JAKARTA, suarapembaharuan.com – Kawasan kars Maros-Pangkep dikenal sebagai penghasil batu marmer dan semen dengan kualitas tinggi. Sudah banyak daerah serta negara-negara asing menggunakannya. Namun, eksploitasi yang membabi buta dikhawatirkan berdampak besar bagi kawasan kars Maros-Pangkep.
Hal ini pun mendorong Ketua Komisi E DPRD Provinsi Sulawesi Selatan, Andi Muhammad Irfan AB menulis buku berjudul 'Menjaga Warisan Peradaban Dunia', yang kemudian diluncurkan dalam diskusi publik di Gedung Teater Lantai Dua Perpustakaan Nasional, Sabtu (18/3/2023).
"Penulisan buku ini merupakan langkah berani saya, karena sebenarnya banyak yang berkompeten. Saya memberanikan diri karena hal ini harus terus diwacanakan. Pasti akan ada pertanyaan maupun kritik di dalamnya. Itu sudah menjadi konsekuensi penulis," ujar Itfan.
Ia melanjutkan, kawasan Kars Maros-Pangkep menyimpan banyak hal. Antara lain termasuk yang terbesar kedua di dunia, setelah Tiongkok.. Bahkan Negeri Tirai Bambu itu kini telah menutup pintu bagi korporasi-korporasi, untuk melakukan eksploitasi.
"Bahkan pemerintah Tiongkok memberikan insentif bagi BUMN dan perusahaan swastanya, untuk melakukan eksploitasi di luar. Bisa saja saat ini sudah terjadi di Indonesia," duganya.
Kemudian, sambung Irfan, kars Indonesia termasuk unik di dunia. Karena memiliki flora dan fauna khas, yang tidak ditemui di negara-negara lain di dunia. Di mana banyak warga negara asing menghabiskan waktu mereka, untuk menetap berminggu-minggu hanya ingin mendengarkan suara hewan seperti burung tiap malam.
"Untuk kars kawasan Maros-Pangkep, belum lama ini ditemukan gua terdalam di dunia, dengan kedalaman sekitar dua kilometer," serunya.
"Bahkan baru saja ditemukan batu cadas yang usianya diperkirakan mencapai 45 ribu tahun."
Irfan mengakui berbagai potensi tersebut, cepat atau lambat akan punah. Apalagi kars Maros-Pangkep dikenal sebagai produsen marmer dan semen, proses eksploitasi akan berdampak buruk. "Bukan tak mungkin sejarah kita yang berusia 45 ribu akan musnah di beberapa tahun kemudian," ungkapnya.
Hal ini yang kemudian mendorong Irfan untuk menginisiasi terbitnya peraturan daerah (Perda) tentang Perlindungan dan Pengelolaan Kawasan Esensial Pangkep-Maros.
Sementara itu, Kepala Perpusnas RI, Muhammad Syarif Bando mengapresiasi Irfan yang telah mengejawantahkan isi bagaimana menjaga warisan peradaban dunia, melalui Perda Perlindungan dan Pengelolaan Kawasan Esensial Maros-Pangkep.
"Berbicara warisan peradaban dunia di kars Maros-Pangkep, kalau tak ada visi seperti Irfan, takkan lahir buku yang mengupas isi dari perda tersebut," pujinya.
Sebab, ini menjadi sekelumit aturan yang akan menjadi pondasi di kawasan kars Maros-Pangkep.
Kepala Perpusnas teringat bagaimana sulitnya menggunakan bahan baku lokal karena dieksploitasi asing.
"Waktu pembangunan gedung di Salemba tahun 1997, seluruh keramik menggunakan marmer dari Maros. Saya ditunjuk menjadi penghubung pemerintah dengan pengelola yang berada di Australia. Ternyata pemilik tambang marmer berasal dari Filipina. Maka, saya terbang ke Manila untuk bernegosiasi," ungkap Syarif.
Menurut Syarif, tidak mudah bagi Irfan yang seorang politisi muda, merumuskan buku dengan legitimasi parlemen tingkat provinsi. Jika tak ada visi ke depan tentang sumber daya alam dan sumber daya manusia.
"Masih diperlukan langkah perjuangan yang besar ke depan untuk mengangkat poin-poin penting di mata internasional."
"Bukan tidak mungkin, kawasan ini bakal jadi bagian yang akan membuat para investor terus membuka mata, karena memiliki nilai ekonomi yang tinggi," tukasnya.
Turut hadir dalam launching dan bedah buku Menjaga Warisan Peradaban Dunia Aktivis Lingkungan Muhammad Ikhwan, Arkeolog dan Peneliti Universitas Hasanudin drs. Irwan Sumantri, Kepala Pusat Riset Arkeologi Prasejarah dan Sejarah M. Irfan Mahmud serta Aktivis Literasi Nirwan Arsuka.
Posting Komentar