JAKARTA, suarapembaharuan.com - Presiden Joko Widodo (Jokowi) menyampaikan pidato penyampaian Rancangan Undang-Undang (RUU) Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) Tahun Anggaran 2022 di depan anggota DPR, Senin (16/8/2021) atau sehari menjelang HUT RI ke - 76 tahun.
Sahat Simatupang (depan) |
Dalam pidatonya, Jokowi menyebutkan, pemerintah akan memfokuskan anggaran tahun 2022 pada enam hal. Salah satunya upaya pengendalian Covid-19. Jokowi juga menyebut pertumbuhan ekonomi 2022 diperkirakan pada kisaran 5,0% sampai 5,5%. Jokowi mengatakan akan berusaha maksimal mencapai target pertumbuhan di batas atas, yaitu 5,5%.
Namun Jokowi mengatakan, harus tetap waspada, karena perkembangan Covid-19 masih sangat dinamis. Jokowi juga akan menggunakan seluruh sumber daya, analisis ilmiah, dan pandangan ahli untuk terus mengendalikan pandemi Covid-19. Dengan demikian, pemulihan ekonomi dan kesejahteraan sosial dapat dijaga serta terus dipercepat dan diperkuat.
Namun kekhawatiran terhadap postur APBN 2022 yang belum mencerminkan perbaikan ekonomi dan masih mengandalkan hutang mendapat perhatian aktivis 98 yang bergabung dalam wadah Perhimpunan Pergerakan 98.
Ketua Majelis Nasional Perhimpunan Pergerakan 98 Sahat Simatupang mengatakan, pidato Jokowi saat penyampaian RUU APBN Tahun Anggaran 2022 membuktikan bahwa perekonomian Indonesia belum tumbuh positif meski Undang - Undang Cipta Kerja yang diklaim pemerintah menciptakan iklim berusaha dan berinvestasi sudah disahkan tahun 2020.
"Jadi asumsi pertumbuhan ekonomi 2022 yang tidak tegas menyebut 5 % atau 5,5 % memperlihatkan pemerintah tidak percaya diri. Seharusnya pertumbuhan ekonomi tidak bisa dibuat dalam batas bawah dan batas atas," kata Sahat Simatupang, Selasa (17/8/2021).
Untuk membiayai belanja negara tahun 2022, jika melihat postur RUU APBN 2022, sambung Sahat, masih mengandalkan hutang.
"Sumber belanja negara 2022 kalau dilihat detailnya Rp 900 triliun masih bersumber dari hutang. Jadi pemerintah jangan mengklaim bahwa pertumbuhan ekonomi kita bagus," tutur Sahat Simatupang.
Sahat meminta Jokowi berhati - hati terutama kepada menteri yang membidangi ekonomi dan keuangan apalagi beberapa sektor bisnis dikatakan membaik padahal sumber APBN 2022 masih mengandalkan hutang.
"Indonesia terjebak dalam perangkap mengatasi pandemi Covid - 19 karena belanja kesehatan dan sosial di postur APBN 2022 masih yang terbesar. Namun pada sisi lain pemerintah ingin memperluas sumber pajak baru. Ini kontradiksi," ujar Sahat.
Sahat menilai Menko Perekonomian Airlangga Hartarto menggunakan cara orde baru mengelola ekonomi dengan memberikan keleluasaan kepada segelintir pengusaha dengan harapan sektor bisnis bergerak dan membantu negara dan orang miskin.
"Padahal kan tidak terjadi itu. Yang terjadi justru orang miskin dan pengangguran terbuka bertambah. Undang - Undang Cipta Kerja yang di-inisiasi pengusaha Kamar Dagang dan Industri Indonesia atau Kadin gagal mendatangkan investasi dan membuka lapangan kerja," ujar Sahat.
Selain itu, Perhimpunan Pergerakan 98 mengingatkan Presiden Jokowi agar berpihak kepada sektor ril dan usaha kecil menengah dengan tidak menjadikan pengusaha kecil menjadi bulan - bulanan karena dipaksa bersaing dipasar online berhadapan dengan startup raksasa.
Sementara sektor offline dan proyek besar dikuasai segelintir pengusaha di lingkaran pengusaha Kadin connention. Jokowi terkesan membiarkan ini.
Pengusaha memakai kesempatan memanfaatkan regulasi negara dan mendapat keuntungan bahkan meminta pengampunan pajak. Negara bangkrut membiayai kesehatan dan sosial, pengusaha meraup untung. Ini yang terjadi saat ini.
Pada sisi lain, sambung Sahat, pemerintah ingin memperluas sumber pajak baru yang juga akan menyasar 64 juta usaha mikro yang saat ini sedang kesulitan permodalan.
"Jadi asumsi pertumbuhan ekonomi 5 % dan 5,5 % persen itu tidak ditopang oleh prasyarat yang kuat. Kami mengingatkan Jokowi harus mewaspadai pengusaha yang mengambil kesempatan dimasa pandemi Covid - 19 sebelum semua terlambat," ujar Sahat. (SP)
Posting Komentar