JAKARTA, suarapembaharuan.com - Anggota Dewan Pakar Partai Golkar Henry Indraguna mendukung penuh sistem pemilu proporsional terbuka diterapkan pada Pemilu Serentak 2024. Menurut Henry, sistem tersebut sesuai konstitusi dan lebih demokratis karena memberikan kebebasan kepada rakyat untuk memilih para wakil rakyatnya.
Henry Indraguna |
"Dengan sistem proporsional terbuka, rakyat secara bebas memilih dan menentukan calon anggota legislatif yang dipilih, maka akan lebih sederhana dan mudah ditentukan siapa yang berhak terpilih, yaitu calon yang memperoleh suara atau dukungan rakyat paling banyak. Dengan ini, harapannya wakil yang terpilih tersebut juga tidak hanya mementingkan kepentingan partai politik, tetapi mampu membawa aspirasi rakyat pemilih," ujar Henry kepada wartawan, Sabtu (7/1/2023).
Hanya saja, kata Henry, saat ini ketentuan sistem pemilu proporsional terbuka yang diatur dalam UU Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilu (UU Pemilu) sedang diuji materi di Mahkamah Konstitusi (MK). Pasal yang diuji adalah Pasal 168 ayat (2) UU Pemilu yang menyatakan Pemilu untuk memilih anggota DPR, DPRD Provinsi, dan DPRD Kabupaten/Kota dilaksanakan dengan sistem proporsional terbuka.
Pasal lain yang diuji dari UU Pemilu adalah ketentuan Pasal 342 ayat (2), Pasal 352 ayat (1) huruf b Pasal 386 ayat (2) huruf b, Pasal 420 huruf c dan huruf d, Pasal 422, Pasal 424 ayat (2), dan Pasal 426 ayat (3). Dalil para pemohon adalah ketentuan-ketentuan tersebut termasuk sistem proporsional terbuka telah mengkerdilkan atau membonsai organisasi partai politik dan pengurus partai politik.
Henry Indraguna pun mengingatkan bahwa ketentuan sistem proporsional terbuka sudah pernah diputuskan oleh MK dengan nomor perkara 22-24/PUU-VI/2008, tanggal 23 Desember 2008. Dalam putusannya, kata Henry, jelas MK menyatakan bahwa Pemilu untuk memilih anggota DPR, DPRD Provinsi, dan DPRD Kabupaten/Kota dilaksanakan dengan sistem proporsional terbuka.
"Dengan demikian adanya keinginan rakyat memilih wakil-wakilnya yang diajukan oleh partai politik dalam Pemilu, sesuai dengan kehendak dan keinginannya dapat terwujud," tandas Anggota Tim Ahli Hukum dan Perundangan-undangan Dewan Pertimbangan Presiden (Wantimpes) ini.
Henry pun meminta Majelis MK menolak permohonan uji materi ketentuan sistem pemilu proporsional terbuka tersebut. Menurut Henry, sebagai negarawan yang mempuni, hakim konstitusi sudah seharusnya tetap mempertahankan sistem proporsional terbuka dan menolak uji materi yang menginginkan sistem proporsional tertutup.
"Putusan hakim MK sudah sepatutnya harus menolak permohonan uji materiil ini demi menjaga kedaulatan yang berada di tangan rakyat," tutur Vice President Kongres Advokat Indonesia (KAI) ini.
Apalagi, kata Henry, ketentuan sistem pemilu pernah diputuskan MK pada Tahun 2008 lalu sehingga putusan tersebut bersifat mengikat dan final. Sekalipun dalam pengambilan keputusan dilakukan individu hakim yang berbeda, namun keputusan mereka adalah keputusan MK sebagai sebuah lembaga hukum.
"Kepada Hakim MK agar jangan sampai ada kesan, MK dapat ditekan atau dipengaruhi oleh kekuatan politik tertentu yang getol dan sering mengusung sistem pemilu proporsional tertutup," pungkas Henry.
Kategori : News
Editor : AHS
Posting Komentar