JAKARTA, suarapembaharuan.com - Direktur Eksekutif Pusat Studi Konstitusi & Pemerintahan Fakultas Hukum Universitas Muslim Indonesia (PaKem FH-UMI), Fahri Bachmid, menegaskan pimpinan Mahkamah Agung (MA) yang angkat tangan terkait korupsi, sebaiknya mundur dari jabatannya.
Foto : Direktur Eksekutif Pusat Studi Konstitusi & Pemerintahan Fakultas Hukum Universitas Muslim Indonesia (PaKem FH-UMI), Fahri Bachmid. Ist |
Menurutnya, pimpinan MA saat ini harus memiliki "sense off crisis" dalam menyikapi permasalahan di tubuh MA dalam rangka penataan serta mengendalikan suasana yang lebih kondusif, tidak boleh ada demoralisasi terhadap eksistensi hakim agung.
Pimpinan MA harus mengambil tanggung jawab institusi, agar kepercayaan publik dapat diraih, dan secara moril hakim agung dapat bekerja untuk menyelesaikan tugas-tugas konstitusional terhadap penaganan perkara dengan baik.
“Jangan ada pimpinan MA yang secara tegas mengatakan bahwa, “mohon maaf saya angkat tangan” dan seakan tidak sanggup meyakinkan publik untuk menyelesaikan masalah korupsi di tubuh MA. Sesungguhnya hal tersebut jangan sampai terjadi, pimpinan MA jangan escape seperti itu, tetapi wajib hadir untuk selesaikan masalah,” kata dia, Senin (6/2/2023).
Fahri berpendapat, dengan pernyataan tersebut di atas mengindikasikan bahwa pimpinan MA angkat bendera putih, sebagai tanda menyerah tanpa syarat dalam menghadapi korupsi yang terjadi di MA.
Memang saat ini institusi ini sedang diterpa masalah korupsi yang melibatkan staf dan pegawai MA yang kemudian menyeret dua orang hakim agung yang saat ini sudah ditetapkan sebagai tersangka oleh KPK.
Penetapan tersangka kedua hakim agung tersebut, terlepas dari benar tidaknya tuduhan melakukan tindak pidana korupsi sebagaimna dakwaan jaksa penuntut umum (JPU), sebab harus dibuktikan terlebih dahulu melalui putusan pengadilan.
Hal yang paling mendasar, yang menjadi sorotan dan perhatian semua adalah terkait dengan kesigapan pimpinan MA dalam menyikapi masalah korupsi yang terjadi di tubuh MA.
Padahal, dalam situasi dan kejadian seperti ini, pimpinan MA harus tegas mengambil keputusan sebagai langkah konkrit dan taktis untuk melindungi institusi Mahkamah Agung dan lembaga peradilan di bawahnya dari segala bentuk tindakan korupsi demi menjaga marwah dan independesi lembaga MA dan lingkungan peradilan di bawahnya.
“Oleh karena itu, bersamaan dengan akan dilakukan pemilihan Wakil Ketua MA bidang Yudisial RI, ideanya Wakil Ketua MA RI yang akan dipilih nantinya adalah benar-benar merupakan seorang pemimpin yang memiliki integritas serta ketegasan sikap dan pemaham yang mendalam atas situasi yang terjadi saat ini,” terang Fahri Bachmid.
“Selang beberapa hari ke depan tepatnya pada 7 Februari 2023 di gedung Mahkamah Agung rencana akan digelar pemilihan wakil ketua Mahkamah Agung RI bidang Yudisial. Pemilihan ini dilakukan untuk mengisi kekosongan kursi Wakil ketua MA bidang Yudisial yang tadinya diisi Andi Samsan Nganro yang kini sudah memasuki usia purna bakti, awal Februari 2023,” jelas Fahri.
Ia juga berpendapat bahwa kepemimpinan MA haruslah figur yang negarawan serta menguasai aspek hukum serta kepemimpinan yang berwibawa dan kuat, untuk terwujudnya pengadilan yang unggul, jika merifer pada persyaratan dalam "The International Framework for Court Excellence" yang merupakan produk dari "The International Consortium for Court Excellence".
Ketujuh area tersebut adalah kepemimpinan dan manajemen (court leadership and management), perencanaan/proyeksi dan kebijakan (court planning and policies), sumber daya pengadilan [court resources (human, material and financial)], proses pengadilan (court proceedings and processes), kebutuhan dan kepuasan klien (client needs and satisfaction), akses layanan pengadilan yang terjangkau (affordable and accessible court services), kepercayaan publik dan percaya diri (public trust and confidence).
Kategori : News
Editor : AHS
Posting Komentar