JAKARTA, suarapembaharuan.com - Vihara Tien En Tang melaporkan dugaan tindakan premanisme terhadap pengurus rumah ibadah umat Budha dengan menyambangi Polres Jakarta Selatan, Selasa (4/10/2022). Hanya satu tujuan kedatangan mereka yang dikomandoi kuasa hukumnya, Deolipa Yumara, membahas tentang tindak kekerasan, perampokan dan pengusiran oleh sekelompok preman atas perintah ahli waris.
"Kedatangan saya kesini, untuk melaporkan Komnas HAM dan Komnas Perempuan, dalam perkara pembunuhan Brigadir Joshua, serta mengugat ke PTUN Jakarta bersama lawyer merah putih," papar Deolipa Yumara.
Deolipa terlihat makin bersemangat dengan kasus yang pernah ditanganinya itu. Mantan kuasa hukum Bharada E ini, menanggap panggilan moralnya untuk menyuarakan keadilan pada almarhum Joshua.
Bagi Deolipa, upaya menggiring opini banyak dilakukan para pihak. Dalam hal ini, Komnas HAM dan Komnas Perempuan semestinya independen, namun kini mengarah pada keberpihakan salah satu pihak.
"Untuk apa dan apa tujuannya, Komnas HAM dan Komnas Perempuan menyampaikan ke publik ? Lembaga itu mestinya tahu aturan," jengkel Deolipa Yumara.
Karena itu, Deolipa menganggap kedua lembaga itu, sudah 'bermain' dengan kasus yang melibatkan Ferdy Sambo dan Putri Candrawati. Sehingga 'memaksakan' pendapatnya ke masyarakat.
Selain itu, Deolipa juga geram dengan cara penanganan kasus Vihara Tien En Yang. Terlebih kini terkesan terjadi pembiaran.
Deolipa berprinsip tidak mentoleransi pihak manapun yang melindungi pelaku. Terlebih sudah masuk perbuatan pidana.
"Ini negara hukum. Tidak ada yang kebal hukum. Siapapun pihaknya, sama dalam hukum. Saya sikat sampai ke akar-akarnya jika ada yang tidak beres," tegas Deolipa Yumara.
Tak ada ditakuti Deolipa Yumara, pada pelaku premanisme, yang mengakibatkan Michele menjadi korban kekerasan. Justru pengacara viral ini, akan membuka keterlibatan para pihak yang bersekutu dengan si pelaku.
Sebagai kuasa hukum Michele, Deolipa Yumara begitu geram dengan kebuasan pelaku pada korbannya. Terlebih terjadi di rumah ibadah umat Budha.
"Jangan merasa kebal hukum, atau berlindung dengan penegak hukum. Saya sikat sampai ke akar-akarnya," tegas Deolipa Yumara.
Bagi Deolipa setelah mempelajari penjelasan korban, dirinya sudah 'membaca' skenario para pelaku kekerasan. Termasuk keterkaitan dengan para pihak.
Cara kekerasan yang dilakukan pelaku, dianggap Deolipa pola lama. Sehingga mudah terbaca oleh siapapun.
Karena itu, Deolipa bersikap tidak mentoleransi pihak manapun yang melindungi pelaku. Terlebih sudah masuk perbuatan pidana.
Seperti diketahui Michele menjadi korban premanisme, oleh sekelompok orang diduga dari Indonesia Timur. Para pelaku mewakili ahli waris, mengusir para pengurus dari Vihara Tien En Tang, yang berada dalam perumahan elit Green Garden Jakarta Barat.
Akibat cara pengusiran dengan kekerasan, membuat tangan dan kaki Michele biru lebam. Setelah diseret paksa keluar, terkena benturan benda tumpul.
Begitu juga beberapa barang didalam rumah belum diambil pengurus. Baik mobil operasional yayasan Vihara Metta Karuna Maitreya masih di garasi, maupun uang sumbangan jamaah dalam brankas lebih dari Rp 100 juta dan berbagai barang keperluan kerja yayasan.
Peristiwa ini terjadi, karena memperebutkan tanah hibah yang diberikan Amih Widjaya untuk ibadah umat Budha. Namun setelah Amih Widjaya meninggal, salah satu anaknya bernama Lily memperebutkan harta orangtuanya itu.
Almarhum menghibahkan tanah seluas 300 meter pada yayasan. Selain itu pengurus mendirikan bangunan tiga lantai di atas tanah tersebut, dari sumbangan uang para jamaah Budha.
Posting Komentar