MEDAN -- Perhimpunan Pergerakan 98 mendorong Pemilihan Kepala Daerah atau Pilkada bersamaan dengan pemilihan legislatif dan pemilihan presiden di Tahun 2024. Perhimpunan menilai Pilkada serentak 2024 telah sesuai Undang - Undang Nomor 10 Tahun 2016 tentang Pilkada.
"Jadi tak perlu direvisi untuk memajukan
penyelenggaraan pilkada serentak menjadi 2022 atau 2023," kata Ketua
Majelis Nasional PP 98 Sahat Simatupang, baru - baru ini.
Sahat berpendapat, Pilkada bersamaan dengan pemilihan DPR,
DPD dan DPRD serta pemilihan presiden akan menghasilkan keseragaman waktu
pengelolaan negara dari tingkat pusat hingga kabupaten dan kota." Sehingga
dalam penyelenggaraan berbangsa dan bernegara termasuk menyusun rencana
pembangunan nasional dan rencana pembangunan daerah di musyawarah
perencanaan pembangunan atau musrenbang bisa saling melengkapi," ujar
Sahat.
Diketahui, draf revisi UU Pemilu yang akan dibahas mengatur
tentang Pilkada berikutnya pada 2022 dan 2023 mendatang, bukan 2024 seperti
diatur dalam UU yang saat ini masih berlaku.
Sahat menilai manuver parpol yang menolak Pilkada di 2024
memperlihatkan ketakutan yang sangat kehilangan kesempatan calon kepala daerah
dan calon DPR.
" Kalau Pilkada serantak dengan Pemilu dan Pilpres di
2024 maka kader partai yang L4 atau lu lagi lu lagi akan kehilangan kesempatan
atau opsi karena harus memilih sebagai calon legislatif atau sebagai calon
kepala daerah. Selama ini calon kepala daerah kalah hampir pasti maju calon
DPR. Ini tidak akan terjadi lagi kalau Pilkada serantak dengan Pemilu dan
Pilpres 2024 dengan kata lain memutus rantai kader L4. Jadi mau tak mau Parpol
sudah menyiapkan kadernya untuk eksekutif atau legislarif jauh hari," kata
Sahat.
Koordinator Bidang Bantuan Hukum Majelis Nasional
Perhimpunan Pergerakan 98 M.Harizal, SH menilai, tak ada alasan bagi Parpol
menolak Pilkada serentak 2024.
"Lha wong Undang - Undang Nomor 10 Tahun 2016 yang
mengamanatkan Pilkada di 2024 saja belum dijalankan kok malah mau dirubah.
Jalankan saja dulu bunyi UU 10/2016 itu baru kemudian dievaluasi," ujar
Rizal.
Rizal menilai Parpol yang ngotot menolak UU 10/2016
karena tidak memiliki sumber daya manusia atau kader yang layak naik panggung
nasional dan mengakar." Beberapa Parpol gamang karena tidak punya calon
yang layak dan disukai masyarakat untuk menjadi Capres, sehingga wajar saja
partai yang khawatir tidak lolos parliamentary threshold berharap
Pilkada tidak serentak dengan Pilpres karena akan berimbas pada perolehan suara
di Pemilu dan Pilpres," ujar Rizal.
Perhimpunan Pergerakan 98, sambung Rizal juga menekankan
kepada Parpol agar memperhatikan pentingnya efektifitas dan efisiensi
penyelenggaraan Pilkada, Pemilu dan Pilpres.
" Keserentakan penyelenggaraan Pemilu, Pilpres dan
Pilkada di 2024 jauh lebih efisien. Itu sebabnya Perhimpunan Pergerakan 98
menekankan jika UU UU Pemilu Nomor 10 Tahun 2016 tidak perlu direvisi, karena
lebih pada substansi memperkuat demokrasi, menjaga keutuhan NKRI dan Pancasila
serta partisipasi pemilih," sebut Rizal.
Posting Komentar