Catatan Zulkifli, Jurnalis Senior di Medan
Nama Musa Rajekshah hangat dibahas di tengah masyarakat. Selain memiliki jabatan mentereng sebagai Wakil Gubernur Sumut, perwakilan milenial yang berhati lembut ini, menjadi pusat perhatian ketika menjadi Ketua DPD I Golkar Sumut.
Ijeck dengan mengobarkan partai berlambang pohon beringin tersebut, nyaris memborong seluruh kemenangan dari 23 pilkada kabupaten/kota di Sumut, beberapa tahun lalu.
Belakangan ini, Ijeck -- panggilan akrab Musa Rajekshah -- mulai diusik. Ia bukan dilucuti orang dari pihak luar. Namun, putra tercinta alm H Anif ini, mulai diuji oleh segelintir orang yang tidak suka dengan keberhasilannya.
Berbagai fitnah dan kebohongan mulai ditebar bagi yang tidak senang dengan gaya kepemimpinan Ijeck . Segala kebohongam diungkap ke publik. Nama besar Ijeck bukannya terjerembab malah semakin membesar. Banyak pihak yang tidak meyakini fitnah yang menyebar. Ijeck tetap tenang, diam dan hanya melepaskan senyuman.
Perasaan benci sungguh menghilangkan akal sehat. Itulah yang belakangan terlihat dari sekelompok orang-orang yang tak menyukai apa yang dilakukan Musa Rajekshah, dalam membesarkan Partai Golkar Sumut.
Memasukan keluarganya menjadi pengurus Partai Golkar, dicemooh. Berbagai tanggapan negatif pun dihembuskan ke segala penjuru.
Cibiran pun kembali dilontarkan orang yang tak senang terhadap Ijeck-sapaan akrab Ketua DPD Partai Golkar Sumut- saat El Adrianshah dipercaya sebagai Ketua DPD Hanura Sumut. Keluarga Ijeck ada di dalam Partai Golkar salah, di luar pun salah.
Begitulah jika sudah membenci. Tak ada kebaikan, tak ada kebenaran. Bagi mereka, semua yang dilakukan Ijeck salah.
Beruntungnya, Ijeck adalah lelaki cerdas yang tak pernah terpengaruh hal-hal tak penting. Suami Ayu Mihari ini pun menterjemahkan pepatah lawas, Anjing Menggonggong Kafillah Berlalu.
Dengan segenap kemampuannya, Ijeck terus berkarya. Segala daya upaya dilakukannya dalam membesarkan Partai Golkar.
Targetnya mengejar 2 juta kader terus digenjot. Banyak tokoh-tokoh besar dan berpengaruh di Sumut pun ditarik kakek satu cucu ini untuk membesarkan Partai Golkar.
Magnet besar yang dimiliki Ijeck, adalah kunci utama penyebab banyaknya tokoh-tokoh besar di Sumut rela ber-Golkar, meninggalkan kenyamanan mereka dalam berusaha. Seperti Mumahad Dahli dan Haji Totok.
Kedua pengusaha kaya ini, rela berpolitik dan masuk ke Partai Golkar menyumbang segala kemampuannya karena magnet Ijeck.
"Kami tak begitu paham politik, tapi karena kami tahu Pak Ijeck orang baik maka kami mau mendukung beliau dengan segala yang kami miliki," ujar kedua pengusaha ini nyaris senada.
Ya, Ijeck tak hanya terkenal baik tapi juga pemaaf. Bagi saya, jika ada yang menyebut sebaliknya, berarti orang itu perlu mengenal Ijeck lebih lama dan lebih dekat.
Ijeck sungguh orang pemaaf, lelaki flamboyan ini sungguh lelaki pemurah hati.
Selama lebih 20 tahun mengenalnya, saya nyaris tak menemukan alasan untuk menyebut Ijeck adalah orang yang tak tahu membalas kebaikan orang, konon lagi disebut sebagai pendendam.
Sedikit saya menceritakan pengalaman pribadi yang mungkin bisa menjadi inspirasi, agar lebih mengedepankan akal sehat dalam menilai Ijeck.
Sekira 10 tahun lalu, saya pernah melakukan kesalahan yang cukup fatal, padahal Ijeck telah memberikan kepercayaan dengan meminjami saya sejumlah uang.
Nilainya cukup banyak, untuk kebutuhan biaya operasional perusahaan media yang saya bangun.
Proses pinjaman itu berlangsung beberapa kali, tanpa ikatan secara hukum dan tanpa keuntungan.
Semata karena Ijeck iba dengan kondisi perusahaan saya yang morat marit. Hingga suatu ketika, usaha yang saya bangun bangkrut dan saya tak mampu mengembalikan pinjaman.
Dengan nyali ciut, saya pun menyampaikan kondisi terakhir saya. Saya tak mampu lagi membayar pinjaman tersebut. Mendengar itu, Ijeck tampak terlihat kaget.
Raut wajahnya terlihat berubah, dan saya pamit setelah melaporkan kondisi itu lalu pergi meninggalkannya dengan langkah gontai. Dalam hati saya, Ijeck pasti marah. Dan siapapun, pasti akan marah dengan kondisi itu.
Bukan Ijeck jika dia tak mudah memaafkan. Dengan catatan, pembuat kesalahan bukan malah menjauh, tapi terus berbuat dan melakukan apa pun yang bisa dilakukannya untuk memperbaikinya.
Buktinya, Ijeck tetap mempercayai saya hingga hari ini. Dia tetap baik, tidak seperti yang disebutkan para pembenci itu.
Beruntung, Ijeck tak menghiraukan para pembenci itu. Ibarat pepatah lawas itu, dia biarkan 'Anjing Menggonggong agar Kafillah Tetap Berlalu'.
Penulis : Zulkifli Tanjung/Wartawan Senior di Medan
Posting Komentar