MEDAN, suarapembaharuan.com - Adanya dugaan keterlibatan oknum mafia tanah dalam kasus gugatan lahan HGU PTPN 2 No.62 kebun Penara, Afdeling 3 Tanjung Garbus, Kecamatan Tanjung Morawa, semakin terkuak.
Ist |
Salah seorang oknum yang disebut-sebut sebagai koordinator dalam pengumpulan data warga yang diajukan untuk menggugat PTPN 2 di Pengadilan Negeri Lubuk Pakam, berinitial “M” ditetapkan sebagai tersangka oleh Polda Sumatera Utara.
Hal itu dibenarkan Kabag Hukum PTPN 2, Ganda Wiatmaja yang dikonfirmasi di kantornya Selasa (12/7). Sesuai hasil penyidikan pihak Polda Sumatera Utara, sudah cukup bukti untuk menetapkan M sebagai tersangka yang diduga melakukan pemalsuan sejumlah data warga yang diajukan untuk melakukan gugatan terhadap PTPN 2.
Seperti pernyataan sejumlah warga, baik yang berasal dari Desa Punden Rejo, Bangun Sari, Bangun Sari Baru dan sekitarnya, mereka telah menjadi korban iming-iming dari oknum-oknum yang bekerjasama dengan mafia tanah.
Ist |
Menurut pengakuan, mereka sengaja didatangi oleh sesama warga untuk menyerahkan KTP dan KK kepada oknum “M”. Imbalannya mereka dijanjikan akan mendapatkan lahan seluas 2 hektar atau senilai Rp 1,5 Milyar, yang akan diperjuangkan di Desa Penara. Sebagai warga biasa, rata-rata warga menurut. Mereka kemudian menyerahkan KTP dan KK untuk dikumpulkan.
Anehnya ketika KK dikembalikan, nama orangtua pemilik KK sudah diubah oleh oknum Kepala Desa. Ketika perubahan itu dipertanyakan, mereka mendapat jawaban, perubahan itu untuk memudahkan mereka mendapatkan pembagian lahan nantinya.
Padahal, nama mereka sebenarnya sedang dicatut untuk dicantumkan sebagai ahli waris dari nama warga lain, yang konon memiliki Surat Keterangan Tentang Pembagian Sawah Ladang, tahun 1953 yang akan menjadi bahan untuk mengajukan gugatan perdata ke Pengadilan Negeri Lubuk Pakam.
Tidak tanggung-tanggung, hasil pengumpulan KTP dan KK ini mencapai lebih dari 200 nama, seperti yang kemudian terungkap di Pengadilan yang dikenal sebagai gugatan Rokani dkk, atas lahan seluas 474 hektar. Jika sesuai dengan janji yang disampaikan kepada warga pemilik KTP dan KK, masing-masing akan mendapat 2 hektar lahan, berarti ada 237 warga yang dikumpulkan untuk gugatan tersebut.
Menurut keterangan, dalam setiap kali pertemuan, warga pemilik KTP mendapat dana antara Rp. 200.000 sampai Rp. 1,5 juta. Dana ini diberikan oleh oknum AS, warga Tanjung Morawa yang kemudian beralamat di Jakarta. AS lah yang berperan mengelola kasus gugatan tersebut dibantu beberapa nama lain, sampai akhirnya kasus bergulir ke tingkat Kasasi di Mahkamah Agung.
Gugatan terhadap areal HGU No. 62 kebun Penara, afdeling 3 kebun Tanjung Garbus, sejak awal sudahdiwarnai berbagai kejanggalan. Sebab ketika dilakukan sidang lapangan, untuk menentukan titik koordinat lahan yang digugat, tidak satu pun dari warga yang namanya tercantum sebagai penggugat, mengetahui titik koordinat lahan 474 hektar itu.
Yang lebih fatal lagi, ternyata sejumlah nama yang ikut didaftarkan sebagai penggugat, ternyata sudah meninggal dunia beberapa tahun sebelum kasus ini dimajukan ke Pengadilan Negeri Lubuk Pakam.
Belum diketahui siapa yang melakukan tandatangan terhadap nama-nama yang ternyata sudah meninggal dunia itu. Putusan Pengadilan akhirnya mengabulkan gugatan warga, namun hanya untuk 464 hektar lahan. Artinya ada lima nama yang gugatannya ditolak.
Keadaaan semakin runyam ketika kemudian sejumlah warga diminta untuk membuat surat kuasa dan pengalihan hak kepada AS lewat akte notaris di Tanjung Morawa dan Medan. Beberapa warga yang faham dan mencium adanya gelagat tidak baik, kemudian mempertanyakan soal pembagian lahan 2 hektar atau uang sebesar Rp 1,5 Milyar yang dijanjikan.
Baik M maupun AS tidak bisa menjelaskan persoalan itu, sampai akhirnya sejumlah warga membuat pernyataan, keluar dari gugatan tersebut, dan mengaku tidak tahu menahu soal lahan kebun Penara yang digugat ke Pengadilan.
Namun beberapa warga yang bersikeras akhirnya diberi jatah sebesar Rp 30 juta, dengan janji akan ditambah lagi jika lahan yang diperjuangkan di Penara bisa dieksekusi. Bahkan sejumlah warga kemudian mendapat lagi tambahan dana sebesar Rp 5 juta dengan membubuhkan tandatangan di belangko kosong di Batang Kuis.
Menurut keterangan sejumlah warga yang namanya dicatut untuk menggugat lahan HGU Penara, siap memberikan keterangan kepada pihak penegak hukum, jika kasus ini nantinya bergulir ke ranah hukum.
Realita ini yang kemudian mendorong pihak PTPN 2 membuat laporan ke Polda Sumut, menyangkut keterangan warga yang telah menjadi korban iming-iming oknum mafia tanah, yang mereka yakin dimotori oleh oknum AS.
Dari hasil penyidikan akhirnya Polda Sumatera Utara menetapkan oknum “M” sebagai tersangka, yang diduga berperan penting di balik gugatan terhadap areal HGU No. 62 kebun Penara, afdeling 3 Tanjung Garbus.
Humas PTPN 2, Rahmat Kurniawan mengharapkan, dengan ditetapkannya M sebagai tersangka, akan mengungkap fakta-fakta yang masih tersembunyi dari kasus gugatan kebun Penara.
Rahmad juga berharap dengan status tersangka M, pihak penyidik Polda Sumatera Utara dapat melakukan penahanan terhadap M, agar proses pemeriksaan terhadap tersangka bisa efektif, apalagi keterangan M diharapkan bisa menjadi pintu masuk bagi penegak hukum untuk memberantasan aksi oknum-oknum mafia tanah lainnya yang selama ini, diduga ikut berperan untuk menguasai lahan-lahan HGU PTPN 2 di lokasi-lokasi strategis di Deli Serdang.
"PTPN 2 menyambut positif dan apresiasi kinerja tim penyidik Polda Sumatera Utara dalam upaya membongkar aksi-aksi mafia tanah di Sumatera Utara, khususnya di lingkungan HGU PTPN 2, jelas Rahmat. (Ril)
Kategori : News
Editor : AHS
Posting Komentar