JAKARTA - Pandemi COVID-19 yang berlangsung hampir satu tahun di Indonesia telah berdampak pada seluruh aspek pembangunan nasional, termasuk di sektor olahraga yang terpaksa menghentikan kegiatan pelatihan dan agenda kompetisi.
Bahkan bagi Pengurus Pusat Persatuan Bulutangkis Seluruh Indonesia (PP PBSI) sebagai salah satu wadah cabang olahraga prestasi Indonesia, pandemi juga memberikan imbas dalam implementasi kegiatan lapangan.
Terlebih dalam kepengurusan baru yang terbentuk di akhir 2020, pelaksanaan visi-misi sebagai landasan kepemimpinan periode 2020-2024 pun dipastikan tak semulus periode sebelumnya.
Dalam kegiatan diskusi virtual yang diikuti di Jakarta, Ketum PP PBSI baru yang terpilih secara aklamasi dalam munas di bulan November 2020 yaitu Agung Firman Sampurna mengatakan hambatan yang dihadapi periode sekarang merupakan hal baru yang belum pernah terjadi sebelumnya.
Untuk pelantikan dan peresmian pengurus provinsi misalnya, sulit dilangsungkan secara tatap muka karena ada larangan berkumpul sebagaimana yang termaktub dalam aturan protokol kesehatan penanggulangan virus corona.
Kendati begitu, Firman juga menyebut sudah ada pengprov yang sudah melakukan pelantikan pengurus baru seperti Sumatera Selatan dan Banten yang dilakukan secara virtual.
Namun untuk rapat atau pelantikan struktural di Jakarta yang menjadi basis kepengurusan PBSI pun tak bisa sembarangan dilakukan, Firman menegaskan.
Padahal melalui pertemuan langsung, banyak ide-ide di luar "rundown" yang bisa diutarakan dengan penyampaian yang lebih santai dan melebur, yang Firman nilai sebagai sebuah esensi musyawarah.
"Sampai belum ada kepastian kapan pandemi ini akan berakhir, saya rasa tidak ada program 'kepemimpinan 100 hari', yang ada ya terus sampai empat tahun," Firman mengungkapkan.
Solusi Pelatnas
Meski begitu, Firman dan jajarannya terus mencari solusi agar kegiatan di PP PBSI bisa terus berjalan, terutama tata kelola pelatihan dan kompetisi.
PP PBSI akan mengatur pelatihan di Pelatnas Cipayung agar bisa efektif namun tetap mematuhi protokol kesehatan, dengan keutamaan intensitas latihan yang tidak dikurangi serta memadai untuk menghadapi turnamen-turnamen ke depan.
Sebagai salah satu cabang olahraga prestasi andalan Indonesia, PP PBSI juga berharap atletnya punya kesempatan mendapat vaksin agar bisa leluasa bertanding di luar negeri.
Untuk hal ini, PBSI masih melakukan pembahasan dengan Kementerian Kesehatan selaku regulator pengedaran vaksin.
Namun ia menegaskan bukan berarti PBSI meminta atlet bulu tangkis masuk dalam lini prioritas jatah vaksin. Menurutnya, dikhawatirkan akan menimbulkan kecemburuan dengan cabang lain.
Perlu dipahami bahwa penggolongan prioritas tidak hanya berdasarkan usia atau profesi, namun juga tingkat mobilitas. Mengingat atlet merupakan salah satu profesi dengan mobilitas yang tinggi seperti berkompetisi dan latihan, maka atlet dinilai memenuhi kriteria tersebut.
"Karena mobilitas mereka tinggi saya berharap mereka dapat kesempatan divaksin lebih dulu. Tapi harus ditekankan bahwa bukan diprioritaskan, tapi diberi kesempatan," Firman memaparkan.
Keterbatasan pelaksanaan program latihan juga diakui Kepala Bidang Pembinaan dan Prestasi Rionny Mainaky. Dalam masa pandemi, rasa bosan sering dialami atlet karena ruang gerak yang menjadi terbatas.
"Ada kesulitan dalam menjaga kestabilan mental anak-anak, langkah kami pun sangat diatur protokol," ungkap pria yang pernah melatih timnas bulu tangkis putri Jepang itu.
Dalam perkembangannya, ia menemukan kunci pelatihan di masa pandemi lebih pada usaha menjaga karakter atlet. Jika sikap disiplin bisa terjaga, si atlet dipastikan bisa memenuhi kebutuhan latihan fisik meski dengan waktu yang dibatasi.
Meski dengan kondisi serba terbatas ini, ia optimistis penghuni pelatnas mampu mengukir prestasi yang lebih baik saat berlaga di turnamen selanjutnya.
Namun akibat pandemi, bukan hanya program latihan dan kompetisi nasional yang terhambat. PBSI juga punya harapan untuk mengubah "mindset" atlet junior punya performa tinggi, lalu akan menurun saat masuk tingkat senior.
Berdasarkan pengalaman Rionny saat aktif melatih di Jepang, masalah itu ternyata diatasi dengan memperbanyak kompetisi di tingkat junior, serta latih tanding dengan atlet senior.
Ada jumlah kompetisi yang secara konsisten harus diikuti atlet junior setiap tahunnya. Jika metode tersebut dilaksanakan di Indonesia, dipastikan atlet mampu membentuk performa yang baku hingga tingkat senior.
Menanggapi hal itu, Ketua Harian PB Jaya Raya Imelda Wiguna memberi masukan pada Firman cs untuk perbaikan performa atlet pelatnas ke depan.
Pemenang dua gelar ganda All England 1979 itu menuntut agar PBSI melakukan "Research and Development" untuk menjawab masalah klasik tersebut.
Perlu niat dan kerja keras untuk mengimplementasikan penelitian dan pengembangan di tubuh PBSI. Investasi waktu dan pendanaan akan menjadi syarat mutlak, sehingga PBSI juga dituntut melobi sponsor agar mau berinvestasi lebih untuk kegiatan penelitian.
Seperti yang pernah disampaikan Ketum Firman bahwa ada sponsor-sponsor baru baik dari swasta dan BUMN, tentunya diharapkan tidak hanya memeriahkan kompetisi bulu tangkis, namun juga ikut bersumbangsih dalam program pemantapan performa atlet dari tingkat bawah hingga atas.
Melalui optimisme ini, ke depan Indonesia tidak perlu lagi kecewa karena target gelar yang meleset karena performa atlet yang naik turun.(Ant)
Posting Komentar