan Negeri Balige, Senin 12 Juni 2023.
Selain mantan Panglima TNI, Praperadilan di PN Balige juga dihadiri oleh Komisi III DPR RI yang juga dihadiri oleh Biro Hukum, Putri Panjaitan.
Sidang perdana Praperadilan ini dipimpin oleh Hakim Jona Agusmen. Dan, dari 28 termohon, yang hadir 16 termohon dan tidak hadir 11 termohon, sehingga sidang ditunda dan kembali digelar pada Senin, 10 Juli 2023 mendatang.
Pidana pemalsuan tanda tangan yang dihentikan atau di SP3 Polres Samosir membuat korban menempuh upaya Praperadilan.
Pengadilan Negeri Balige direncanakan juga memanggil Presiden Joko Widodo dalam kasus Praperadilan warga Samosir. Praperadilan ini berawal dari laporan polisi Nomor : LP/B-336/XII/2021/SPKT/Polres Samosir/Polda Sumut tentang Pemalsuan Tanda Tangan dan Penempatan Keterangan Palsu dalam Akta Autentik.
Sidang Pra Peradilan ini dimohonkan salah seorang warga Samosir dari Desa Situngkir, Kecamatan Pangururan, atas nama Luhut Situngkir didampingi LBH Aliansi Jurnalis Warga Indonesia (AJWI) Sumatra Utara.
"Benar, kami telah mengajukan upaya Permohonan Pra Peradilan ke PN Balige dengan termohon 28 orang termasuk didalamnya Presiden RI Joko Widodo," kata Wakil Direktur LBH AJWI, Arlius Zebua bersama Agustinus Buulolo.
Upaya Praperadilan ini dilakukan dikarenakan korban Luhut Situngkir merasa keberatan atas tindakan Penyidik Polres Samosir yang melakukan Penghentian Penyidikan atas laporannya (SP3). Penghentian kasus ini dijelaskan Arlius Zebua penuh kejanggalan. Dan, kejanggalan harus diungkap di dalam persidangan.
"Korban Luhut Situngkir merupakan seorang masyarakat yang awam hukum dan berprofesi sebagai seorang guru swasta di Pangururan Samosir dan seingatnya pernah menyerahkan foto copy KTPnya kepada Terlapor berinsial PS selaku ketua panitia pemekaran Kecamatan Pangururan dan korban Luhut Situngkir tidak pernah menduga bahwa KTPnya akan disalahgunakan oleh Terlapor," tambah Zebua.
Selanjutnya, korban Luhut Situngkir merasa terkejut saat mengetahui informasi dari Polda Sumut dan memberitahukan kepadanya hingga menunjukan serta mempertanyakan tentang Sertifikat Hak Milik Nomor : 345 di Desa Parbaba Dolok seluas 200 M² (dua ratus meter persegi) tanggal 25 Oktobert 2017 terdaftar atas nama dirinya yang telah diterbitkan oleh Kepala Kantor Pertanahan Kabupaten Samosir.
Korban pun mengakui dihadapan kepolisian tidak pernah mengajukan permohonan penerbitan Sertifikat Hak Milik (SHM) Nomor 345 atas nama Luhut Situngkir ke Kantor Pertanahan Kabupaten Samosir.
Dirinya menduga ada seseorang yang dengan sengaja memalsukan tanda tangan dan memalsukan permohonan penerbitan sertifikat hak milik serta menempatkan keterangan-keterangan palsu dihadapan Pejabat Negara (BPN Kab. Samosir) sehingga ada diterbitkan (SHM) Nomor 345 atas nama Luhut Situngkir.
Oleh karena itu, Luhut Situngkir merasa keberatan dan merasa dirugikan sehinga membuat Laporan Polisi atas dugaan perbuatan seseorang yang telah merugikannya dengan cara memalsukan tanda tangannya, memalsukan surat permohonan ke BPN Kabupaten Samosir dan menempatkan keterangan-keterangan palsu kepada Pejabat Negara yakni pejabat di Kantor Pertanahan Kabupaten Samosir.
Bahwa kemudian laporan korban Luhut Situngkir diterima oleh pihak kepolisian Polres Samosir dengan No Laporan : STTPL/270/XII/2021/SPKT/Polres Samosir/Polda Sumatra Utara tertanggal 15 Desember 2021.
Selanjutnya dalam perjalanan kasusnya, Polres Samosir telah melakukan penyelidikan hingga penyidikan dengan memeriksa tujuh orang saksi, hingga memiliki bukti pembanding tanda tangan korban lima tahun sebelum dan sesudah SHM itu terbit. Lalu, polisi juga sudah mendapatkan hasil pemeriksaan Laboratorium.
Kategori : News
Editor : AHS
Posting Komentar