SEMARANG, suarapembaharuan.com - Direktorat Reserse Kriminal Khusus (Ditreskrimsus) Polda Jawa Tengah (Jateng) masih melakukan pemeriksaan terhadap karyawan PT SSP berinisial SPM (34), yang ditangkap karena mengedarkan alat Rapid Antigen tanpa izin edar.
Istimewa |
Kapolda Jateng Irjen Pol Ahmad Luthfi mengatakan, pemeriksaan terhadap SPM oleh penyidik untuk dilakukan pendalaman kasus yang ditangani sekaligus pengembangan lebih lanjut.
"Alat Rapid Antigen yang dijual dan diedarkan ini tidak memiliki izin edar. Sehingga, orang bersangkutan dirangkap oleh petugas kita. Perkembangan terbaru dari hasil pemeriksaan nanti akan disampaikan," ujar Ahmad Luthfi, Kamis (6/5/2021).
Sebelumnya, Ahmad Luthfi mengungkapkan, bahwa pihaknya mengamankan 450 pack di TKP wilayah Genuk Semarang. "Jangan sampai dalam situasi Covid-19 ini ada pihak-pihak yang ingin mencari keuntungan," kata Irjen Ahmad Luthfi, didampingi Wakapolda Jateng Brigjen Pol Abiyoso Seno Aji dan Dirreskrimsus Polda Jateng Kombes Pol Johanson Ronald, Rabu (5/5/2021) kemarin.
Pengungkapan kasus itu berawal sejak Januari 2021. Petugas Ditreskrimsus Polda Jateng mendapatkan informasi marak penjualan alat Kesehatan berupa alat Rapid Test Antigen Covid-19 merek Clungene di Jawa Tengah.
Petugas kemudian melakukan penyelidikan dengan cara undercover sebagai salah satu konsumen yang ingin membeli alat Rapid Test Antigen Clungene. Petugas memancing pelaku dengan cara COD (cash on delivery) di Jl. Cemara III No. 3 Padangsari, Kecamatan Banyumanik.
Di tempat tersebut petugas mengamankan dua orang kurir PF dan PRS kedapatan membawa alat Rapid Test Antigen merek Clungene. Barang bukti yang diamankan sebanyak 25 boks @25 pcs Rapid Test Antigen Clungene yang diduga tidak memiliki izin edar.
Tak lama kemudian, Kasubdit I Indagsi Ditreskrimsus Polda Jateng AKBP Asep Mauludin, bersama tim melakukan penggeledahan dan penyitaan di Jalan Perak No. 9 Kwaron 2 Bangetayu Genuk Semarang. Rumah itu merupakan rumah milik SPM. Di tempat tersebut, polisi menemukan barang bukti ratusan boks alat Rapid Test Antigen berbagai merek yang diduga juga tidak memiliki izin edar.
"Modus operandinya yaitu mereka menjual sesuai pemesanan kemudian mereka datang dan pembeli membayar DP. Tersangka ini menjual barang-barang tersebut ke klinik maupun perseorangan," ungkap Dirreskrimsus Polda Jateng.
Sementara, Kapolda Jawa Tengah, Irjen Pol Ahmad Lutfi, mengatakan dari hasil penjualan produknya selama lima bulan, pelaku bisa meraup keuntungan sebesar Rp 2,8 miliar. Untuk itu, Polda Jawa Tengah akan menindak tegas pelaku kejahatan yang sudah merugikan kesehatan masyarakat.
"Tentu perbandingannya lebih murah karena tidak punya izin edar. Dan ini sangat merugikan terkait dengan perlindungan konsumen ancaman hukuman bisa lima tahun. Tapi kalau UU kesehatan ancaman bisa 15 tahun dan denda sampai Rp 1,5 miliar," tegas Kapolda.
Kapolda meminta agar masyarakat tidak mudah tergiur dengan harga alat tes cepat yang lebih murah. "Dampaknya sangat terasa sekali. Satu, kalau tidak ada izin edar jangan-jangan dipalsukan. Kedua, jangan-jangan terkait dengan kualifikasi kesehatan tidak memenuhi syarat. Makanya ini harus kita amankan," ujarnya.
Posting Komentar